- DPRD Sulsel mengevaluasi ulang izin PT GMTD sejak 1991 karena kontribusi dividen yang diterima Pemprov hanya Rp6 miliar, dianggap sangat kecil.
- Terdapat dugaan manipulasi dividen dan pengalihan fokus bisnis GMTD dari pariwisata menjadi properti penjualan lahan.
- DPRD akan memanggil GMTD untuk klarifikasi dan mempertimbangkan opsi hak angket terkait minimnya kontribusi perusahaan tersebut.
"Ini sudah melenceng dari SK Gubernur. Izin awal itu untuk pariwisata, tapi sekarang fokus ke perumahan," ujar Kadir.
Ia juga menyinggung kemunculan perusahaan lain yang diduga terkait GMTD, yakni PT Makassar Permata Sulawesi.
Perusahaan inilah yang disebut-sebut menjual sebagian lahan GMTD.
"Seakan-akan GMTD hanya nama saja. Ada perusahaan lain yang bekerja menjual lahan milik GMTD. Ini yang kami sebut manipulasi," katanya.
Baca Juga:16 Tahun Disimpan Rapat: Kisah Pilu RR Korban Pelecehan Seksual di Kantor PLN
Opsi Hak Angket
Sebagai bentuk pengawasan, DPRD Sulsel akan memanggil GMTD untuk memberikan klarifikasi.
Mekanisme rapat dengar pendapat hingga penggunaan hak angket menurut Kadir terbuka untuk dipertimbangkan.
"Inilah yang akan kami telusuri. Jangan masyarakat Sulsel dirugikan. GMTD itu bagus awalnya, tapi setelah perusahaan besar masuk, saham pemerintah malah tergerus," katanya.
Saat ini agenda DPRD masih padat. Termasuk rapat paripurna, pengawasan, dan rapat Badan Anggaran di Jakarta. Setelah rangkaian agenda itu selesai, pemanggilan GMTD akan dijadwalkan.
Baca Juga:9 Orang Terombang-ambing di Selat Makassar Diselamatkan Kapal Perang TNI AL
Sekretaris Daerah Pemprov Sulsel, Jufri Rahman juga membenarkan bahwa kontribusi dividen GMTD kepada pemerintah daerah sangat minim.
Bahkan pernah ada periode ketika dividen tidak disetor sama sekali dengan alasan pandemi Covid-19.
"Saham kita saat GMTD baru dibangun cukup besar, tapi setiap tahun terdelusi karena Lippo terus tambah modal. Sementara Pemprov kesulitan menambah modal, sehingga saham kita berkurang," jelasnya.
Namun, Jufri menilai alasan pandemi tidak sepenuhnya relevan karena sektor perumahan tetap berjalan.
"Meski Covid, kan tetap ada yang beli rumah. Artinya ada uang masuk," ujarnya.
Kondisi itu yang membuat Pemprov meminta pendampingan Jaksa Pengacara Negara (JPN).