Hingga kini, upaya amandemen tersebut gagal lantaran lobi dari para dokter, kata Lee yang membentuk kelompok advokasi untuk keadilan medis dan hak-hak pasien.
RUU itu menghadapi tentangan dari para dokter, rumah sakit, dan kelompok kesehatan, termasuk Asosiasi Medis Korea (KMA) yang beranggotakan 140.000 orang.
KMA mengklaim pengawasan video akan merusak kepercayaan pada dokter, melanggar privasi pasien dan membuat dokter takut mengambil risiko untuk menyelamatkan pasien.
"Kami pikir kepercayaan adalah kunci dalam hubungan dokter-pasien… RUU itu mencegah dokter secara aktif merekomendasikan metode perlakuan dan perawatan pasien," kata juru bicara KMA Park Soo-hyun sebelum RUU itu disahkan.
Baca Juga:Daftar 20 Saluran YouTube Selebriti Korea Berpenghasilan Tertinggi di 2021
"Para pasien telah mengungkapkan niatnya untuk tidak menjalani pembedahan jika CCTV terpasang di ruang operasi, yang akan berakibat pada kolapsnya bagian penting dalam perawatan kesehatan Korea Selatan."
Kim Seon-woong, ahli bedah plastik di sebuah klinik di Cheonan, Seoul selatan, mengatakan sudah saatnya kamera dipasang di ruang operasi untuk mencegah kejahatan, pelecehan dan kecelakaan medis.
"Saya pikir CCTV di ruang operasi bisa jadi peluang untuk memulihkan kepercayaan antara pasien dan dokter," kata dia.
RUU itu tampaknya mendapat banyak dukungan dari publik. Dalam jajak pendapat pada Juni oleh Komisi Anti Korupsi dan Hak-Hak Sipil, sebuah badan pemerintah yang independen, RUU tersebut mendapat dukungan 97,9 persen dari 13.959 responden. (Antara)
Baca Juga:Lebih Cocok Untuk Perempuan Indonesia, Ini Alasan Makeup Ala Korea Lebih Digandrungi