Masyarakat Adat di Kampung Cerekang Luwu Timur Menganggap Pisang Kepok Suci, Tidak Boleh Dimakan

Kampung Cerekang terletak di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan

Muhammad Yunus
Minggu, 27 Maret 2022 | 12:52 WIB
Masyarakat Adat di Kampung Cerekang Luwu Timur Menganggap Pisang Kepok Suci, Tidak Boleh Dimakan
Sentra produksi pisang Kepok Gerecek di Kabupaten Kutai Timur. (Antaranews Kaltim/Arumanto)

SuaraSulsel.id - Kampung Cerekang terletak di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Daerah ini bisa dijangkau dengan menempuh perjalanan darat, 11 jam dari Kota Makassar.

Masyarakat di kampung Cerekang masih memegang teguh adat dan tradisinya sejak dulu. Ada satu tradisi yang masih dijalankan hingga kini.

Yakni pantangan memakan pisang kepok. Pisang yang sering dibuat kuliner seperti pisang goreng atau kolak manis.

Dalam bahasa daerah di sana, pisang Kepok disebut juga Loka Manurung. Jenis pisang yang dianggap suci. Tidak untuk dikonsumsi.

Baca Juga:Persoalan Masyarakat Adat Sulawesi Selatan Diangkat Dalam Film Selimut Kabut Rongkong

"Ini tradisi turun temurun. Tidak boleh dilanggar," kata Prof Andi Ima Kesuma IC Opu Da Tenriawaru, guru besar Universitas Negeri Makassar.

Prof Ima adalah keturunan masyarakat adat Cerekang. Di tempat ini nenek buyutnya lahir.

Ima mengaku keluarganya masih merawat dan menaati tradisi yang telah berusia ribuan tahun tersebut. Pamali atau tidak bagus untuk memakan pisang kepok.

Terlepas dari masalah mitos, masyarakat di sana yakin Cerekang adalah tempat pertama Batara Guru memijakkan kakinya, ketika turun dari Boting Langi' atau langit.

Sesuai mitologi, Batara Guru merupakan dewa yang merajai kahyangan. Kisah sejarah manusia Bugis pertama yang ditulis apik dalam sastra I Laga Ligo.

Baca Juga:WALHI Sulsel Beberkan Dampak Pertambangan PT Vale di Blok Sorowako Luwu Timur

"Sifat Batara guru yang mengajarkan keseimbangan duniawi. Ini yang tetap dilestarikan oleh para keturunan Cerekang," tambah pakar antropologi itu.

Ima mengaku asal-usul masyarakat Cerekang berasal dari tanah liat berbentuk manusia yang ditempeli Loka Manurung. Kemudian menyatu lalu diberikan nyawa dan roh.

Sehingga para keturunan Cerekang percaya mengonsumsi Loka Manurung sama saja dengan tindakan kanibalisme. Memakan diri sendiri.

"Asal usul kami berasal dari tanah liat yang berbentuk manusia dan Loka Manurung menempel di tanah yang berbentuk seperti manusia," katanya.

Sebagian masyarakat di sana percaya, Loka Manurung sejenis buah khuldi yang sebutkan dalam Alquran. Hingga kini tidak ada yang mengetahui bentuk dan rupa dari buah yang membuat Adam dan Hawa itu diturunkan ke bumi.

Ima mengatakan bukan hanya keturunan Cerekang yang pantang mengonsumsi Loka manurung. Pantangan juga berlaku bagi siapa pun yang menikahi keturunan asal kampung ini.

Mengonsumsi buah itu diyakini akan membawa dampak buruk. Tidak hanya untuk diri sendiri, namun juga bagi anak nantinya.

"Seperti perut bengkak dan berbagai keluhan diagnostik. Tidak bisa dideteksi dari segi medis dan hanya dapat diobati dengan Loka Manurung itu sendiri," tambah Ima.

Jika ada yang menikahi keturunan Cerekang dan tetap tidak percaya, maka akan diberi tahu lewat mimpi. Jika tetap dilanggar, ia tak akan dianggap sebagai keturunan Cerekang.

Mereka yang tak percaya, kata Ima akan diasingkan. Akan tetapi mereka kembali percaya karena diminta bertaubat lewat mimpi.

Ima tak menampik memang banyak pihak yang tak percaya dengan pamali ini. Namun, mereka yang mengaku keturunan Cerekang tetap memegang teguh tradisi lisan tersebut.

"Masalah keyakinan, tidak ada yang bisa rubah. Kalau sudah diberi tahu dan dia tetap melakukannya, akan dialaminya sendiri atau melalui mimpi," tegasnya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini