SuaraSulsel.id - Perhelatan Piala Dunia 2022 Qatar akhirnya resmi dibuka pada Minggu petang di Stadion Al Bayt, Al Khor, sekira 35 kilometer dari Doha.
"Selamat datang di Qatar. Selamat datang di Piala Dunia. Selamat merayakan sepak bola, sebab sepak bola menyatukan dunia," demikian ucap Presiden FIFA Gianni Infantino, sesaat sebelum mempersilakan para pemain Ekuador dan tuan rumah Qatar memasuki lapangan.
Sebelum Infantino bangkit dari kursi VVIP dan menyampaikan sambutan singkatnya, upacara pembukaan digelar sarat kemeriahan di tengah lapangan Stadion Al Bayt.
Mantan bek tim nasional Prancis, Marcel Desailly, keluar dari lorong pemain membawa serta trofi Piala Dunia yang pada 2018 lalu diraih oleh para penerusnya di Les Blues.
Baca Juga:Penipuan Tiket Online Incar Piala Dunia Qatar
Kedatangan Desailly meletakkan trofi Piala Dunia di tepi lapangan Stadion Al Bayt, praktis menjadi gong dimulainya prosesi pembukaan.
Kain hitam digelar menutupi permukaan rumput Stadion Al Bayt dan lampu-lampu mati digantikan permainan cahaya didampingi narasi suara khas aktor kawakan Morgan Freeman tentang perkenalan.
Freeman belakangan berbincang dengan penyandang disabilitas sekaligus filantropis kesohor asal Qatar, Ghanim Al Muftah, membicarakan tentang menjembatani perbedaan salah satunya melalui sepak bola.
"Apa yang menyatukan kita jauh lebih besar dibandingkan yang memecah belah kita. Kita semua adalah satu suku besar dan Bumi adalah tenda kita bersama. Bersama-sama kita bisa mengajak semua orang bersatu," kata Freeman sembari duduk lesehan di hadapan Al Muftah yang hidup tanpa kaki.
Perbincangan antara Freeman dan Al Muftah merupakan babak pertama dari pentas keseluruhan upacara pembukaan yang diberi tajuk "Leta 'Arafo" atau "Mengenal Satu Sama Lain" oleh sang sutradara Ahmad Al Baker, produser film sekaligus CEO dari rumah produksi Katara Studios.
Baca Juga:Fakta Menarik Pertandingan Senegal vs Belanda
Prosesi pembukaan berlanjut dengan babak kedua yakni Chants of Nations, di mana boneka-boneka dengan jersey 32 tim peserta serta bendera masing-masing menyeruak memasuki tengah lapangan Stadion Al Bayt.
Babak ketiga dari prosesi pembukaan diwarnai dengan pemutaran medley lagu-lagu Piala Dunia edisi sebelumnya, termasuk "La Copa de la Vida" yang dipopulerkan Ricky Martin sebagai lagu tema Piala Dunia 1998 Prancis dan "Waka Waka (This Time for Africa)" dipopulerkan Shakira sebagai lagu tema Piala Dunia 2010 Afrika Selatan.
Kemudian satu per satu dari para maskot Piala Dunia edisi terdahulu juga satu per satu memenuhi lapangan Stadion Al Bayt, sampai kemudian La'eeb si maskot Piala Dunia 2022 Qatar melayang-layang dalam tampilan visual hingga mewujud menjadi balon putih besar bersorban.
Sajian berikutnya, boleh jadi merupakan penampilan yang paling ditunggu-tunggu dalam upacara pembukaan Piala Dunia 2022, termasuk oleh mereka yang menyaksikan dari layar kaca maupun gawai masing-masing di berbagai belahan dunia.
Pasalnya, penyanyi anggota boyband Korea Selatan Jungkook mengambil alih panggung untuk menampilkan "Dreamer" salah satu lagu tema Piala Dunia 2022, bersama penyanyi Qatar Fahad Al Kubaisi.
Selepas penampilan Jungkook yang megah, Freeman kembali menyampaikan monolog, kali ini menegaskan bahwa sepak bola punya peranan besar dalam menjembatani berbagai negara di dunia dan melarutkan perbedaan.
"Ini adalah seruan untuk seluruh dunia. Sepak bola menyatukan semua orang dan negara. Ada segaris harapan dan penghormatan yang sama. Sepak bola membuat dunia semakin luas, menyatukan negara-negara atas dasar kecintaan pada olahraga ini," kata Freeman.
Menutup prosesi pembukaan, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani menyampaikan sambutannya, menyerukan bahwa Piala Dunia 2022 menandai terbukanya pintu komunikasi yang manusiawi dan beradab di negaranya.
Freeman, Jungkook, Al-Thani, hingga Infantino, semua bersuara untuk menyatakan bahwa di bawah naungan Stadion Al Bayt yang dibangun meminjam inspirasi tenda tradisional Suku Badawi, Piala Dunia 2022 resmi dibuka.
Hitam putih
Laiknya interior Stadion Al Bayt yang dipenuhi aksen warna hitam putih sebagaimana tenda bayt al sha'ar, pandangan dunia kerap kali juga terlampau hitam putih tiap membicarakan Piala Dunia 2022 Qatar.
Prosesi pembukaan dilangsungkan nyaris genap 12 tahun berlalu sejak pendahulu Infantino, Sepp Blatter, mengumumkan kemenangan Qatar dalam pencalonan tuan rumah Piala Dunia 2022.
Sejak itu, Blatter sudah dicopot dari jabatannya per 2015 karena terlibat skandal dugaan korupsi di FIFA, termasuk di dalamnya dugaan suap untuk pencalonan tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022.
Penunjukkan Qatar juga praktis memaksa Piala Dunia untuk pertama kalinya dilangsungkan pada musim dingin, demi mengantisipasi suhu dan cuaca yang terlampau panas bagi para pesepak bola.
Gelombang kritik terbesar muncul dari berbagai laporan media Barat yang menyebut bahwa Qatar menabrak banyak hak asasi manusia dalam proyek pembangunan stadion-stadion Piala Dunia 2022.
Surat kabar Inggris, The Guardian, bahkan mengklaim dalam laporannya bahwa setidaknya 6.500 orang pekerja migran dari Asia Selatan meninggal dalam proses pembangunan stadion-stadion Piala Dunia.
Laporan tersebut memantik kritik yang semakin deras terhadap penyelenggaraan Piala Dunia 2022 Qatar, menambah sorotan perlakuan diskriminatif terhadap perempuan serta komunitas LGBTQ.
Namun, Infantino pasang badan untuk Qatar menyebut bahwa kritik yang datang dari Barat tak ubahnya sebuah "kemunafikan" senada dengan pejabat negeri itu sendiri yang merasa menjadi sasaran "rasisme" dan "standar ganda".
Infantino begitu yakin bahwa yang dilakukan dunia Barat terhadap Qatar adalah sebuah ketidakadilan paripurna sebagaimana ia sampaikan dalam jumpa pers pembukaan Piala Dunia di Doha, Sabtu (19/11) kemarin.
"Pemberian pelajaran moral ini begitu sepihak dan hanyalah kemunafikan. Saya tidak pada posisi untuk memberi pelajaran hidup kepada Anda, tetapi apa yang terjadi ini teramat sangat tidak adil," kata Infantino.
Meski sehari kemudian Infantino meyakini bahwa sepak bola adalah pemersatu dunia, agaknya ia tak bisa memungkiri bahwa di matanya upaya Qatar menyelenggarakan Piala Dunia 2022 sebagai sesuatu yang putih, tetapi bagi kritikus barat sebuah hal yang hitam pekat.