Bastian Lubis, Pengamat Tata Kelola Keuangan Negara melihat ini tindakan pidana. Hal tersebut melanggar Undang-undang No 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara.
![Nurdin Abdullah saat meninjau jalan yang akan dibangun menuju Pucak Maros. Belakangan diketahui proyek ini tidak terdaftar dalam DPA / [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/04/17/20533-pucak-maros.jpg)
"Jelas menyalahi aturan. Ini pidana, tidak ada anggarannya tapi dikerjakan," kata Bastian.
Bastian mengatakan rekanan boleh saja menuntut, tapi tidak boleh ke Pemprov. Mereka harus mendesak Kepala Dinas terkait sebagai kuasa pengguna anggaran ataupun pejabat pembuat komitmen yang bertandatangan.
Pembayarannya pun tak boleh pakai APBD. Biar sepeser rupiah. Kepala OPD terkait yang harus bertanggung jawab untuk membayarkan ganti rugi kepada rekanan.
Baca Juga:Dalami Kasus Gubernur Sulsel, KPK Endus Transaksi Perbankan Nurdin Abdullah
"Melalui apa dibayar, ya dipotong gajinya atau yang lain. Tapi tidak boleh bayar rekanan pakai APBD. Rekanan boleh tuntut yang tandatangani berita acara, yang membuat kontrak. Atas nama jabatannya, nanti yang bayar, yang buat kontrak," tegasnya.
Ia menjelaskan sesuai prinsip keuangan, setiap kegiatan yang akan dilaksanakan harus disetujui anggarannya di APBD. Di luar dari itu tidak boleh.
Bisa saja melalui parsial, tapi konteksnya harus mendesak dan darurat. Namun yang terjadi Dinas PUTR berbeda.
Tentu dilatarbelakangi kepentingan pribadi. Ia melihat, pola kepemimpinan Nurdin Abdullah selama dua tahun acap kali main tunjuk soal paket proyek.
Begitu juga dengan bantuan keuangan daerah yang disebut setiap kali melakukan kunjungan kerja ke kabupaten/kota. Padahal sangat bertentangan dengan aturan dari Permendagri.
Baca Juga:Telisik Kasus Suap Nurdin Abdullah, KPK Geledah Rumah Agung Sucipto
Ia meminta Plt Gubernur Sulsel untuk mengubah gaya Pemprov tersebut. Bantuan keuangan daerah tidak boleh asal digelontorkan.