Muhammad Yunus
Selasa, 19 Agustus 2025 | 13:45 WIB
Warga memaparkan sejumlah potensi ancaman serius jika proyek PSEL PT Sarana Utama Synergy (PT SUS) ini dilanjutkan di lokasi yang direncanakan Pemkot Makassar, Selasa 19 Agustus 2025 [SuaraSulsel.id/Humas Pemkot Makassar]

SuaraSulsel.id - Suara penolakan warga terhadap rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSA) di Kecamatan Tamalanrea menggema kuat di Balai Kota Makassar.

Menanggapi hal ini, Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, menegaskan sikapnya untuk memprioritaskan aspirasi dan kepentingan masyarakat di atas segalanya.

"Pembangunan memang penting, tetapi mendengarkan suara warga jauh lebih utama," ujar Munafri Arifuddin saat menerima audiensi dari Gerakan Rakyat Menolak Lokasi Pembangunan PLTSA, Selasa (19/8/2025).

"Yang pasti, saya tetap mendengar aspirasi masyarakat dan tidak ingin warga dirugikan."

Didampingi jajaran Pemkot Makassar seperti Sekda, Kadis Lingkungan Hidup, dan Kadis PU, Wali Kota yang akrab disapa Appi ini mendengarkan dengan saksama.

Keluhan warga yang khawatir akan dampak lingkungan, kesehatan, dan masa depan anak-anak mereka.

Kekhawatiran Warga: Dari ISPA hingga Air Tanah Tercemar

Keresahan warga bukanlah tanpa alasan. Jamaludin, salah seorang perwakilan, memaparkan sejumlah potensi ancaman serius.

Jika proyek PSEL PT Sarana Utama Synergy (PT SUS) ini dilanjutkan di lokasi yang direncanakan.

Baca Juga: Hadiah Beasiswa dan Liburan ke Bali untuk Paskibraka Makassar

Menurutnya, lokasi proyek berada sangat dekat dengan pemukiman padat yang dihuni sekitar 8.500 jiwa dan berbatasan langsung dengan sebuah sekolah yang memiliki 1.000 siswa.

"Kalau ini beroperasi, tentu berdampak jangka panjang sampai 30 tahun ke depan. Itulah keresahan bersama kami," ungkap Jamaludin.

Warga merangkum beberapa poin kekhawatiran utama, antara lain:

- Polusi Udara

Abu terbang dari pembakaran sampah berisiko menyebabkan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

Mereka mencontohkan PLTSA Benowo yang disebut meningkatkan kasus ISPA dua kali lipat meski berjarak 1 KM dari pemukiman.

-Polusi Suara

Dua turbin pembangkit listrik diperkirakan menghasilkan kebisingan 50-60 desibel, melebihi baku mutu lingkungan dan berpotensi menyebabkan gangguan tidur serta stres.

-Racun Berbahaya

Hasil pembakaran seperti Dioksin, Furan, dan logam berat merupakan zat karsinogenik pemicu kanker.

-Pencemaran Air

Air lindi (cairan dari tumpukan sampah) dikhawatirkan akan mencemari air tanah yang menjadi sumber air bagi warga.

Wali Kota Beberkan Tiga Persoalan Krusial

Menanggapi hal tersebut, Munafri Arifuddin menyatakan bahwa Pemerintah Kota Makassar belum mengambil langkah apa pun terkait proyek ini.

Ia justru membeberkan sejumlah persoalan mendasar yang menjadi pertimbangan utama pemkot Makassar.

1. Ketidakjelasan Regulasi

Dasar hukum proyek ini, yaitu Perpres 35, sebelumnya berada di bawah koordinasi Kemenko Marves yang kini telah ditiadakan.

"Saya sudah bolak-balik bertanya ke kementerian, apakah masih tunduk pada Perpres 35 atau tidak? Saat ini kita menunggu Perpres baru," jelas Appi.

Ia tidak ingin ada masalah hukum di kemudian hari akibat landasan aturan yang tidak jelas.

2. Beban Anggaran dan Kelayakan Sampah

Skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dinilai akan menyerap dana APBD dalam jumlah besar.

Menurut Appi, anggaran itu lebih baik dialihkan untuk pengelolaan sampah langsung di masyarakat.

Ia juga meragukan kapasitas sampah Makassar (1.000–1.300 ton/hari) yang 50%-nya adalah sampah organik, cukup untuk menghasilkan listrik 20-25 MW.

"Apakah kapasitas sampah itu cukup? Kalau tidak, apakah harus mengambil sampah dari daerah lain? Ini yang harus dikaji serius," tegasnya.

3. Status Lahan

Kejelasan legalitas lahan menjadi syarat mutlak. Pertanyaan mendasar, apakah tanah yang disiapkan sudah bebas dari persoalan hukum?

"Kalau masih bersengketa, tentu tidak bisa dibangun di atasnya," tambah Munafri.

Alternatif dan Langkah ke Depan

Sebagai solusi, Pemkot Makassar tengah mendorong pengelolaan sampah berbasis wilayah yang dimulai dari sumbernya.

Uji coba insinerator ramah lingkungan di tingkat kelurahan dan kecamatan sudah mulai berjalan.

"Kalau kita mampu kelola sampah organik, jumlah sampah yang tersisa tidak akan cukup lagi untuk PLTSA," ujarnya.

Dalam waktu dekat, sebelum 26 Agustus, Munafri dijadwalkan akan membawa tiga isu utama ini—lingkungan, legalitas administrasi, dan pemilihan lokasi—ke rapat koordinasi nasional di Jakarta.

Ia menutup pertemuan dengan pesan tegas bahwa investasi harus membawa kebaikan bagi semua pihak.

"Saya hadir bukan untuk marah kepada investor, tapi saya ingin investasi yang menyenangkan semua orang. Kalau investasi justru merugikan masyarakat, lebih baik tidak ada investasi sama sekali," pungkasnya.

Load More