SuaraSulsel.id - Serat halus sabut kelapa atau cocopeat menjadi komoditas pertanian unggulan ekspor baru asal Sulawesi Utara (Sulut).
Tidak kurang dari 75 ton cocopeat asal Sulut untuk pertama kalinya berangkat menuju Negeri Gingseng, Korea Selatan.
Produk turunan komoditas kelapa yang dahulu dianggap limbah, kini berkat kejelian pelaku usaha di bidang agribisnis dapat menjelma menjadi komoditas yang bernilai.
“Kami mengapresiasi hadirnya ragam komoditas ekspor baru ini dan siap mengawal dengan memberikan fasilitasi perkarantinaan untuk proses ekspornya,” kata Kepala Karantina Pertanian Manado, Donni Muksydayan Saragih saat memberikan keterangan tertulisnya kepada BeritaManado.com -- jaringan suara.com, Sabtu (6/2/2021).
Baca Juga:Nilai Ekspor Sumut Naik 5,52 Persen, Ini Penyebabnya
Menurut Donni, sebelum diberangkatkan melalui Pelabuhan Bitung beberapa waktu lalu, seluruh komoditas tersebut telah melewati serangkaian tindakan karantina tumbuhan.
Hal tersebut sesuai dengan persyaratan negara tujuan dan setelah dinyatakan sehat dan aman pihaknya menerbitkan sertifikat kesehatan tumbuhan atau Phytosanitari Certificate (PC).
Sebagai informasi, pihak CV. Putri Bitung Gemilang selaku pemilik barang menyebutkan bahwa di negara tujuan komoditas ini akan dijadikan media tanam.
Hal ini seiring dengan kegiatan menanam di rumah akibat pandemi yang makin digemari di Korea Selatan.
Berdasarkan data pada sistem perkarantinaan, IQFAST Badan Karantina Pertanian (Barantan) pada tahun 2020 tercatat, ekspor cocopeat asal Indonesia telah dilakukan sebanyak 20 ribu ton, dengan tujuan negara Cina, Jepang, Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa.
Baca Juga:Nilai Ekspor Lampung di Desember 2020 Mencapai USD 395,51 Juta
“Angin segar bagi petani dan industri kelapa di Sulut. Semoga dengan produk yang terjamin dapat terus bertumbuh,” ujar Donni.
Untuk mendukung keberlanjutan dan standar mutu produk turunan kelapa ini, Donni selaku koordinator mengungkapkan upaya peningkatan ekspor produk pertanian di wilayah Sulawesi Utara yaitu dengan berencana untuk melakukan sinergi dengan berbagai instansi, antara lain Bank Indonesia perwakilan Sulut, Pemerintah Daerah dan pelaku usaha Industri Kecil Menengah (IKM).
“Skema berupa penyediaan fasilitas olahan sabut sederhana dan kami dari Karantina Pertanian memberikan pendampingan teknis agar dapat diekspor,” jelas Donni.
Secara terpisah, Kepala Barantan, Ali Jamil menyebutkan, meningkatkan sinergitas merupakan langkah operasional jajarannya dalam mengawal pencapaian target upaya peningkatan ekspor pertanian.
Sebelumnya juga telah dilakukan gerakan tiga kali lipat ekspor pertanian (Gratieks) yang merupakan program strategis yang digagas oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Dari rilis data Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat peningkatan kinerja ekspor pertanian tahun 2020 sebesar 16,61 persen dibanding tahun lalu (YoY) atau dengan total capaian sebesar Rp460 triliun.
Kedepan, sesuai skema empat tahun Gratieks maka peningkatan di tahun 2021 ditetapkan sebanyak 20 persen atau target sebesar Rp552 triliun.
“Bukan hal mudah, namun dengan sinergitas seperti yang dilakukan di Sulut ini, saya optimis,” kata Jamil.
Menurut Jamil, ekspor produk dalam bentuk olahan menjadi pilihan terbaik saat ini karena selain bernilai tambah, tahan lama dan mudah mengemasnya.
“Sulut sudah menerapkan hal ini pada komoditas kelapa, dan harapannya kedepan juga dilakukan pada komoditas pertanian segar unggulan ekspor lainnya,” pungkas Jamil.