SuaraSulsel.id - Oknum guru diduga tekah menganiaya 11 orang siswa dilaporkan ke polisi.
Mengutip Gopos.id -- jaringan Suara.com, guru tersebut mengajar di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Buntulia, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo.
Dugaan penganiayaan terhadap 11 orang siswa yang duduk di kelas 10 dan kelas 11 terjadi setelah pelaksanaan upacara bendera.
Pemicunya guru tersebut merasa kesal terhadap para siswa yang terlambat datang ke sekolah dan tak mengikuti upacara bendera.
Namun tindakan oknum guru tersebut dianggap berlebihan. Sehingga menyebabkan ada siswa yang mengalami luka.
AH salah satu siswa mengaku mengalami luka di bagian pergelangan tangan. Setelah mendapat tindakan dari oknum guru yang diduga melakukan penganiayaan.
Menurut AH dirinya mendapat tindakan kekerasan di bagian leher dan pergelangan tangan.
“Saya dicekik di leher dan diremas di pergelangan tangan hingga luka,” kata AH.
Menurut AH, ia dan 10 siswa lainnya tidak sempat mengikuti upacara bendera karena terlambat.
Sembari menunggu pelaksanaan upacara selesai, mereka menunggu di kamar mandi di dalam sekolah. Namun keberadaan AH dan rekan-rekannya diketahui oleh oknum guru, sehingga mereka dikunci dari luar.
“Setelah upacara selesai kami dipukul. Tiap siswa beda-beda dipukul,” ungkap AH.
Tindakan oknum guru membuat orang tua AH meradang. Senin (19/9/2022) sore, orang tua AH dan AH datang ke Mapolres Pohuwato untuk mengadukan tindakan oknum guru yang diduga menganiaya 11 orang siswa di SMA Negeri 1 Buntulia.
Klarifikasi Guru
Oknum guru di Sekolah Mengah Atas (SMA) Negeri 1 Buntulia, MK, angkat bicara soal dugaan penganiayaan 11 orang siswa.
MK menegaskan tindakan yang dilakukan terhadap 11 siswa kelas 10 dan kelas 11 tersebut hanya sebatas pembinaan dan tidak ada tindakan penganiayaan.
MK menceritakan, kejadian bermula pada saat upacara bendera, Senin (19/9/2022) pukul 07.30 Wita.
Saat itu, MK mendapat jadwal piket kerja saat upacara berlangsung. Saat sedang piket, MK mengetahui ada beberapa siswa tak mengikuti upacara.
Para siswa tersebut bersembunyi di salah satu kamar mandi di sekolah.
“Pada saat itu saya berada di pintu gerbang sekolah. Lalu dipanggil salah seorang guru untuk mengecek siswa sedang bersembunyi,” ujar MK.
MK mengungkapkan, saat dicek kamar mandi itu sudah terkunci oleh siswa. Hal itu membuat ia berinisiatif membujuk 11 siswa untuk keluar mengikuti upacara. Namun menurut MK, para siswa enggan membukanya hingga menunggu upacara bendera usai nanti.
“Melihat dorang (mereka-red) tidak membuka pintu, maka saya berinisiatif mengunci pintu utama kamar mandi, agar para siswa yang bersembunyi tidak keluar,” kata MK.
Setelah menunggu sekitar 30 menit, para siswa belum juga keluar dari dalam kamar mandi. Hal itu membuat MK mulai panik bercampur emosi. Apalagi saat salah seorang guru mengecek keberadaan mereka, dari ventilasi keluar asap rokok.
“Saya tidak tahu kalau di dalam itu ada banyak. Pada saat mereka keluar, saya mencoba menahan AH. Ia saya pegang tangannya, tetapi karena dia tetap berusaha meloloskan diri, maka saya langsung memegang kerah bajunya,” papar MK.
Lebih lanjut MK menegaskan tidak ada niat dirinya memukuli apalagi menganiaya para siswa. Para siswa justru hanya diberikan tindakan seperti menghormati bendera dan pembinaan agar mengikuti upacara ke depannya.
“Karena dia (Korban) mendapat kekerasan, teman-temanya juga dipukul agar semua mendapat hukuman yang sama. Setelah kejadian itu saya langsung mengundang perwalian para siswa masing-masing. Bahkan setiap siswa membuat surat pernyataan untuk tidak mengulanginya lagi,” tutup MK.