Jika gelar perkara khusus ini belum dilakukan, kata dia, maka dalam kasus dugaan pencabulan terhadap tiga anak di bawah umur yang terjadi di Kabupaten Luwu Timur, tahapannya akan masih saling jawab menjawab antara aparat kepolisian dengan kuasa hukum korban.
"Kami sudah menyatakan keberatan, minta untuk dibuka. Kami selalu ditagih bukti. Bagaimana dokumen-dokumen yang kami miliki menjadi alat bukti kalau penyelidikannya belum dibuka?," ujar Aziz.
Untuk mendapatkan titik terang, katanya, Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3 dari kasus dugaan pencabulan terhadap tiga orang anak di bawah umur di Kabupaten Luwu Timur, Sulsel itu harus dicabut. Sehingga, dapat dilakukan tindakan-tindakan penyelidikan.
"Ambil lagi keterangan, periksa lagi saksi-saksi, periksa dokumen-dokumen, analisis dokumen. Sekarang dokumen yang kami miliki bagaimana caranya jadi alat bukti kalau tidak dilakukan penyelidikan. Sementara penyelidikan itu hanya polisi yang lakukan. Artinya kalau kami menyerahkan bukti, kami luruskan. Kami tidak bisa menyerahkan bukti, kami hanya bisa menyerahkan dokumen-dokumen dan memberikan keterangan-keterangan yang bisa dijadikan alat bukti. Yang jadikan alat bukti polisi. Biar kami tidak dibebani pembuktian," tegas Aziz.
Baca Juga:Koalisi Kecam Cara Polres Luwu Timur yang Kembali Datangi Anak Korban Dugaan Pemerkosaan
Karena perhatian masyarakat yang sudah menasional terhadap kasus dugaan pencabulan terhadap tiga orang anak di Kabupaten Luwu Timur tersebut, maka Aziz meminta agar proses gelar perkara khususnya dilakukan langsung oleh Mabes Polri.
Sehingga hasil rekomendasi dari gelar perkara khusus tersebut dapat dijalankan dengan baik. Apakah kasusnya kemudian akan diambil alih oleh Mabes Polri atau dikembalikan penanganannya ke Polda Sulsel yang disupervisi atau diawasi oleh Mabes Polri.
"Yang jelasnya kalau keinginan kami paling tidak dua opsi itu tadi, kalau dikembalikan ke Luwu Timur saya rasa kita tidak punya banyak harapan karena kan mereka kami nilai melanggar prosedur bahkan kami mereka sudah kami laporkan ke Wassidik (Pengawas Penyelidikan)," katanya.
Kata Aziz, karena gelar perkara khusus yang diminta ini sudah mengacu dari Perkapolri nomor 6 tahun 2019, maka seharusnya permintaan tersebut dapat dilaksanakan meskipun tanpa permohonan dengan cara bersurat.
"Artinya kan tanpa permohonan bisa, kalau kita mengacu ke Perkapolri. Jadi dari pada kita selalu saling ini, okelah ikut saja di Perkapolri bagaimana caranya membuka lagi kasus. Kita buka saja peraturan Kapolri nomor 6 tahun 2019 tentang penyidikan tindak pidana pasal 33 ayat 1, jadi itu prosedurnya. Maunya kita juga supaya masyarakat paham, jelaskanlah prosedur menurut hukum supaya tidak simpang siur. Kalau dibilang tunggu pengacaranya bawa bukti, padahal ada ruang yang disediakan Perkapolri melalui gelar perkara khusus karena perhatian masyarakat. Jadi sebenarnya ini perkara pidana mestinya dia aktif bukan pasif karena yang diusut adalah kejahatan bukan harta pribadi," pungkas Aziz.
Baca Juga:Kasus Perkosaan Anak di Lutim, Save the Children dan IJF EVAC Desak Ini kepada Pemerintah
Diketahui, kasus ini dilaporkan pada Oktober 2019 silam. Sialnya, polisi yang menangani kasus itu menghentikan proses penyelidikan dalam waktu singkat. Dengan mengeluarkan surat penghentian penyelidikan pada 19 Desember 2019.
Kontributor : Muhammad Aidil