Harga Kedelai di Kampung Menteri Pertanian Melonjak, Pengrajin Tempe Menjerit

Harga kedelai di kampung Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo melambung tinggi

Muhammad Yunus
Selasa, 01 Juni 2021 | 19:16 WIB
Harga Kedelai di Kampung Menteri Pertanian Melonjak, Pengrajin Tempe Menjerit
Suasana pabrik tempe di Kelurahan Karang Anyer, Kecamatan Mamajang, Kota Makassar, Selasa 1 Juni 2021. Pengrajin tempe mengeluh harga kedelai naik lebih 50 persen / [SuaraSulsel.id / Muhammad Aidil]

SuaraSulsel.id - Harga kedelai di kampung Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo melambung tinggi. Pengrajin tempe di Kota Makassar terpaksa mengurangi junmlah produksi

Pedagang tempe di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, harus mengurangi jumlah produksi tempe. Karena harga kedelai di kampung Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo itu sangat mahal. Hingga mencapai Rp 11.300 per kilogram.

Hal ini dirasakan oleh pengrajin tempe bernama Harun Wibisana. Pengrajin tempe tahu di Kelurahan Karang Anyer, Kecamatan Mamajang, Kota Makassar.

Harun mengatakan, dampak dari kenaikan kedelai impor tersebut membuatnya mau tidak mau harus mengurangi jumlah produksi.

Baca Juga:Perajin Siap Mogok Lagi, Siap-siap Susah Cari Tahu di Bandung

"Sekarang dikurangi. Karena setengah mati orang cari kedelai, mahal sekali sampai harga Rp 11.300 per kilo," kata Harun, Selasa 1 Juni 2021.

Harun mengatakan, sebelum pandemi Covid-19, harga kedelai di sejumlah pemasok cukup terjangkau dan masih mudah didapatkan. Mulai dari harga Rp 7.000 hingga Rp 7.500 per kilo.

Namun, setelah pasokan kedelai berkurang. Harga kedelai melambung tinggi. Harga naik lebih 50 persen. Harun curiga kenaikan harga kedelai tersebut terjadi karena pemerintah tidak dapat mengendalikan harga sejak awal tahun 2021.

"Saya pesan, cuma dia (pemasok) bilang yang saya pesan. Stoknya kurang," jelas Harun.

Harun mengungkapkan bahwa kedelai yang digunakan untuk memproduksi tempe dan tahu adalah kedelai impor. Sebab kedelai lokal masih sulit ditemukan karena tidak semua pedagang dari daerah memiliki distributor langsung.

Baca Juga:Kementan Dorong Daya Saing Petani Melalui Inovasi dan Gratieks

"Ini impor semua. Ada langganan bapak, tidak ada kedelai lokal. Kita pake impor," ungkap Harun.

Sebelum kenaikan harga kedelai terjadi, kata Harun, dia dapat memproduksi tempe dan tahu seratusan talang setiap hari. Tetapi, karena mahalnya harga kedelai tersebut jumlah produksi harus dikurangi.

"Sebelum pandemi Rp35 ribu saja. Sekarang sudah naik Rp43 ribu percetak. Harga kedelai saat ini menyusahkan kita. Setengah mati usaha kalau begini terus, kalau kita tutup mau makan apa juga," katanya.

Kontributor : Muhammad Aidil

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini