Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Senin, 09 November 2020 | 09:05 WIB
Ahli waris memegang plakat gelar pahlawan nasional saat penganugerahan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Jumat (8/11). [ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari]

SuaraSulsel.id - Sudah satu dekade, pejuang asal Sulawesi Selatan tidak kebagian gelar pahlawan nasional.

Padahal, daerah dengan julukan Anging Mammiri ini menjadi tempat lahirnya para pahlawan yang turut berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.

Tahun ini, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan kembali mengusulkan dua tokoh yang dianggap layak dan berjasa untuk menjadi pahlawan nasional.

Dua tokoh tersebut adalah Jenderal TNI (Purn) Muhammad Jusuf Amir dan Andi Makkasau Parenrengi.

Baca Juga: Bernilai Rp1,9 Triliun, Waskita Garap Gedung Ikonik Pinisi di Makassar

Sejak 2010, kedua tokoh ini diusulkan ke Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Kementerian Sosial. Setiap tahun pula, tim ini melakukan verifikasi di Sulsel.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Sosial Pemprov Sulsel Gemala Fauza mengaku, sudah mengusulkan dua nama tersebut sejak 2010.

Namun belum disetujui. Padahal, kata Gemala, keduanya dianggap sudah sangat layak untuk dianugerahi pahlawan nasional.

"Kalau kelayakan, sudah sangat layak. Bahkan saat ini sudah beberapa gedung atau tempat sudah mengabadikan nama keduanya," kata Gemala, Sabtu (7/11/2020).

Sulawesi Selatan sudah tidak pernah mendapat penganugerahan untuk pahlawan nasional sejak tahun 2006.

Baca Juga: Waskita Bangun Gedung Ikonik Bergaya Pinisi di Sulsel Senilai Rp1,9 Triliun

Namun memang, kata Gemala, untuk gelar pahlawan nasional tidaklah mudah. Karena banyak persyaratan yang harus dipenuhi.

Belum lagi semua daerah berlomba-lomba mengusulkan tokohnya masing-masing.

Sampul buku biografi Jenderal M Jusuf / [Foto: Istimewa]

"Akan tetapi verifikasi dan bukti kepahlawanan sudah kita serahkan ke tim peneliti, pengkaji gelar Kementerian Sosial. Kita tidak tahu apa masalahnya, karena yang putuskan kan Kementerian sosial," tambahnya.

Asal diketahui, Jenderal TNI (Purn) Andi Muhammad Jusuf Amir atau lebih dikenal dengan nama Jenderal M Jusuf adalah salah satu tokoh militer Indonesia yang sangat berpengaruh dalam sejarah kemiliteran Indonesia.

Jusuf lahir di Kajuara, Bone, Sulawesi Selatan pada 23 Juni 1928 dan meninggal pada 8 September 2004 pada umur 76 tahun.

Ketika para pemimpin nasionalis, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Jendral Jusuf menunjukkan dukungannya dengan bergabung dengan Devosi Rakyat Indonesia dari Sulawesi (KRIS).

Pada tahun 1950, ia kemudian menjadi ajudan Kolonel Alexander Evert Kawilarang, Panglima KO-TT VII/Wirabuana yang mencakup seluruh Indonesia Timur.

Dalam posisi ini, Jusuf berpartisipasi dalam memadamkan pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS).

Pada Oktober 1959, Jusuf dipindahkan ke Kodam XIV/Hasanuddin menjadi Komandan. Sebagai Panglima Kodam XIV/Hasanuddin, Jusuf bertanggung jawab atas keamanan Sulawesi Selatan dan Tenggara.

Pada tanggal 27 Agustus 1964, Jusuf diangkat sebagai Menteri Perindustrian. Meskipun ini adalah pos sipil, itu tidak mengherankan bahwa Jusuf diangkat ke posisi ini, karena Soekarno memiliki anggota lain dari ABRI dalam kabinetnya untuk alasan lain. Selain pertahanan dan keamanan.

Gambar wajah Andi Makkasau / [Foto : Istimewa]

Sementara, Andi Makkasau Parenrengi adalah raja dari Kerajaan Suppa yang juga penguasa lokal yang pertama kali menyatakan kesetiaan pada Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada 12 September 1945, bendera merah putih dikibarkan di Lapangan Labukkang, Suppa. Andi Makkasau Parenrengi juga ikut membuat deklarasi Jongayya pada 15 Oktober 1945, yang menyatakan mendukung Indonesia merdeka. Kerajaan Suppa berwilayah di Kota Parepare.
 
Di daerah kekuasaannya, Andi Makkasau pernah membentuk Badan Organisasi Penunjang Kemerdekaan Indonesia dan cabang Partai Syarikat Islam Indonesia dan Partai Nasional Indonesia.

Ia pernah mengundang tokoh nasional seperti Buya Hamka, AM Sangaji, H. Agus Salim, dan H.O.S Cokroaminoto ke Suppa, untuk memberikan pendidikan politik kepada rakyatnya.

Ketika pasukan Sekutu dan NICA datang, Andi Makkasau mengadakan Konferensi Parepare, 1 Desember 1945.

Ia menyatakan mendukung Sam Ratulangi sebagai Gubernur Republik Indonesia untuk Sulawesi dan menolak kembalinya Belanda di Indonesia.

Itu pula yang ikut mendorong komandan pasukan Belanda di Netherlands memerintahkan Kapten Raymond Paul Pierre Westerling untuk melakukan pembantaian di Sulawesi Selatan.

Serbuan Westerling ke Suppa dihadang dengan gigih oleh pasukan Andi Makkasau.

Namun, senjata yang terbatas dan personel yang kurang membuat laskar Andi Makkasau tidak bisa bertahan lama.

Andi Makkasau tertangkap. Tapi, sekeluarnya dari penjara, ia kembali melawan. Westerling kembali dihadapinya dan lagi-lagi Andi Makkasau tertangkap, lalu ditahan dan dipenjara di Sawitto Pinrang.

Ia disiksa habis-habisan, dan akan dieksekusi. Tapi kematian tak juga mendatanginya. Dalam kondisi hidup, sosok yang terikat dan diberi pemberat dilemparkan ke laut. Ombak laut Mar’bombang menjadi saksi nyata kekerasan hati Andi Makkasau dalam berjuang melawan penjajah Belanda.

Di satu sisi, Kementerian Sosial (Kemensos) telah menetapkan sejumlah nama tokoh yang akan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.

Menteri Sosial Juliari P. Batubara mengatakan, hanya ada enam tokoh yang akan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional dalam peringatakan Hari Pahlawan pada 10 November 2020.

Sebelumnya ada 20 tokoh yang diusulkan dari sejumlah daerah.

Mereka adalah Sultan Baabullah, Machmud Singgirei Rumagesan, Jenderal polisi (Purn) Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo, Arnold Mononutu, MR. SM. Amin Nasution, dan Raden Mattaher Bin Pangeran Kusen Bin Adi.

Kontributor: Lorensia Clara Tambing 

Load More