SuaraSulsel.id - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menilai pemberitaan jadi salah satu faktor yang berdampak terhadap pelemahan nilai tukar rupiah saat ini.
Faktor pemberitaan turut berkontribusi selain faktor permintaan dan penawaran (supply & demand).
“Perkembangan harga apapun baik, inflasi ataupun nilai tukar, selalu dipengaruhi dua faktor utama, yaitu satu faktor fundamental itu supply demand, kedua adalah berita," kata Perry dalam konferensi pers KSSK di Jakarta, Selasa 30 Januari 2024.
Saat ini nilai tukar rupiah berada di posisi Rp15.798,10 per dollar AS. Menurut Perry pelemahan tersebut hanya bersifat sementara atau dalam jangka pendek.
Lebih lanjut, Perry merincikan adanya prediksi pasar bahwa Bank Sentral AS (The Fed) akan memangkas suku bunga acuan pada semester I 2024.
Namun mengacu pada situasi seperti inflasi inti AS yang masih belum turun di bawah sasaran, menurut Perry keyakinan pasar turut berpengaruh.
"Ternyata data-data terakhir, kayaknya Federal Open Market Commite (FOMC) sabar untuk tidak buru-buru menurunkan FFR (Feds Fund Rate) karena ekonomi masih tumbuh bagus dan inflasi inti juga belum turun di bawah sasaran," ujarnya.
Kemudian, kabar lain yang turut mempengaruhi nilai rupiah yakni terkait eskalasi geopolitik global tak kunjung mereda.
Bahkan konflik geopolitik yang tadinya hanya terjadi di wilayah Timur Tengah, meluas hingga Laut China Selatan. Konflik geopolitik tersebut berdampak terhadap gangguan rantai pasok global.
Baca Juga: Masih Hangat Isu Bakal Mundur, Sri Mulyani Sebut Nilai Tukar Rupiah Menguat
Kebijakan regulator Tiongkok dalam menghentikan peminjaman saham tertentu juga turut menjadi katalisator.
Namun Perry menegaskan bukan hanya rupiah yang mengalami pelemahan tetapi nilai tukar di negara-negara berkembang lainnya juga mencatat pelemahan.
Padahal, menurutnya, nilai tukar rupiah seharusnya mengalami penguatan sejalan dengan fundamental Indonesia yang tetap kuat.
Lebih lanjut, Perry menyampaikan bahwa nilai tukar rupiah masih kuat secara fundamental dengan didukung oleh surplus neraca perdagangan, tingkat inflasi yang rendah, serta imbal hasil SBN yang tinggi.
"Karena ini faktor-faktor jangka pendek ya kami intervensi. Tugasnya BI ya begitu, kalau tekanan lagi tinggi ya kami stabilkan supaya pergerakan stabil dan kita giring untuk lebih menguat sesuai fundamental," katanya. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- Owner Bake n Grind Terancam Penjara Hingga 5 Tahun Akibat Pasal Berlapis
- Beda Biaya Masuk Ponpes Al Khoziny dan Ponpes Tebuireng, Kualitas Bangunan Dinilai Jomplang
- 5 Fakta Viral Kakek 74 Tahun Nikahi Gadis 24 Tahun, Maharnya Rp 3 Miliar!
- Promo Super Hemat di Superindo, Cek Katalog Promo Sekarang
- Tahu-Tahu Mau Nikah Besok, Perbedaan Usia Amanda Manopo dan Kenny Austin Jadi Sorotan
Pilihan
-
Cuma Satu Pemain di Skuad Timnas Indonesia Sekarang yang Pernah Bobol Gawang Irak
-
4 Rekomendasi HP Murah dengan MediaTek Dimensity 7300, Performa Gaming Ngebut Mulai dari 2 Jutaan
-
Tarif Transjakarta Naik Imbas Pemangkasan Dana Transfer Pemerintah Pusat?
-
Stop Lakukan Ini! 5 Kebiasaan Buruk yang Diam-diam Menguras Gaji UMR-mu
-
Pelaku Ritel Wajib Tahu Strategi AI dari Indosat untuk Dominasi Pasar
Terkini
-
Gubernur Sulsel Hadiri Rakor Sinkronisasi Pusat dan Daerah Kemenko Polkam
-
Penampakan Sabu 3 Kg di Bandara Mutiara Palu
-
BPJS Diblokir! Nenek Penerima Bansos Ini Dituduh Judi Online
-
Suara Kritis dari Zona D Penjaringan Rektor Unhas: Kampus Hijau, UKT Adil, dan Dosen S3
-
Kantor Penghubung Sultra Digembok! Mahasiswa Jakarta Dilaporkan ke Polisi