SuaraSulsel.id - Kisah pilu dialami seorang warga bernama Simon Tappa (96) di Desa Ampang Batu, Kecamatan Rinding Allo, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan.
Ia ditolak dijemput ambulans Puskesmas setempat saat sedang sakit kritis hingga akhirnya meninggal dunia pada Selasa, 15 April 2025 lalu.
Pihak keluarga, Fitri, mengatakan, awalnya, kakeknya mengalami sakit parah. Korban muntah darah sehingga harus mendapatkan pertolongan pertama.
Karena jarak rumahnya dengan Puskesmas Pangala' cukup jauh, hujan, dan keadaan sudah malam hari, keluarga menghubungi puskesmas agar pasien bisa dijemput menggunakan ambulans.
Namun, pihak Puskesmas meminta keluarga agar pasien ditandu saja. Alasannya karena jalanan menuju ke rumah pasien susah dilewati kendaraan.
"Kami minta kalau faktor jalanan, apa bisa dijemput sampai di jalan bagus saja. Maksudnya supaya tidak terlalu jauh (menandu). Tapi kata orang Puskesmas tandu saja," keluhnya, Jumat, 18 April 2025.
Ia mengaku kondisi jalan di desanya memang rusak sekitar 2 kilo meter. Namun jalanan masih bisa dilalui oleh roda empat 4x4.
"Mobil Puskesmas itu jenis offroad 4x4," bebernya.
Pasien kemudian terpaksa ditandu secara bergantian oleh warga setempat dalam keadaan gelap sejauh 6 km ke puskesmas.
Baca Juga: "Toleransi Menyentuh Hati: Kisah Dai di Toraja Utara Buktikan Indahnya Keberagaman"
Namun, pasien dinyatakan meninggal dunia sesaat setelah ditangani di puskesmas.
Kata Fitri, pihaknya juga sempat meminta agar pihak Puskesmas bisa mengantar jenazah korban.
Namun, lagi-lagi pihak puskesmas menolak. Alasannya jenazah tidak bisa diangkut menggunakan mobil ambulans.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Ishaq Iskandar mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Pemda Toraja Utara untuk kasus ini.
Ishaq menegaskan ambulans tidak boleh menolak pasien dalam keadaan darurat. Dalam aturan dijelaskan ambulans merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang wajib memberikan bantuan untuk menyelamatkan nyawa pasien.
"Sehingga kami akan meminta klarifikasi dari pemerintah daerah," ujarnya, Sabtu, 19 April 2025.
Dalam Pasal 32 Ayat (1) dan (2) UU Kesehatan dijelaskan, "dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
Kemudian di ayat 2, "dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.
Jika dilanggar, maka dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan Pasal 190 ayat (1) dan (2) UU Kesehatan.
Sanksinya adalah pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Puskesmas Membantah
Kepala Dinas Kesehatan Toraja Utara Elizabeth yang dikonfirmasi mengaku, sudah meminta penjelasan Kepala Puskesmas Pangala' soal pemberitaan yang viral di media sosial tersebut.
Pihak puskesmas membantah keterangan pihak keluarga.
"Setelah saya konfirmasi ke kepala Puskesmas Pangala' bahwa tidak benar tidak mengizinkan ambulans menjemput pasien," ucapnya.
Elizabeth mengatakan, pihak puskesmas mengaku tidak mendapat informasi adanya permintaan keluarga untuk menjemput pasien.
"Pihak PKM mengaku tidak ada informasi. Seandainya ada pasti mereka akan ambil inisiatif atau tindakan untuk menjemput pasien tersebut," sebutnya.
Berdasarkan keterangan pihak Puskesmas, pasien tersebut lambat dibawa oleh keluarga.
Korban mengalami muntah darah pada pukul 15.00 wita, dan baru dibawa ke Puskesmas pada pukul 18.00 wita.
Namun kondisi pasien semakin kritis. Hingga akhirnya dinyatakan meninggal dunia.
"Karena ada ibadah di rumah pasien, maka jam 6 sore baru di bawa ke PKM. Setibanya di Puskesmas dilakukan tindakan dan persiapan prosedur rujukan," sebutnya.
Elizabeth mengaku kasus ini akan jadi evaluasi pihaknya ke depan.
Selama ini, mereka sudah menjalankan program kunjungan rumah dan jemput pasien menjadi salah satu prioritas pelayanan.
"Jadi, soal penolakan penjemputan pasien tidak pernah terjadi apalagi dengan situasi yang mengharuskan seperti tidak ada kendaran yg bisa antar," sebutnya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing
Berita Terkait
Terpopuler
- Pemain Terbaik Liga 2: Saya Siap Gantikan Ole Romeny!
- Pemain Arsenal Mengaku Terbuka Bela Timnas Indonesia
- 1 Detik Pascal Struijk Resmi Jadi WNI, Cetak Sejarah di Timnas Indonesia
- 4 Sedan Bekas Murah di Bawah Rp 30 Juta: Perawatan Mudah, Cocok untuk Anak Muda
- Pelatih Belanda Dukung Timnas Indonesia ke Piala Dunia: Kluivert Boleh Ambil Semua Pemain Saya
Pilihan
-
Jelang Super League, PSIM Yogyakarta Ziarahi Makam Raja: Semangat Leluhur untuk Laskar Mataram
-
Hasil Piala AFF U-23 2025: Thailand Lolos Semifinal dan Lawan Timnas Indonesia U-23
-
42 Ribu Pekerja Terkena PHK di Tahun Pertama Prabowo Menjabat
-
BPK Ungkap Rp3,53 Triliun Kerugian Negara dari Era SBY Hingga Jokowi Belum Kembali ke Kas Negara
-
5 Rekomendasi HP 5G Xiaomi di Bawah Rp 4 Juta Terbaru Juli 2025
Terkini
-
Gubernur Gorontalo Ingin Pindahkan Ibu Kota? Ini Penjelasan Biro Hukum
-
Warga Makassar Siap-Siap! Pemkot Hapus PBB & BPHTB Demi Program 3 Juta Rumah
-
Negara Akui Tedong Bonga! Simbol Status dan Jati Diri Toraja
-
Bukti Transformasi Digital BRI Sukses: BRImo Super App Tembus 42,7 Juta Pengguna
-
Koperasi Desa Merah Putih di Sulsel Hadirkan Kafe, Klinik, Hingga Pembiayaan Syariah