- Mengecam pemindahan artefak dari Makassar ke Cibinong yang dilakukan BRIN.
- Aliansi menilai sikap tertutup BRIN berbahaya. Mengabaikan masyarakat yang memiliki keterikatan historis dan kultural terhadap artefak
- Pemindahan artefak dilakukan menggunakan jasa ekspedisi BPS Logistik tanpa ada pemberitahuan resmi kepada publik
SuaraSulsel.id - Aliansi Penjaga Jejak Peradaban Sulawesi Selatan menyampaikan keprihatinan atas pemindahan artefak dari Makassar ke Cibinong yang dilakukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang dinilai melanggar prinsip transparansi.
Koordinator Aliansi Penjaga Jejak Peradaban Andi Muhammad Syahidan Ali Jihad di Makassar, mengemukakan pihaknya telah mendatangi kantor BRIN di Makassar untuk meminta kejelasan.
Namun pihak keamanan hanya menjawab “tidak tahu” dan menutup akses informasi mengenai proses tersebut.
“Ini menunjukkan adanya upaya menutup-nutupi, padahal sebelumnya BRIN berjanji mendengarkan aspirasi publik, tetapi kenyataannya artefak dikirim secara diam-diam tanpa transparansi,” ujarnya, Rabu 17 September 2025.
Dia menyebut, pemindahan artefak dilakukan menggunakan jasa ekspedisi BPS Logistik, tanpa adanya pemberitahuan resmi kepada publik maupun komunitas pelestari budaya.
Selain itu, ironisnya, pihak Universitas Hasanuddin justru lebih dulu mengetahui rencana pemindahan ini.
Departemen Arkeologi Unhas menjadwalkan akan menggelar rapat internal khusus untuk membahas pemindahan artefak tersebut.
Menurut Syahidan BRIN memperlihatkan sikap arogan dengan memperlakukan artefak seolah milik eksklusif lembaga, bukan milik bangsa.
“Dengan menutup informasi, BRIN menempatkan ilmu pengetahuan di atas kepentingan masyarakat. Ini berbahaya karena artefak adalah jejak peradaban yang tidak bisa dilepaskan dari masyarakat tempat ia berasal,” tegasnya.
Baca Juga: 53 Tersangka Kerusuhan Makassar: Polisi Buru Dalang di Balik Layar!
Aliansi menekankan bahwa ilmu pengetahuan harus berjalan berdampingan dengan akuntabilitas publik.
“Jika pola seperti ini dibiarkan, yang rusak bukan hanya artefak yang dipindahkan, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga riset negara. Ilmu pengetahuan tanpa akuntabilitas hanya akan melahirkan kolonialisme baru atas warisan budaya,” urainya.
Berdasarkan hasil kajian dan rangkuman notulensi Diskusi Publik yang dilaksanakan, terdapat beberapa poin-poin pelanggaran oleh BRIN yang dinilai telah melanggar sejumlah prinsip mendasar.
Dalam tata kelola warisan budaya, mulai dari Prinsip Transparansi yakni tidak ada pengumuman resmi terkait pemindahan artefak.
Selanjutnya Hak Partisipasi Publik, yakni masyarakat lokal tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
Kemudian akuntabilitas institusional, BRIN tidak menjelaskan alasan, metode, dan tujuan pemindahan secara terbuka.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Kunjungi Lokasi Bencana di Bener Meriah Aceh, Jusuf Kalla Janji Kirim Bantuan
-
Ini Daftar Daerah di Sulsel dengan Tingkat Kehamilan Anak Tertinggi
-
Kejaksaan Periksa Anak Buah Tito Karnavian: Dugaan Korupsi Bibit Nanas Rp60 Miliar
-
Ledakan Guncang Kafe di Makassar, Ini Dugaan Awal
-
Jeritan Ibu-Ibu Korban Banjir Minta Cangkul dan Sekop ke Jusuf Kalla