- Akhir hidup seorang Datu Suppa, tokoh karismatik yang namanya kini kembali disebut sebagai calon pahlawan nasional
- Masyarakat Suppa perlahan berani menentang cengkeraman pemerintah kolonial Hindia Belanda di Parepare dan sekitarnya
- Tubuh Andi Makkasau kemudian ditemukan warga Marabombang terdampar di pantai. Masih dalam keadaan terikat.
SuaraSulsel.id - Pada suatu pagi yang muram di awal tahun 1947, laut Suppa bergolak. Tiga tubuh terombang-ambing dan hanyut ke tepian Marabombang.
Salah satunya adalah jasad Andi Makkasau, bangsawan yang memilih mati di tangan penjajah ketimbang tunduk pada penindasan.
Ia ditenggelamkan hidup-hidup oleh militer Belanda. Tanpa tembakan, tanpa pengadilan karena darahnya dianggap suci.
"Haram hukumnya darah raja menetes ke tanah," begitu kepercayaan rakyat Bugis kala itu.
Begitulah akhir hidup seorang Datu Suppa, tokoh karismatik yang namanya kini kembali disebut sebagai calon pahlawan nasional.
Namun, sebelum laut menjadi saksi kematiannya, Andi Makkasau telah lebih dulu mengukir jejak panjang perjuangan di Sulawesi Selatan.
Dalam buku berjudul "Andi Makkasau Menakar Harga 40.000 Jiwa" disebutkan, Makkasau adalah putra kedua Parenrengi Daeng Pabeso Karaengta Tinggimae, bangsawan yang berasal dari garis keturunan dua kerajaan besar di Sulawesi Selatan: Kerajaan Gowa dan Kerajaan Sidenreng.
Dari sisi ayah, ia juga cucu dari Ishak Manggabarani Karaeng Mangeppe, seorang Arung Matoa Wajo, Datu Pammana, Karaeng Pabbicara Gowa, dan Jenderal Bone.
Deretan gelar ini menunjukkan betapa kental darah kebangsawanan mengalir dalam tubuhnya.
Baca Juga: Kapan Soeharto Diumumkan Sebagai Pahlawan Nasional? Ini Jawaban Menteri Sosial
Sejak kecil ia dididik dalam lingkungan istana Datu Suppa di Pinrang. Di sanalah ia belajar tentang agama, etika, dan nilai-nilai kepemimpinan.
Ia tumbuh bukan hanya sebagai anak bangsawan, tapi juga sebagai pribadi yang memahami bahwa kehormatan sejati seorang raja bukan pada tahtanya, melainkan pada pengabdiannya kepada rakyat.
Tahun 1926, Andi Makkasau dinobatkan sebagai Datu Suppa, dengan gelar Datu Suppa Toa.
Di bawah kepemimpinannya kesadaran akan pentingnya persatuan mulai tumbuh. Makkasau tidak ingin rakyatnya selamanya menjadi budak di tanah sendiri.
Masyarakat Suppa perlahan berani menentang cengkeraman pemerintah kolonial Hindia Belanda di Parepare dan sekitarnya.
Untuk menyalakan semangat kebangsaan itu, Andi Makkasau membentuk berbagai organisasi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- Suzuki Ignis Berapa cc? Harga Bekas Makin Cucok, Intip Spesifikasi dan Pajak Tahunannya
- STY Siap Kembali, PSSI: Tak Mudah Cari Pelatih yang Cocok untuk Timnas Indonesia
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Pamer Topi '8%' Sambil Lempar Bola Panas: Target Presiden, Bukan Saya!
-
Hore! Purbaya Resmi Bebaskan Pajak Bagi Pekerja Sektor Ini
-
Heboh di Palembang! Fenomena Fotografer Jalanan Viral Usai Cerita Istri Difoto Tanpa Izin
-
Tak Mau Ceplas-ceplos Lagi! Menkeu Purbaya: Nanti Saya Dimarahin!
-
H-6 Kick Off: Ini Jadwal Lengkap Timnas Indonesia di Piala Dunia U-17 2025
Terkini
-
Viral Anak Tidak Mampu Bayar Ijazah, Kadis Pendidikan Makassar: Lapor, Kami Akan Bantu Segera!
-
LPSK Turun Tangan! Keluarga Korban Pembakaran DPRD Makassar Dapat Perlindungan
-
Menyamar jadi TNI AL, Napi Peras Korban Ratusan Juta dari Dalam Sel
-
Ditenggelamkan Hidup-Hidup, Siapa Andi Makkasau Berani Lawan Penjajah?
-
Brutal! Massa Bersenjata Serang Polres Mamberamo Raya, Polisi Terluka dan Kendaraan Hancur