SuaraSulsel.id - Ramadhan selalu jadi momen yang dinanti setiap tahun. Seperti biasanya, bagi yang beragama muslim wajib menjalankan ibadah puasa di bulan penuh berkah ini.
Tujuan puasa sebagaimana disebutkan dalam Al Qur'an surah Al-Baqarah:183, supaya kita menjadi orang yang bertakwa. Takwa dimaknai sebagai sikap patuh, mengikuti apa yang diperintahkan Allah SWT, dan meninggalkan apa yang dilarangNya.
Kewajiban berpuasa yang sebentar lagi umat muslim laksanakan juga dinantikan dengan sukacita oleh keluarga dan pasangan yang berbeda agama.
Bagi mereka, ibadah puasa merupakan momentum untuk saling menghargai keyakinan dan berbuat kebaikan. Komitmen itu mereka wujudkan dan aplikasikan dalam hidup sehari-hari.
Baca Juga:BRI Hadirkan Promo di Berbagai Merchant, Siap Penuhi Kebutuhan Masyarakat Sepanjang Ramadan
Seperti yang dirasakan pasangan berbeda agama, Astika Febiola (38) dan Harun Pratama (39). Sudah delapan tahun mereka menikah. Astika umat katolik, sementara Harun beragama muslim.
Astika mengaku selalu mendukung dan menemani Harun menjalani ibadah puasa. Ia sangat antusias tiap kali menyiapkan hidangan sahur ataupun berbuka untuk sang suami.
"Apalagi pas sahur pertama bahagia banget rasanya bangun subuh masak dan temani suami makan walau saya tidak ikutan puasa," ujarnya dengan ekspresi tertawa, Kamis, 7 Maret 2024.
Sikap toleransi itu sudah mereka tetapkan sejak masih berpacaran. Astika mengaku sudah delapan tahun bagi mereka menjalani ramadhan bersama.
Meski berbeda keyakinan, Astika sangat mendukung sang suami termasuk dalam hal ibadah di bulan suci ramadhan. Seperti mengingatkan untuk sholat lima waktu dan menjalani tarawih di masjid.
Baca Juga:BRI Tebar Banyak Promo Menarik di Puluhan Merchant Ternama Selama Bulan Ramadan
"Sejak pacaran kami sudah berkomitmen agar tidak mempersoalkan keyakinan. Kalau bulan puasa saya yang mengambil peranan lebih besar, saat natal, Harun juga selalu terlibat. Jadi walau menganut keyakinan berbeda, saya turut merasakan suka cita ramadhan dan idul fitri setiap tahunnya," ucapnya.
Begitu pun saat momen idul fitri tiba. Astika selalu sibuk menyiapkan kebutuhan untuk menyambut lebaran. Tidak hanya dari keluarga suami saja, melainkan keluarganya juga turut serta.
"Saat lebaran misalnya. Itu kedua pihak keluarga kita sampai bikin seragam," tutur Astika.
Hal yang sama dialami Nur Fatimah (25), salah satu karyawan di kota Makassar, Sulawesi Selatan. Sudah hampir lima tahun ia tinggal bersama sepupunya yang beragama kristen.
"Saya selalu disiapkan makanan dan dibangunkan untuk sahur selama puasa," ungkapnya.
Begitu juga saat berbuka puasa. Nur mengaku mereka punya kebiasaan untuk berburu takjil bersama-sama menjelang berbuka.
Ia menuturkan walau berbeda keyakinan, sepupunya bisa bersikap netral. Mereka tidak pernah membahas soal keyakinan dan memajang simbol-simbol agama di dalam rumah.
"Tidak ada simbol (seperti salib dan lukisan). Saya juga diberi tempat untuk sholat di rumah dan dibelikan hadiah ketika lebaran," ucapnya.
Nur mengaku bersyukur punya keluarga yang menjunjung tinggi toleransi beragama. Apalagi, ia lahir dari orang tua yang dulunya juga pernah berbeda keyakinan.
"Saya lahir dan tumbuh dewasa di keluarga yang berbeda agama. Dari situ saya belajar, mau islam atau kristen sama-sama mengajarkan untuk tetap berbuat baik kepada siapapun," ucapnya.
Dari kisah pasangan Astika dan Harun, dan Nur Fatimah mengajarkan kita bagaimana hidup berdampingan dengan perbedaan. Semangat kerukunan itu pula yang semestinya perlu terus dibangun oleh semua pihak.
Sebab, ibadah ramadhan 1445 H/2024 yang akan dilaksanakan sebentar lagi dan bertepatan dengan Hari Nyepi akan jadi momentum penting bagi semua umat beragama untuk menunjukkan kekhusukan beribadah dengan tetap menjaga kerukunan dan persaudaraan.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing