"Pelecehan itu punya banyak tingkatan sebenarnya. Mulai dari odo-odo, misalnya dirazia perempuan sebenarnya sudah pelecehan juga. Kemudian memegang tangan juga itu pelecehan. Pegang tangan yang dimaksud itu kalau dalam bahasa bugis kobbi-kobbi. Dan sampai pada tingkatan tertinggi adalah dengan melakukan pemerkosaan," jelas dia.
Khusus untuk kasus teror alat kelamin melalui panggilan video, kata Budhy, dalam ilmu psikolog dikenal dengan sebutan exhibitionisme atau gangguan seksual.
Orang yang mengalami gangguan seksual ini biasanya memperlihatkan alat kelaminnya kepada lawan jenis. Demi mendapatkan semacam kepuasan seksual.
"Tapi dia tidak berani menyerang secara fisik atau memperkosa dan sebagainya. Tetapi kepuasan itu lebih banyak dia dapat dengan memperlihatkan kelaminnya itu. Walaupun sebenarnya dari jauh. Jadi dia buka celananya dan memperhatikan objek yang dia sasar," katanya.
Baca Juga:3 Fakta Teror Alat Vital Pria via Video Call WhatsApp ke Mahasiswi UIN
Diduga masih ada kasus yang belum terungkap
Dengan adanya empat kejadian ini, Andi Budhy menduga masih ada kasus pelecehan yang belum terekspos. Karena para korban tidak mau melapor akibat takut menanggung malu.
Karena itu, ia berharap pihak kampus dapat membuat regulasi. Tujuannya, adalah agar mahasiswa di UIN Alauddin khususnya perempuan dapat terlindungi.
"Tidak menuntut kemungkinan banyak kasus yang tersembunyi karena orang-orang yang mengalami pelecehan itu tidak mau menyampaikan. Mungkin karena aib dan malu sebagainya," katanya.
Wakil Rektor III UIN Alauddin Makassar Bidang Kemahasiswaan, Darussalam menyatakan dari keempat kasus yang terjadi tersebut semuanya pun sudah ditindaki pihak kampus.
Baca Juga:Kisah LI, Mahasiswi UIN Korban Teror Alat Vital Pria di Video Call WhatsApp
Bahkan, dari empat kasus yang terjadi di UIN Alauddin Makassar, tiga diantaranya pun diklaim sudah diselesaikan oleh pimpinan kampus.