Seiring dengan ekspansi Belanda yang bermaksud menguasai Nusantara, termasuk Bone, maka istana Petta Ponggawae jatuh ke tangan Belanda dan dijadikan sebagai markas tentara. Selain itu, difungsikan sebagai penginapan untuk tamu Belanda.
Dari situlah kemudian istana ini dikenal dengan nama Bola Soba’, yang berarti rumah persahabatan. Tempat ini juga pernah difungsikan sebagai istana sementara Raja Bone pada masa pemerintahan Raja Bone ke-31, La Mappanyukki dan menjadi markas Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS), menjadi asrama TNI pada tahun 1957, hingga kemudian dijadikan sebagai bangunan peninggalan purbakala.
3. Istana Kerajaan Datu Luwu
Istana kerajaan Datu Luwu terletak di Kota Palopo, Sulawesi Selatan. Istana ini dibangun oleh raja Andi Djemma Datu pada tahun 1920-an.
Baca Juga:Viral Cowok Nangis Gegara Listrik Padam di Pangkep Sulsel: Belasan Ikan Koi Jumbo Mati
Awalnya, istana Datu Luwu merupakan Saoraja atau rumah kayu dengan jumlah tiang 88 buah. Namun bangunan itu dibakar dan diratakan oleh pemerintah Belanda, lalu dibangun kembali dengan arsitektur khas eropa.
Bangunan permanen dibangun dengan arsitektur Eropa oleh Pemerintah Kolonial Belanda untuk mengambil hati penguasa kerajaan. Namun, oleh bangsawan Luwu malah dianggap sebagai cara untuk menghilangkan jejak sejarah.
Dulu, kerajaan Luwu sangat dihormati dan disegani oleh kerajaan-kerajaan lain di Indonesia. Sebab kerajaan ini menjadi pusat pengendalian wilayah kesultanan di Sulawesi.
4. Istana Langkanaya Marusu
Istana "Langkanaya" Marusu terletak di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Istana ini didirikan oleh Raja Maros ke-IV, I Mappasomba Daeng Nguraga.
Baca Juga:Kisah Mantan Penjual Racun Tikus Jadi Gubernur Sulawesi Selatan
Sama seperti istana pada umumnya di Sulawesi Selatan, istana ini juga berbentuk rumah panggung dengan panjang 12 Paddaserang atau rangkaian rumah.
Dalam hitungan normal, rumah biasa 1 paddaserang panjangnya hanya 3-4 meter, tetapi untuk Langkanaya punya panjang 12x9 meter, lebih panjang dari sebuah lapangan sepakbola.
Istana Langkanaya terbentang dari Selatan ke Utara membentang di atas Sungai Maros. Tiang tengahnya dikenal dengan sebutan Langotinga (Pocci Balla atau Posibola). Sebagai tandanya ada tumbuh sebuah pohon Bidara yang masih ada hingga sekarang ini.
Istana inilah yang diwariskan turun temurun sejak I Mappasomba Daeng Nguraga Karaeng Patanna Langkana ke anak cucunya yang ditempati terakhir oleh Karaengta Barasa atau Raja Maros VII.
Konon, sejarah berdirinya istana ini saat istri I Mappasomba menginginkan sebuah rumah yang besar. Berangkatlah ia ke kaki gunung Bawakaraeng untuk berdoa dan bermunajat.
Raja lalu menancapkan tongkatnya ke tanah hingga keluar semburan air. Ia menarik lagi tongkatnya sambil berjalan melalui hutan belantara dan melintasi kolong rumahnya sampai ke lepas pantai.