Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Kamis, 01 Oktober 2020 | 10:51 WIB
Ilustrasi pelecehan seksual (Pixabay).

SuaraSulsel.id - Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin kembali menjadi perbincangan. Pasalnya, banyak mahasiswi yang menuntut ilmu di kampus tersebut sering menjadi korban pelecehan.

SuaraSulsel.id merangkum empat kasus pelecehan yang pernah terjadi di UIN Alauddin. Sepanjang tahun 2018 hingga 2020.

Antara lain adalah pemasangan kamera GoPro di toilet wanita, begal payudara, dan pelecehan oleh oknum Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Dosen terhadap mahasiswa UIN Alauddin.

Terbaru adalah aksi teror alat kelamin melalui panggilan video menggunakan aplikasi WhatsApp. Kejadian dilaporkan terjadi Jumat, 18 September 2020.

Baca Juga: 3 Fakta Teror Alat Vital Pria via Video Call WhatsApp ke Mahasiswi UIN

Berikut 4 pelecehan seksual yang pernah terjadi sejak 2019-2020 :

1. Pemasangan kamera GoPro di toilet perempuan

Kasus pemasangan kamera GoPro di toilet wanita terjadi di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin pada November 2019. Pelakunya diketahui merupakan seorang mahasiswa UIN Alauddin Makassar berinisial AA.

Wakil Rektor III UIN Alauddin Makassar Bidang Kemahasiswaan Darussalam mengungkapkan, untuk kasus kamera GoPro, pihak kampus telah mengambil tindakan tegas dengan memecat atau mengeluarkan mahasiswa AA selaku pelaku yang terbukti melakukan kejahatan dengan memasang kamera di toilet wanita.


2. Begal payudara

Baca Juga: Kisah LI, Mahasiswi UIN Korban Teror Alat Vital Pria di Video Call WhatsApp

Kasus begal payudara terjadi di kawasan pemukiman UIN Alauddin Makassar pada awal tahun 2020.

Dari kejadian ini, pelaku melecehkan sejumlah mahasiswi yang sedang melintas di daerah jalanan yang gelap. Dengan cara menyentuh payudara korban.

Seringnya kejadian ini, pihak kampus telah bertindak. Kawasan pemukiman UIN Alauddin Makassar dipasang alat penerangan atau lampu pada tempat-tempat yang dianggap rawan terjadi kejahatan.


3. Pelecehan oleh oknum calon dosen

Sementara, untuk kasus pelecehan yang dialami mahasiswa berinisial N terjadi di lingkungan UIN Alauddin pada 2018.

Pelaku yang mencabuli N merupakan oknum CPNS Dosen Farmasi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar berinisial AAE.

Darussalam mengatakan, untuk kasus pelecehan yang dilakukan oleh oknum CPNS dosen UIN Alauddin Makassar telah diberi sanksi. Pelaku AAE juga telah menjalani hukuman penjara selama dua tahun.

Buntut kejadian itu, kata Darussalam, AAE pun dinyatakan tidak lolos pra jabatan. Hingga kini, pimpinan kampus masih menunggu Surat Keputusan (SK) dari Menteri Agama yang berhak untuk memutuskan status pelaku, apakah akan dipecat atau tidak.

"Pimpinan UIN menyurat ke Dirjen atau Menteri Agama untuk melakukan tindakan pada September 2019. Sebab, perlu kita ketahui yang berhak untuk memecat itu bukan pihak kami. Itu adalah pihak Kementerian setelah adanya SK dari Dirjen nanti," jelas Darussalam.

4. Teror alat kelamin lewat panggilan video

Kasus teror alat kelamin dilakukan oleh orang tak dikenal melalui panggilan video aplikasi WhatsApp.

Sejumlah mahasiswi yang disasar pelaku berasal dari fakultas yang sama, yaitu Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

Kasus teror alat kelamin yang dialami sejumlah mahasiswi ini terjadi saat aktivitas pembelajaran daring atau online telah diberlakukan.

Pembelajaran sistem daring di UIN Alauddin Makassar sudah berlaku sejak awal Februari 2020.

