Dosen Korban Salah Tangkap Dianiaya, Akademisi: Polisi Sangat Brutal!

"Kami melihat apa yang dialami oleh korban adalah sebuah tindakan penganiayaan yang tergolong brutal dan sangat melanggar HAM," katanya.

Agung Sandy Lesmana
Senin, 12 Oktober 2020 | 11:14 WIB
Dosen Korban Salah Tangkap Dianiaya, Akademisi: Polisi Sangat Brutal!
AM, Dosen Universitas Muslim Indonesia (UMI) dianiaya polisi saat penanganan unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja di Kota Makassar / Foto : Istimewa

SuaraSulsel.id - Akademisi Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Dr Fahri Bachmid menyesalkan kasus dugaan salah tangkap terhadap seorang dosen di Makassar oleh oknum aparat pada saat menangani massa aksi demonstrasi yang menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu.

"Kami sangat menyesalkan sekaligus mengecam tindakan tidak profesional dan melawan hukum yang dilakukan oleh aparat," ujar Fahri Bachmid, dalam keterangan tertulisnya, Senin (12/10/2020).

Seorang dosen tetap Fakultas Hukum UMI Makassar berinisial AM (27) diduga mengalami tindakan represif oknum aparat kepolisian saat menangani aksi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja, Kamis (8/10) lalu.

Diketahui, sang dosen ini menjadi korban salah tangkap dan tindakan represif aparat kepolisian, padahal yang bersangkutan tidak ikut aksi demonstrasi.

Baca Juga:Salah Tangkap, Dosen UMI Makassar Babak Belur Dihajar Polisi

Dosen itu sebelumnya juga sudah memperkenalkan identitas pribadinya (KTP) kepada aparat pada saat ditangkap, namun apa yang disampaikan dosen tersebut kepada aparat tetap saja tidak dihiraukan.

Menurut Fahri, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat dalam penanganan aksi demonstrasi telah melanggar hukum dan hak asasi manusia, serta prinsip-prinsip dasar hak asasi sebagaimana telah diatur secara komprehensif dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Kemudian, Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Instrumen normatif itu, kata dia, merupakan pedoman yang wajib dipegang oleh setiap anggota maupun institusi kepolisian Republik Indonesia.

"Kami melihat apa yang dialami oleh korban adalah sebuah tindakan penganiayaan yang tergolong brutal dan sangat melanggar HAM," katanya.

Baca Juga:Aksi Lanjutan Tolak Omnibus Law, 2 Ribu Buruh Bakal Geruduk Istana Hari Ini

Lebih lanjut, Fahri menegaskan apapun alasannya aparat keamanan tidak dibenarkan secara hukum menggunakan kewenangan dalam menghadapi aksi massa menggunakan cara-cara yang berlebihan dan eksesif seperti itu, apalagi melakukan penangkapan secara serampangan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini