Dalam proses modernisasi tersebut sektor pertanian tetap menjadi penyangga utama. Warga mengandalkan sistem tumpang sari, dimana pisang dan kemiri sebagai komoditas utama, diselingi kakao, cengkeh, vanili, kacang, dan umbi-umbian.
Sistem ini menjaga kesuburan tanah sekaligus memperkuat ketahanan pangan keluarga.
Hasil panen pun tak sepenuhnya dijual. Sebagian disimpan, sebagian dibagi.
Dalam agenda rapat warga misalnya. Mereka selalu disertai tradisi makan bersama, makanan dibawa dari rumah dengan memanfaatkan hasil bumi masing-masing, semua ini wujud solidaritas yang mengakar dalam sendi kehidupan mereka.
Baca Juga: Rahasia Desa Wunut Klaten Berdaya dengan BRI dan Sejahterakan Warganya
Begitupun dengan adat, yang tetap menjadi fondasi. Ritual tolak bala seperti Jokawola masih dijalankan menjelang musim tanam. Patika Mamokambu, yang merupakan persembahan makanan untuk leluhur pun tetap dilestarikan.
Hingga Pire, atau hari saat warga harus berhenti total dari aktivitasnya seperti berkebun, memotong kayu atau lainnya demi menghormati alam yang harus dijaga, dan tidak boleh dimanfaatkan berlebihan.
“Semua sebagai nilai yang akan terus ditanamkan kepada anak-anak kami, ya. Ini bukan festival kebudayaan seperti yang orang lain pahami, ini adalah doa syukur kepada sang pencipta atas semua kebaikan-Nya," kata dia.
Ndikosapu memang belum sepenuhnya memiliki jalan aspal yang kokoh atau fasilitas sekolah dan kesehatan yang modern, mereka hanya mengenal posyandu dan puskesmas.
Tapi desa ini memiliki sesuatu yang tak bisa dibangun semata dengan anggaran, yaitu rasa percaya diri, tanggung jawab kolektif, semangat untuk terus belajar dengan menjadikan adat istiadat sebagai fondasi utama kehidupan.
Baca Juga: Dua Hari Satu Malam! Perjalanan Ekstrem Antar Logistik Pilkada ke Desa Terpencil di Sulsel
Berada di balik kabut yang selalu menyelimuti Pegunungan Lepembusu, Ndikosapu mengajarkan bahwa pembangunan yang berakar pada budaya akan lebih bertahan.
Berita Terkait
-
Desa Wisata Brayut, Tempat untuk Mempelajari Ragam Kebudayaan khas Jogja
-
Dari Medan Tempur ke Obat-obatan: Kontroversi Rencana Pabrik Farmasi TNI
-
Masih Terus Melejit, Jumbo Jadi Ancaman Agak Laen dan KKN di Desa Penari
-
Dua Koperasi di Kalteng Bakal Jadi Proyek Percontohan Kopdes Merah Putih
-
Desa Wisata Cibuk Kidul, Belajar tentang Sistem Pertanian Mina Padi
Terpopuler
- Ungkap Alasan Dukung Pemakzulan Gibran, Eks KSAL: Dia Enggak Masuk, Saya Ingin yang Terbaik!
- Selamat Datang Pascal Struijk di Timnas Indonesia, Ini Bisa Bikin China Ketar-ketir
- 25 Kode Redeem FF Terbaru 2 Mei 2025: Klaim Token SG2 hingga Skin Senjata Menarik
- Kapan Pinjol Legal Hadir di Indonesia? Jumlahnya Makin Menjamur, Galbay Bisa Dipenjara!
- 6 Rekomendasi HP Mirip iPhone, Mulai Rp 1,1 Jutaan Terbaik Mei 2025
Pilihan
-
Operasi Pekat: Polresta Solo Amankan Ratusan Miras di Tempat Hiburan Malam
-
Hasil Proliga 2025: Tumbangkan Jakarta Pertamina Enduro, Popsivo Polwan ke Grand Final
-
Hasil BRI Liga 1: Persija Jakarta Merana di Markas Borneo FC
-
Hasil BRI Liga 1: Semen Padang Menang Dramatis, Zona Degradasi Makin Panas
-
Kapten PSM Makassar Murka: Sebut Sepak Bola Indonesia Penuh Korupsi
Terkini
-
Kisah Pegawai Dinas Kesehatan Kota Makassar Pulang Kampung Bangun Desa Adat
-
Nyaris Tewas! Polisi Ditembak di Makassar, Peluru Tembus Dada
-
Tenun Kajang: Warisan Sakral Sulawesi Siap Mendunia dengan Indikasi Geografis
-
Bersantai di Akhir Pekan, Buruan Klaim Saldo DANA Kaget Ratusan Ribu Ini
-
Gubernur Sulsel Temukan 'Harta Karun' yang Menyayat Hati di Rumah Warga Miskin Takalar