Muhammad Yunus
Rabu, 05 November 2025 | 15:19 WIB
Jusuf Kalla meninjau lahan sengketa di Jalan Metro Tanjung Bunga, kota Makassar yang diklaim oleh PT GMTD [SuaraSulsel.id/Istimewa]
Baca 10 detik
  • Pengadilan Negeri Makassar menetapkan eksekusi terhadap lahan seluas 16,41 hektare di kawasan Jalan Metro Tanjung Bunga, Kota Makassar, Sulawesi Selatan
  • Jusuf Kalla selaku pendiri PT Hadji Kalla sekaligus Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 turun langsung meninjau lokasi
  • JK menolak langkah hukum yang ditempuh pihak GMTD

SuaraSulsel.id - Perselisihan antara PT Hadji Kalla dan PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) tak kunjung menemukan titik temu.

Situasi semakin tegang setelah Pengadilan Negeri (PN) Makassar menetapkan eksekusi terhadap lahan seluas 16,41 hektare di kawasan Jalan Metro Tanjung Bunga, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Pasca penetapan eksekusi itu, Jusuf Kalla selaku pendiri PT Hadji Kalla sekaligus Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 turun langsung meninjau lokasi pada Rabu, 5 November 2025.

Kehadirannya menarik perhatian publik terutama setelah ia menyampaikan pernyataan keras menolak langkah hukum yang ditempuh pihak GMTD.

"Kami tidak ada hubungan hukum dengan GMTD. Tidak. Karena yang dituntut itu penjual ikan. Masa penjual ikan punya tanah seluas ini? Itu kebohongan dan rekayasa," ujar Jusuf Kalla di lokasi.

"Itu permainan Lippo. Ciri Lippo memang begitu. Jangan main-main di Makassar ini," tegasnya.

Ia menuding langkah GMTD sebagai bentuk perampokan hukum mengingat pihaknya memiliki dokumen resmi kepemilikan lahan.

"Kita punya surat, ada sertifikatnya. Itu perampokan namanya. Kalau Haji Kalla saja bisa diperlakukan seperti ini, bagaimana dengan rakyat kecil?" ucapnya.

Menurut JK, sengketa hukum itu seharusnya tidak terjadi karena tanah tersebut sudah menjadi milik Hadji Kalla secara sah.

Baca Juga: 3 Hari Hilang, Dimana Bilqis? Polisi Kejar Perempuan Diduga Penculik Dalam CCTV

Ia juga mempertanyakan dasar eksekusi yang dilakukan tanpa proses pengukuran atau kehadiran Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Eksekusi harus didahului dengan pengukuran (post-statering). Mana orang BPN-nya? Tidak ada. Itu aneh," tegasnya.

Ia pun menduga ada kekeliruan dalam penetapan objek perkara.

"Objeknya siapa? Lawannya siapa? Panggil saja Manyombalang, Solo dan kawan-kawan. Mana tanahmu?" katanya menambahkan.

Kuasa hukum PT Hadji Kalla, Azis Tika menyatakan pihaknya telah mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Makassar untuk membatalkan atau setidaknya menunda pelaksanaan eksekusi hingga status hukum lahan benar-benar jelas.

"Klien kami telah mengajukan permohonan pembatalan penetapan eksekusi. Kami menilai masih ada kekeliruan hukum dalam proses ini," ujar Azis.

Azis menjelaskan, lahan yang disengketakan memiliki alas hak yang sah berupa empat sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla.

Sertifikat itu diterbitkan oleh BPN Makassar pada 8 Juli 1996 dan telah diperpanjang hingga 24 September 2036.

Menurutnya, perusahaan telah menguasai lahan tersebut sejak 1993 melalui transaksi jual beli sah dari ahli waris pemilik sebelumnya, keluarga Karaeng Idjo, keturunan Pallawarukka.

Lahan itu juga telah dipagari dan dilakukan pematangan sejak lama sebagai bagian dari rencana pengembangan properti terintegrasi.

"Jadi kepemilikan kami sangat jelas, berdasar jual beli sah sejak 1993. Tidak ada unsur penyerobotan," tegasnya.

Azis menilai langkah GMTD yang mengajukan eksekusi lahan itu keliru karena Hadji Kalla bukan pihak dalam perkara sebelumnya, yakni Nomor 228/Pdt.G/2000/PN Mks, antara GMTD melawan Manyombalang Dg. Solong.

"Putusan itu hanya mengikat pihak yang berperkara, bukan pihak ketiga seperti Hadji Kalla," jelasnya.

Ia menambahkan, perkara yang dimenangkan GMTD melibatkan pihak yang sudah meninggal dunia dan tidak pernah menguasai tanah yang kini dimiliki Hadji Kalla.

"Kalau objeknya berbeda, ini jelas salah objek. Itu pelanggaran hukum," ujarnya.

Jusuf Kalla meninjau lahan sengketa di Jalan Metro Tanjung Bunga, kota Makassar yang diklaim oleh PT GMTD [SuaraSulsel.id/Istimewa]

GMTD Klaim Eksekusi Sesuai Hukum

Sementara itu, pihak PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk menegaskan bahwa pelaksanaan eksekusi telah sesuai prosedur dan berdasarkan putusan hukum yang berkekuatan tetap.

Presiden Direktur GMTD, Ali Said menjelaskan eksekusi dilakukan berdasarkan Berita Acara Pelaksanaan Eksekusi Nomor 21 EKS/2012/PN.Mks jo Nomor 228/Pdt.G/2000/PN.Mks, yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht).

"Kami bersyukur proses hukum telah berjalan adil dan transparan. Pelaksanaan eksekusi ini menjadi bukti nyata kepastian hukum di Indonesia," kata Ali Said dalam keterangan resminya, Selasa, 4 November 2025.

Ia menyebut eksekusi dilakukan secara tertib oleh Panitera dan Juru Sita PN Makassar pada Senin (3/11), dengan pengamanan aparat kepolisian.

Kuasa hukum GMTD, Agustinus Bangun, menambahkan bahwa lahan tersebut kini secara resmi berada dalam penguasaan GMTD setelah eksekusi tuntas.

"Dengan berakhirnya proses eksekusi, lahan ini sah dikuasai oleh PT GMTD. Kami berkomitmen mengelola kawasan ini secara bertanggung jawab dan sesuai peraturan," ujarnya.

Agustinus menegaskan GMTD akan mengembangkan kawasan Tanjung Bunga untuk proyek pembangunan yang diharapkan membuka lapangan kerja baru serta memberi dampak positif bagi perekonomian Makassar.

"Kami berharap semua pihak menghormati putusan pengadilan dan mendukung pemanfaatan lahan ini sesuai ketentuan hukum," imbuhnya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More