Muhammad Yunus
Rabu, 22 Oktober 2025 | 15:32 WIB
Ilustrasi pengolahan sampah yang menjadi tenaga listrik. (Ai.Google)
Baca 10 detik
  • Pemkot Makassar akan membentuk kembali tim khusus yang sebelumnya telah menangani proyek PSEL
  • Makassar belum masuk dalam daftar daerah penerima proyek PSEL yang dibiayai pemerintah pusat
  • Pemerintah Kota Makassar telah menandatangani kontrak kerja sama dengan PT SUS

SuaraSulsel.id - Pemerintah Kota Makassar berencana menemui Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia.

Untuk membahas masa depan proyek Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL).

Langkah ini dilakukan menyusul terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025, yang mengatur ulang mekanisme pelaksanaan proyek PSEL di Indonesia.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar, Helmy Budiman mengatakan pihaknya sedang menyiapkan pertemuan dengan Danantara, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) serta sejumlah kementerian terkait.

Pertemuan itu diharapkan dapat memberikan kejelasan posisi Makassar dalam proyek nasional tersebut mengingat kota ini belum tercantum dalam daftar daerah prioritas PSEL.

"Pak Wali sudah menginstruksikan agar kita segera berkomunikasi dengan pihak Danantara, KLHK, dan Kemenko Pangan. Kita ingin membahas teknis pelaksanaan PSEL setelah terbitnya Perpres 109 Tahun 2025," ujar Helmy, Rabu, 22 Oktober 2025.

Ia menjelaskan, Pemkot Makassar akan membentuk kembali tim khusus yang sebelumnya telah menangani proyek tersebut.

Tim itu akan bertugas mengawal komunikasi lintas instansi dan mengkaji ulang kontrak kerja sama antara pemerintah kota dan PT SUS, pihak swasta yang sebelumnya ditunjuk sebagai pelaksana proyek.

"Tim sebelumnya akan kita aktifkan kembali. Setelah terbentuk, kami akan meminta waktu untuk bertemu dengan semua pihak, termasuk Danantara dan PT SUS," ujarnya.

Baca Juga: Anak Panah Bersarang di Kepala Pemuda Makassar, Begini Respon Polisi

Belum Masuk Daftar Proyek Nasional

Helmy menegaskan, hingga kini Makassar memang belum masuk dalam daftar daerah penerima proyek PSEL yang dibiayai pemerintah pusat melalui Danantara.

Ia menyebut, belum adanya surat keputusan (SK) resmi dari KLHK membuat posisi Makassar masih menggantung.

"Yang dimaksud belum masuk karena memang SK-nya belum keluar. Dalam Perpres 109 dijelaskan bahwa KLHK akan menetapkan status kedaruratan sampah nasional. Setelah itu baru pemerintah pusat menugaskan Danantara untuk melaksanakan proyek di daerah-daerah yang ditetapkan," jelasnya.

Menurut Helmy, pemerintah kota masih menunggu tahapan tersebut untuk mengetahui apakah Makassar tetap memiliki peluang dalam proyek PSEL.

"Jadi, kalau dibilang Makassar tidak masuk, belum tentu. Kita masih tunggu penegasan dari SK lanjutan," tambahnya.

Sebelum keluarnya Perpres baru, Pemerintah Kota Makassar telah menandatangani kontrak kerja sama dengan PT SUS untuk membangun dan mengoperasikan fasilitas PSEL.

Dalam kontrak itu disebutkan adanya subsidi atau tipping fee dari pemerintah kota untuk setiap ton sampah yang diolah.

Namun, Perpres 109 Tahun 2025 menghapus mekanisme tipping fee dan menggantinya dengan sistem pembiayaan melalui Badan Usaha Pengelola Proyek (BUPP), yang dalam hal ini dikelola oleh Danantara.

"Dengan regulasi baru, tidak ada lagi tipping fee. Pembayaran akan dikelola langsung melalui BUPP atau PT Danantara. Jadi kita harus kaji ulang kontrak dengan PT SUS apakah masih bisa berjalan atau perlu disesuaikan," kata Helmy.

Ia menambahkan, evaluasi kontrak juga diperlukan agar proyek tidak bertentangan dengan peraturan baru.

Helmy pun memastikan Pemkot Makassar akan menunggu hasil koordinasi dengan Danantara sebelum mengambil keputusan terkait kelanjutan kontrak dengan PT SUS.

Ia menilai, keputusan tersebut harus diambil secara hati-hati karena menyangkut kepastian hukum dan nasib proyek jangka panjang.

"Kontrak itu mengikat secara hukum. Karena itu kita tidak bisa sembarangan melanjutkan tanpa menyesuaikan dengan regulasi terbaru," ujarnya.

Ditolak Warga

Proyek PSEL di Makassar sempat menuai penolakan warga yang tinggal di sekitar lokasi rencana pembangunan.

Mereka khawatir proyek itu menimbulkan dampak lingkungan dan sosial bagi permukiman di sekitarnya.

"Warga yang menolak itu memang tinggal di area sekitar lokasi rencana PSEL. Karena itu kami sudah sampaikan, Pemkot akan melakukan kajian ulang dan melihat kembali apakah proyek ini layak dijalankan atau tidak," ungkap Helmy.

Meski demikian, Pemkot menegaskan tetap mendukung konsep pengelolaan sampah menjadi energi bersih. Selama tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat.

"Kami tetap mendukung PSEL dan pengelolaan sampah berbasis energi, tapi tidak boleh mengabaikan kepentingan masyarakat," ujarnya.

Diketahui, Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia mencatat kebutuhan investasi proyek waste to energy atau PSEL mencapai Rp 2-3 triliun untuk setiap unit berkapasitas 1.000 ton sampah per hari.

Saat ini, terdapat 33 lokasi proyek PSEL yang sedang dikaji oleh KLHK dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Dari jumlah itu, delapan proyek pertama akan diluncurkan pada Oktober 2025.

KLHK telah merekomendasikan tujuh wilayah prioritas, yakni Yogyakarta Raya, Denpasar Raya, Bogor Raya, Bekasi Raya, Tangerang Raya, Medan Raya, dan Semarang Raya.

Selain itu, Jakarta, Bandung, dan Surabaya juga masuk dalam daftar proyek tahap awal.

Menurut Danantara, sekitar 120 perusahaan telah menyampaikan minat mengikuti lelang proyek tersebut.

Antusiasme ini meningkat sejak Presiden Prabowo Subianto menandatangani Perpres 109 Tahun 2025, yang mengatur ulang mekanisme kerja sama investasi dalam proyek pengolahan sampah nasional.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More