Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Minggu, 27 September 2020 | 08:21 WIB
Pernikahan dua bocah yang masih duduk di bangku kelas 1 SMA tersebut viral di media-media sosial. [Facebook/Yuni Rusmini]

SuaraSulsel.id - Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Lombok Timur berhasil menggagalkan kawin culik anak dibawah umur. Pernikahan antara RA 13 tahun kelas VII SMP dengan HI (17) tahun.

"Alhamdulillah RA dan HI berhasil kita pisah. Yang perempuan sudah kami titip di Lembaga Al-Anshory Jerowaru," ujar Ketua UPTD PPA Lotim, Nurhidayati, Sabtu (26/9).

Dikatakan Nurhidayati, penitipan itu direncanakan sampai waktu yang tidak ditentukan.
Lembaga Al-Anshory juga telah menyediakan sekolah hingga jenjang SMA. Sehingga anak tersebut bisa melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih atas.

Adapun pihak kelurga perempuan menerima dengan ikhlas. Namun pihak keluarga laki-laki diminta untuk membayar denda karena telah membawa anaknya dan membuat surat perjanjian.

Baca Juga: Anak Buah Prabowo Pukuli Pohon Pisang: Pagi-pagi Om Dewan Ngegym Dulu Guys

"Dendanya Rp 2 juta dan membuat perjanjian yang isinya akan bertanggung jawab bila di kemudian hari akibat dilarikan atau dibawanya anak tersebut terjadi kehamilan," katanya.

Adapun yang sering menjadi kendala pihak PPA Lombok Timur untuk menggagalkan pernikahan dini tersebut, dikarenakan pihak keluarga perempuan merasa malu jika anaknya dikembalikan. Selain itu para tokoh adat setempat tidak terima.

"Dari tokoh adat yang tua-tua biasanya keberatan, tapi kalau aparat Kadus, Kades sudah kita pegang dan ingatkan mereka tidak boleh diproses. Lama-lama mengalah juga walau dengan emosi dan konsekwensinya perjanjian," ungkapnya.

PPA Lombok Timur mencatat sebanyak 16 kasus pernikahan dini di Lombok Timur tahun ini. Empat kasus diantaranya berhasil digagalkan.

Panitra Muda Hukum PA Selong Kelas I B Kasim mengatakan, dari Januari hingga Agustus 2020, PA Selong telah menerima permohonan dispensasi perkawinan pasangan di bawah umur sebanyak 24 permohonan.

Baca Juga: Bisa Bikin Anak Alergi, Lakukan 3 Langkah Membasmi Tungau Debu di Rumah

Sebanyak 22 diantaranya sudah dikabulkan dan dua lainnya masih dalam proses persidangan.

”Rata-rata umur pasangan yang mengajukan dispensasi itu dari 17 tahun sampai 18 tahun,” ucap Kasim saat ditemui di Kantor PA Selong.

Dikatakannya, permohonan dispensasi pada tahun 2020 ini lebih tinggi dari pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2019 permohonan dispensasi pernikahan di bawah umur mencapai 37 permohonan dan hanya 14 permohonan yang dikabulkan.

Sedangkan pada tahun 2020 sudah tercatat 24 permohonan yang diterima dan baru 22 yang dikabulkan.

“Bulan April dan Mei pelayanan di Kantor PA sempat kami tutup akibat Covid-19, sehingga pada bulan tersebut permohonan dispensasi tidak ada,” ucapnya.

Pengajuan permohonan dispensasi yang diterima oleh PA Selong Kelas I B rata-rata didasari karena sudah saling cinta. Sehingga para pasangan tersebut bersikeras untuk melangsungkan pernikahan.

Dikatakan Kasim, pengajuan dispensasi juga dikarenakan oleh faktor adat kawin culik yang ada di Lombok. Jika pernikahan tersebut dibatalkan oleh pihak keluarga perempuan, maka akan menimbulkan kecurigaan di tengah masyarakat, sehingga para orang tua, mau tidak mau harus menikahkan anaknya.

Salah seorang Tokoh Adat Lombok Timur, Lalu Selamet menambahkan, saat ini pernikahan dini kerap menjadi persoalan di Majlis Adat Lombok Timur.

Terutama pernikahan dini yang coba digagalkan, karena akan menimbulkan perselisihan di tengah masyarakat dan akan menjadi aib bagi keluarga perempuan.

"Persoalan itu memang kerap menjadi persoalan kami dari Majlis Adat. Kami juga berupaya untuk menghindari praktik pernikahan dini ini," ujar Selamet.

Mantan Bendahara Majlis Adat Lotim itu menambahkan, terkait masalah belas atau menggagalkan pernikahan dini tersebut, kerap menjadi persoalan di tengah masyarakat.

Majelis Adat juga membolehkan dibatalkannya atau dibelasnya pernikahan dini tersebut dengan catatan, adanya kesepakatan dan bisa diterima antara kedua pihak keluarga.

"Inilah yang coba kita tangani jangan sampai terjadi. Karena kita lihat dampak pernikahan dini ini akan mengakibatkan banyak anak yang terlahir stunting, itulah yang kami jelaskan kepada masyarakat kita ini," jelasnya.

Ia menambahkan, pernikahan dini atau dikenal dalam bahasa Lombok dengan sebutan Merariq Kodeq, memang sudah ada dari jaman dahulu. Bahkan sedini mungkin sudah dijodohkan. Namun tidak bisa melangsungkan pernikahan begitu saja.

Dimana mereka harus menunggu batas waktu yang sudah ditentukan dan benar-benar sudah menginjak usia dewasa untuk bisa melangsungkan pernikahan.

"Adat juga sebetulnya tidak sepaham dengan pernikahan dini, dan ini harus kita berantas," katanya.

Ia melanjutkan, adat tidak membolehkan adanya praktik pernikahan dini. Namun adat juga menghindari adanya belas atau penggagalan, karena hal tersebut membuat aib di tengah masyarakat.

Adapun pihak adat sendiri mendorong Pemerintah Desa atau Kelurahan untuk membuat awiq-awiq tentang pernikahan dini. Hal ini guna meminimalisir peraktek pernikahan dini di Lotim.

Karena dirinya menilai adat kini sudah mulai tergerus dengan pengaruh globalisasi saat ini. Sehingga banyak anak-anak muda yang salah kaprah dan salah mengartikan adat dan budaya sebetulnya.

Dirinya berharap kepada pihak keluarga untuk memberikan pembinaan terhadap anak-anak muda mereka, terhadap dampak dari pernikahan dini.

"Peran keluarga ini sangat penting, untuk memberikan pemahaman kepada anak-anak kita," tandasnya.

Load More