Berdasarkan laporan di Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Alauddin Makassar, sejauh ini jumlah korban teror alat kelamin tersebut telah mencapai 12 orang mahasiswi.

Akibat kejadian itu, para korban pun harus menjalani konseling di PSGA. Karena mengalami trauma setelah mendapat teror alat kelamin tersebut.

Darussalam mengatakan, untuk kasus teror alat kelamin yang dialami sejumlah mahasiswi, telah didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Sulawesi Selatan (Sulsel). UIN Alauddin Makassar juga tidak tinggal diam melihat kasus ini.

Kampus telah mengerahkan PSGA dan tim investigasi untuk menindaklanjuti teror alat kelamin di UIN Alauddin Makassar yang telah meresahkan sejumlah mahasiswi. Apalagi, kasus tersebut juga sudah dilaporkan ke Polda Sulsel.

Apabila terbukti, pelaku yang melakukan teror alat kelamin tersebut merupakan warga kampus, UIN Alauddin Makassar akan memberikan sanksi akademik dan melaporkan sebagai tindak pidana.

"Tinggal yang sekarang itu yang kasus video call yang sementara ditelusuri," katanya.

Penjelasan Psikolog

Psikolog Klinis Dewasa Universitas Bosowa Andi Budhy Rakhmat, menanggapi empat kasus pelecehan yang terjadi di UIN Alauddin Makassar.

Ia mengatakan kasus pelecehan pemasangan kamera GoPro di toilet dan begal payudara tersebut sebenarnya bukan hal baru yang terjadi di Indonesia.

Hanya saja, kasus ini menjadi sorotan publik dikarenakan lokasi terjadinya pelecehan berada di institusi pendidikan.

Apalagi, kasus pelecehan tersebut terjadi di UIN Alauddin Makassar yang diketahui menerapkan nilai-nilai agama yang jauh lebih baik dibandingkan kampus-kampus lain.

Sebab itu, masyarakat akan berpikir bahwa orang-orang terpelajar dan terdidik yang semestinya menunjukan hal yang baik, justru melakukan perilaku-perilaku yang tidak pantas.

Terlebih lagi, pelaku yang terlibat melakukan pelecehan dari empat kasus di UIN Alauddin Makassar tersebut merupakan mahasiswa dan dosen.

Menurut Andi Budhy, dalam kasus pelecehan sebenarnya tidak memandang bulu. Semua orang pun dapat melakukan kejahatan itu.

Akan tetapi, orang yang terdidik memiliki kemampuan untuk mengontrol diri jauh lebih baik dibandingkan dengan masyarakat biasa. Dalam dunia psikolog dikenal dengan sebutan seks kontrol.

"Istilahnya kita itu, seks kontrol namanya. Jadi kemampuan kita untuk mengendalikan diri dan dapat mempertimbangkan potensi-potensi buruk yang terjadi ketika kita melakukan perilaku tersebut," kata Budhy kepada SuaraSulsel.id

Budhy mengemukakan, pada dasarnya insting atau dorongan seksual yang terjadi pada laki-laki sebenarnya sangat besar. Namun, yang dapat membatasi semua itu adalah nilai keagamaan, moral, dan norma sosial.

Sehingga, dorongan-dorongan untuk melakukan pelecehan tidak diterapkan dan hanya menjadi sebatas bayangan-bayangan saja.

Dari pengalaman Budhy selama mengajar di UIN Alauddin, ia menyebut mahasiswa yang berada di sejumlah fakultas mayoritas kebanyakan perempuan dibandingkan laki-laki.

Oleh karena itu, ia berasumsi bahwa salah satu stimulus atau perangsang terjadinya potensi pelecehan di kampus negeri tersebut banyak yang muncul akibat imajinasi liar.

Belum lagi, sejumlah mahasiswi yang memakai jilbab di kampus itu cenderung hanya sekedar menutup dan sebagai syarat dalam mengikuti pembelajaran mata kuliah saja. Tetapi, lekukan-lekukan tubuhnya masih tetap kelihatan.

"Saya juga pernah mengajar dulu di situ (UIN Makassar), dan memang masih kelihatan betisnya, kemudian jilbabnya juga jilbab segitiga. Yang kalau dia bergerak sedikit kelihatan bagian dadanya. Sedangkan yang pakai jilbab besar saja, kita yang laki-laki bisa membayangkan apa yang ada di balik itu," ungkap Budhy.

"Perilaku itu ada sifatnya juga seperti mengimitasi. Kalau misalnya, dia pernah lihat orang melakukan hal tersebut (pelecehan), dia berusaha untuk mencoba itu. Bisa saja seperti itu imajinasi liar," kata Andi Budhy.

Selain itu, potensi pelecehan juga dapat terjadi dikarenakan kurangnya pengawasan dari pihak kampus. Dimana, UIN Alauddin Makassar yang diketahui memiliki area lahan yang cukup luas, tetapi penjagaannya kurang ketat.

Namun, karena tidak memiliki cukup banyak data dan bertemu langsung dengan orang-orang yang terlibat kasus pelecehan, sehingga Andi Budhy mengaku pernyataan yang dikeluarkan itu kebanyakan asumsi dan opini.

"Penjagaannya juga tidak banyak. Biasanya cuma di pintu masuk dan keluar saja. Setahu saya, karena saya pernah ke situ dan yang saya amati begitu. Kemudian memang mahasiswa yang saya lihat dulu di situ bebas bekeliaran di kampus, kantin di belakang dan rumah-rumah penduduk. Jadi kalau dibilang dari segi kurang pengawasan mungkin iya," papar Budhy.

Budhy menjelaskan untuk bentuk-bentuk pelecehan sejatinya memiliki tingkatan. Dari empat kasus pelecehan di UIN Alauddin Makassar yang terekspos, tiga diantaranya, yaitu pemasangan kamera GoPro di toilet wanita, begal payudara, pelecehan oknum CPNS Dosen terhadap mahasiswa masuk dalam kategori pelecehan seksual.

"Pelecehan itu punya banyak tingkatan sebenarnya. Mulai dari odo-odo, misalnya dirazia perempuan sebenarnya sudah pelecehan juga. Kemudian memegang tangan juga itu pelecehan. Pegang tangan yang dimaksud itu kalau dalam bahasa bugis kobbi-kobbi. Dan sampai pada tingkatan tertinggi adalah dengan melakukan pemerkosaan," jelas dia.

Khusus untuk kasus teror alat kelamin melalui panggilan video, kata Budhy, dalam ilmu psikolog dikenal dengan sebutan exhibitionisme atau gangguan seksual.

Orang yang mengalami gangguan seksual ini biasanya memperlihatkan alat kelaminnya kepada lawan jenis. Demi mendapatkan semacam kepuasan seksual.

"Tapi dia tidak berani menyerang secara fisik atau memperkosa dan sebagainya. Tetapi kepuasan itu lebih banyak dia dapat dengan memperlihatkan kelaminnya itu. Walaupun sebenarnya dari jauh. Jadi dia buka celananya dan memperhatikan objek yang dia sasar," katanya.

Diduga masih ada kasus yang belum terungkap

Dengan adanya empat kejadian ini, Andi Budhy menduga masih ada kasus pelecehan yang belum terekspos. Karena para korban tidak mau melapor akibat takut menanggung malu.

Karena itu, ia berharap pihak kampus dapat membuat regulasi. Tujuannya, adalah agar mahasiswa di UIN Alauddin khususnya perempuan dapat terlindungi.

"Tidak menuntut kemungkinan banyak kasus yang tersembunyi karena orang-orang yang mengalami pelecehan itu tidak mau menyampaikan. Mungkin karena aib dan malu sebagainya," katanya.

Wakil Rektor III UIN Alauddin Makassar Bidang Kemahasiswaan, Darussalam menyatakan dari keempat kasus yang terjadi tersebut semuanya pun sudah ditindaki pihak kampus.

Bahkan, dari empat kasus yang terjadi di UIN Alauddin Makassar, tiga diantaranya pun diklaim sudah diselesaikan oleh pimpinan kampus.

Kontributor : Muhammad Aidil

Load More