SuaraSulsel.id - Kuasa hukum terdakwa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat Paniai di Papua, Syahrir Cakkari, meminta hakim membebaskan kliennya. Ia menilai tuntutan dan dakwaan jaksa di pengadilan tidak terbukti.
Hal tersebut dikatakan Syahrir saat mengajukan pledoi atau pembelaan ke majelis hakim di pengadilan Negeri Makassar, Senin, 28 November 2022.
"Inti dari persoalan ini tidak bisa ditemukan dan tidak bisa dibuktikan selama proses persidangan. Jadi kami meminta kepada majelis hakim untuk membebaskan terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu dari semua tuntutan maupun dakwaan jaksa," ujat Syahrir.
Ada beberapa poin pembelaan yang diajukan kuasa hukum Isak Sattu. Diantaranya, Isak disebut tidak terlibat langsung penyerangan tersebut.
Baca Juga:Ini Pasal RKUHP Seks Diluar Nikah dan Kumpul Kebo jika Resmi Disahkan
Terdakwa juga tidak merencanakan menyerang penduduk sipil. Kejadian saat itu hanya bersifat insidentil.
Isak disebut hanya membela diri saat koramil diserang. Kasus ini juga tidak meluas.
"Oleh karena itu, syarat untuk pengadilan (pelanggaran HAM berat) itu tidak bisa dipenuhi. Sehingga dakwaan jaksa ataupun tuntutan itu tidak bisa dibuktikan secara sah dan meyakinkan," tegas Syahrir.
Fakta lain juga terungkap di persidangan. Kata Syahrir, dari hasil pemeriksaan tim investigasi terhadap sejumlah korban, tidak diketahui hingga kini siapa pelakunya.
Begitupun untuk jenis senjata api yang mengenai korban. Serpihan logam yang ditemukan di salah satu tubuh korban tidak sesuai.
Baca Juga:Cegah Tafsir Subjektif, NasDem Usul Frasa Penghinaan Pemerintah dalam Pasal 240 RKUHP Diganti Fitnah
"Menurut keterangan ahli forensik, serpihan logam itu, tidak ada yang identik dengan semua senjata yang dimiliki oleh semua kesatuan yang ada di sana ketika itu," jelasnya.
"Oleh karena itu, kita melihat sepanjang persidangan pemeriksaan perkara ini, fakta-fakta menunjukkan bahwa tuduhan pembunuhan secara sistemik dan meluas untuk dibawa sebagai peradilan HAM berat tidak terbukti secara dan menyakinkan," kata Syahrir.
Sebelumnya, Mayor Inf (purn) Isak Sattu, terdakwa kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dituntut 10 tahun penjara. Pembacaan tuntutan dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) Erryl Prima Putra Agoes.
Dalam tuntutan, mantan Perwira Penghubung Kodim 1705/Paniai, Papua itu disebut secara terbukti dan sah dianggap bersalah. Karena melakukan tindak pidana HAM yang berat.
"Menyatakan Mayor Inf. Isak Sattu telah terbukti secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana pelanggaran HAM berat berupa kejahatan kemanusiaan," ungkap Erryl di ruang sidang Bagir Mannan, Pengadilan Negeri Makassar, Senin, 14 November 2022 lalu.
JPU mendakwa Sattu dengan pasal berlapis. Dakwaan ke satu, terdakwa dianggap melanggar pasal 152 ayat 1 huruf a dan b jo pasal 7 b, pasal 9 a, pasal 37 UU Nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM.
Kemudian, dakwaan kedua pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Isak Sattu, oleh karenanya dengan hukuman penjara selama 10 tahun. Menetapkan terdakwa membayar biaya perkara Rp5 ribu," ujar jaksa.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing