Ketika Menteri Investasi Bahlil Lahadalia Tahan Izin PT Vale

Menteri Investasi Bahlil Lahadaliah mengaku pernah menahan izin PT Vale Indonesia

Muhammad Yunus
Jum'at, 19 November 2021 | 13:16 WIB
Ketika Menteri Investasi Bahlil Lahadalia Tahan Izin PT Vale
Menteri Investasi Bahlil Lahadaliah di Makassar, Jumat 19 November 2021 [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengaku pernah menahan izin PT Vale Indonesia, Tbk. Izin itu terkait dengan Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau IPPKH di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

"Vale kemarin saya tidak tanda tangan izin IPPKH-nya. Saya bilang you harus bangun industri cepat. You jangan hanya kirim-kirim ore nikel (biji nikel). Kita gak mau lagi," kata Bahlil di Hotel Four Point Sheraton Makassar, Jumat, 19 November 2021.

Bahlil mengatakan sudah melarang ekspor biji nikel atau ore sejak tahun 2020. Ekspor ore dinilai hanya merugikan negara karena nilainya kecil.

"Jadi sudah cukup. Sudah cukup bangsa ini dimain-mainkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Sebelum jadi menteri, saya pengusaha. Jadi jangan tipu-tipu," tambahnya.

Baca Juga:Bahlil Teken Komitmen Investasi dengan Perusahaan AS Senilai Rp210 Triliun

Pemerintah sendiri sudah membuat aturan tentang ekspor produk olahan nikel. Aturan itu memuat larangan ekspor produk nikel dengan kandungan 30-40 persen.

"Maka ketika saya masuk ke kabinet, empat hari, saya buat keputusan yang sangat meresahkan karena melarang ekspor nikel mentah. Saat itu Januari 2020 saya tutup. Saya didemo 1,5 bulan di kantor," bebernya.

Produk olahan nikel, kata Bahlil, hanya dapat diekspor ketika kandungannya mencapai 70 persen. Langkah ini dilakukan untuk menjaga cadangan serta meningkatkan nilai komoditas nikel.

"Saya bilang nikel ini adalah anugerah Tuhan yang membekas kepada orang Indonesia. Tapi kalau kita tidak mampu merawat dengan baik, akan menjadi petaka sama seperti ketika kita mempunyai utang," tegas mantan Ketua HIPMI itu.

Ia menambahkan Eropa saat ini sedang fokus pada penggunaan kendaraan listrik. Tahun 2030 diprediksi 70 persen kendaraan di sana sudah menggunakan mobil listrik.

Baca Juga:Menteri Investasi Klaim Foxconn Segera Masuk Indonesia

Untuk itu ia mendorong agar ada investor yang mau membangun pabrik baterai mobil listrik di Indonesia. Apalagi bahan baku utama mobil adalah nikel.

"Dan (nikel) itu dimana? di kawasan Timur Indonesia. Di Maluku Utara, Sulteng dan Sultra. Maka saya membuat kebijakan ore nikel ga boleh dikirim mentah," kata Bahlil.

Sebelumnya, pemerintah optimis bisa mencapai target investasi tahun 2021 Rp900 triliun. Saat ini, kata Bahlil sudah terealisasi sekitar 73 persen.

Ia mengatakan investasi di Indonesia tak boleh berpusat hanya di Jawa saja. Tapi juga bisa merata dengan menyasar daerah lain, seperti Timur Indonesia.

"Dan sekarang Jawa tidak lagi menjadi tujuan investor. Sekarang merata. Percuma pertumbuhan ekonomi tinggi kalau tidak merata," tukasnya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini