Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Selasa, 13 Oktober 2020 | 10:04 WIB
Anggota DKPP RI Ida Budhianti saat menyampaikan proses sidang kode etik terhadap Ketua KPU Jeneponto di Hotel Four Point Makassar, Senin (12/10/2020) / Foto SuaraSulsel.id : Muhammad Aidil

SuaraSulsel.id - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) RI telah melakukan sidang kode etik terhadap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Jeneponto, Baharuddin Hafid. Sidang digelar tertutup di Sekretariat Bawaslu Sulsel, Senin (12/10/2020).

Sebagai teradu, Baharuddin Hafid dilaporkan oleh mantan istri keduanya, Puspa Dewi Wijayanti dan Ketua KPU Sulsel Faisal Amir.

Teradu diduga tidak profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai komisioner penyelenggara pemilu.

Sebab itu, Puspa Dewi selaku pengadu meminta DKPP agar dapat memberhentikan Baharuddin dari jabatannya selaku Ketua KPU Jeneponto.

Baca Juga: Ketua KPU Jeneponto Diduga Melakukan Hubungan Tidak Wajar, Besok Disidang

"Saya memasukkan laporan ke DKPP karena saya ingin mencari keadilan. Saya menggugat agar teradu dinonaktifkan dan dipecat dari anggota KPU Jeneponto," kata Puspa.

Puspa menjelaskan laporan yang dilayangkan ke DKPP tersebut ialah Baharuddin diduga telah melakukan tindak asusila. Ia pun yakin bahwa gugatannya itu dapat diterima dan dikabulkan oleh DKPP.

"Karena bukti yang saya masukkan itu otentik dan kuat. Jadi saya yakin aduan saya bisa dikabulkan," jelas Puspa.

Di sisi lain, Ketua KPU Jeneponto Baharuddin Hafid sebagai teradu membantah tuduhan asusila yang dilaporkan Puspa tersebut.

"Tadi itu dari semua aduannya saya bantah. Kemudian saya ajukan beberapa bukti terkait dengan aduan soal asusila," kata dia.

Baca Juga: 136 Ribu Warga Batam Terancam Tak Bisa Ikut Pemilu Karena Tak Penuhi Syarat

"Tidak ada tentang itu (asusila) karena posisinya teradu ini adalah istri saya dulu," kata Baharuddin.

Anggota DKPP RI Ida Budhianti mengaku, meski telah melakukan pemeriksaan, namun pihaknya belum dapat memberikan pernyataan apakah Baharuddin terbukti bersalah atau tidak.

Ia mengungkapkan bahwa perkara tersebut akan lebih dahulu dibawa ke Jakarta untuk dipersentasikan secara internal di DKPP.

Setelah dipersentasikan, kemudian akan diplenokan. Tujuannya, adalah untuk melihat fakta-fakta dalam persidangan sebagai pertimbangan dalam mengambil sebuah keputusan.

Apabila, teradu terbukti tidak bersalah, maka akan dilakukan rehabilitasi. Sedangkan, jika terbukti bersalah akan diberikan sanksi.

Sanksi yang akan diberikan DKPP menurut undang-undang. Antara lain sanksi peringatan, pemberhentian sementara hingga pemberhentian tetap.

"Nanti plenolah yang akan mengambil keputusan dan memberikan vonis. Vonisnya kalau tidak terbukti direhablitasi, kalau terbukti dikenai sanksi," katanya.

Kontributor : Muhammad Aidil

Load More