SuaraSulsel.id - Akhir tahun 1975 lalu, AKBP (Purn) Suryadi diterjunkan dalam Operasi Seroja di Timor Timur. Usianya masih 19 tahun kala itu.
Suryadi masih ingat betul pengalaman pertamanya berada di medan perang. Ia bergabung dengan ABRI dan hanya mengikuti pendidikan selama tiga bulan sebelum diberangkatkan dari pelabuhan Parepare ke Timor Timur.
"Kita hanya dilatih sekitar tiga bulan sebelum diberangkatkan. Saya masuk kompi 36 sekitar 120 orang, yang pertama berangkat dari sini (Sulawesi Selatan)," kata Suryadi saat diwawancarai Selasa, 15 Agustus 2023.
Suryadi bergabung dalam Kompi 36, yang dipimpin oleh komandan tempur Pieter Sambo, paman dari mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo. Penempatannya di Kabupaten Baucau saat itu masih berstatus distrik.
Baca Juga:Sunat Hukuman Sambo Cs, MA Sudah Kirim Salinan Putusan Kasasi ke PN Jaksel
Mantan Kasubdit di Polda Sulsel itu mengaku masuk ke wilayah Timor Timur lewat jalur laut. Saat itu wilayah Baucau sudah bergejolak.
"Dan sebagai prajurit, kami hanya ikut perintah komandan pasukan, Jenderal Pieter Sambo. Saat itu masih kolonel. Kita berjaga dan lakukan patroli," tuturnya.
Suryadi mengaku itu adalah pengalamannya yang paling berkesan selama menjadi anggota polisi. Seperti berada di antara hidup dan mati.
Ia mendengar bunyi tembakan dimana-mana. Lengah sedikit bisa jadi korban.
"Ya namanya daerah perang, tidak ada enaknya. Tiap hari kita lihat mayat. Itu yang tidak bisa dilupakan," kenangnya.
Lelah sekali rasanya, kata Suryadi. Sudah tidak tidur berhari-hari, mereka juga jarang makan.
"Makannya apa saja yang ditemui. Buah-buahan di hutan, seperti jambu biji itu. Nanti dapat makan setelah ada bantuan ransum dari pusat lewat udara," ungkap Suryadi.
Saat itu ada tiga kelompok yang berperang, yakni UDT yang ingin merdeka di bawah Portugis, Fretilin yang ingin merdeka sendiri, dan Apodeti yang ingin bergabung dengan Indonesia.
Puncak perang terjadi saat kelompok Fretilin melakukan serangan. Mereka dilengkapi dengan senjata laras panjang dan melancarkan tembakan ke pos jaga.
Kata Suryadi, strategi balasan harus diatur betul dengan sebaik-baiknya. Sebelum memukul mundur musuh dengan tembakan peluru.
"Harus hati-hati betul karena kita ditembaki dari (arah) mana saja," jelasnya.
Suryadi juga bertugas mengamankan dan memeriksa pengungsi dari Timor Timur yang hendak masuk ke Nusa Tenggara Timur. Di perbatasan, warga diperiksa dengan ketat apakah membawa senjata tajam atau tidak.
Namun, ia bersyukur setelah hampir satu tahun ditugaskan di operasi Seroja, Suryadi bisa pulang ke kota Makassar, Sulawesi Selatan dengan kondisi selamat. Namun, ia cukup sedih sebab harus menyaksikan tujuh orang temannya yang wafat di medan tempur.
Suryadi pensiun dengan pangkat AKBP pada tahun 2014 lalu. Saat ini aktif di organisasi legiun veteran RI Sulawesi Selatan.
Diketahui, Operasi Seroja adalah operasi militer berskala besar yang pernah dilakukan oleh Indonesia pada tahun 1975-1976. Perang ini diawali oleh revolusi anyelir yang melanda banyak wilayah koloni Portugis, termasuk Timor Timur.
Sebelum terbagi ke dalam faksi, wilayah ini bernama Timor Portugis. Partai Uniao Democratica Timorense (UDT) ingin Timor Portugis tetap menjadi wilayah Portugis dan Indonesia.
Sedangkan Frente Revolucionária de Timor-Leste Independente (Fretilin) ingin Timor Portugis merdeka sendiri. Sementara, Associação Popular Democrática de Timor (Apodeti), Partido Trabalhista, dan Klibur Oan Timor Aswain ikut seperti UDT.
Kondisi ini direspon serius oleh militer Indonesia. Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Maraden Panggabean kala itu mengeluarkan keputusan untuk menggelar operasi militer pada 4 Desember 1975.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing