MK Ubah Aturan: Sekolah Swasta Kini Gratis! Lalu, Nasib Guru Swasta Bagaimana?

Putusan Mahkamah Konstitusi mengubah arah pembiayaan pendidikan dasar di Indonesia

Muhammad Yunus
Kamis, 29 Mei 2025 | 08:47 WIB
MK Ubah Aturan: Sekolah Swasta Kini Gratis! Lalu, Nasib Guru Swasta Bagaimana?
Potret siswa SD di SDN Mangkura, Kota Makassar, Sulawesi Selatan [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara]

"Sekolah swasta juga dibantu. Itu bagus. Tapi masalahnya, sebagian besar guru dan staf kami bukan PNS. Mereka digaji oleh yayasan, dan biayanya cukup besar," kata Syamril.

Menurutnya, selama ini Athirah memang tidak hanya mengandalkan iuran siswa. Ada dukungan dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang disalurkan pemerintah.

Tapi jika aturan baru ini melarang pungutan, sementara pemerintah tidak bisa menutupi kebutuhan dasar sekolah swasta, terutama untuk gaji SDM, maka akan muncul masalah baru.

"Kalau standar biaya per anak sesuai kebutuhan yayasan, itu tidak masalah. Akan jadi masalah kalau pemerintah tidak mampu memenuhi standar yang layak atau wajar. Dan saat yang sama tidak boleh memungut lagi. Biaya SDM akan kekurangan," sebutnya.

Baca Juga:Guru Ngaji Ditangkap Densus 88 di Gowa: Diduga Terlibat Terorisme dan Simpan Bom Rakitan?

Dari data yang tersedia, di Sulawesi Selatan saat ini terdapat 448 SMP swasta, dengan rincian 71 terakreditasi A, 184 B, dan 148 C. Sisanya memiliki sertifikasi ISO 9001, tetapi belum terakreditasi nasional.

Di sisi lain, jumlah SMP negeri mencapai 1.699 sekolah, jumlah yang jauh lebih besar.

Sayangnya, data mengenai jumlah SD swasta di Sulawesi Selatan masih belum tersedia secara lengkap.

Sedangkan SD Negeri di 24 kabupaten/kota mencapai 10.964 sekolah.

Namun, yang pasti, kebijakan ini akan berdampak besar, pada ribuan satuan pendidikan yang selama ini dikelola oleh masyarakat atau yayasan.

Baca Juga:Guru Ngaji Predator Anak di Makassar Ditangkap! Ini Jumlah Korban Sejak Tahun 2000

Putusan MK memang telah mengetuk palu keadilan. Namun, implementasi di lapangan akan sangat bergantung pada bagaimana pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota membagi peran dan beban.

Tanpa regulasi teknis yang mengatur pembiayaan dan mekanisme distribusinya, semangat gratiskan sekolah bisa tersandung realitas anggaran dan kompleksitas birokrasi.

Sementara itu, para kepala sekolah, yayasan, dan guru terutama di sekolah swasta kecil juga masih menunggu. Apakah ini awal dari pemerataan pendidikan, atau justru awal dari ketimpangan baru.

Sebab, jika kebijakan ini diimplementasikan tanpa hitungan matang, sorotan terhadap kesenjangan biaya antara sekolah negeri dan swasta bisa makin tajam.

Terutama pada aspek gaji guru, operasional harian, dan standar mutu pendidikan yang selama ini sangat bergantung pada kemampuan pembiayaan masing-masing sekolah.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini