Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Selasa, 29 Agustus 2023 | 16:12 WIB
Penampakan sokko Recca yang meraih penghargaan World Crafts Council (WCC) Award of Excellence For Handicraft of Asia Pacific Region 2022. Songkok tersebut dipamerkan di Gerai UMKM Andalan Sulsel [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Seperti juga daerah lainnya di Indonesia, masyarakat Bugis pun memiliki busana tradisional. Salah satunya adalah Songkok Recca, peci khas yang dikenakan kaum pria suku Bugis dan Makassar.

Songkok Recca umum dikenakan oleh masyarakat suku Bugis. Tapi tidak pada zaman dahulu kala. Recca hanya boleh digunakan oleh warga berdarah biru, atau bangsawan, tidak pada orang biasa.

Bagi pria Bugis, Recca merupakan suatu kehormatan yang menandakan identitas sosial dan adat. Ciri khasnya terletak di bagian pinggir yang terbuat dari benang berwarna emas.

Recca juga bukan merupakan songkok biasa. Ada sejarah di balik peci yang terbuat dari pelepah daun lontar ini.

Baca Juga: Gubernur Sulsel Andi Sudirman Resmikan Masjid Akbar Lappariaja, Ajak Masyarakat Beri Kenyamanan Bagi Musafir

Songkok Recca biasa juga disebut Songkok to Bone. Itu karena asal usul awalnya berawal dari Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.

Recca sudah ada sejak abad ke-15. Awal mulanya, Recca digunakan oleh Raja Bone Arung Palakka saat melakukan ekspansi ke Tana Toraja pada tahun 1683 untuk memperluas kerajaan Bone.

Namun, usaha prajurit asal Bone tidak berhasil lantaran Laskar Tana Toraja melakukan perlawanan yang sengit. Alhasil, Arung Palakka hanya menduduki wilayah Makale dan Rantepao saja.

Arung Palakka lantas mengubah strategi perang. Sebab, salah satu faktor kekalahan mereka lantaran sulit membedakan mana kawan, mana lawan.

Pada saat berperang, ciri khas tentara kerajaan Bone adalah memakai sarung yang diikatkan di pinggang atau Mabida. Hal yang sama dilakukan Laskar Tana Toraja. Mereka punya kebiasaan memakai sarung diselempang atau Massuleppang.

Baca Juga: Viral Kasus Suami Ketiga Bunuh Suami Kedua di Bone, UAS Jelaskan Hukum Islam soal Poliandri

Arung Palakka kembali ke Bone dan memerintahkan prajuritnya mencari pelepah lontar yang dikeringkan. Bahan-bahan itu dibakar dan dipukul atau direcca hingga seratnya keluar.

Serat pembakaran itu kemudian dijadikan seperti songkok. Arung Palakka meminta pasukan untuk memakai songkok tersebut sebagai identitas saat berperang.

Singkat cerita, pada masa pemerintahan raja Bone ke-32 di bawah kepemimpinan La Mappanyukki, songkok recca dijadikan kopiah resmi atau songkok kebesaran bagi raja, bangsawan, dan para punggawa kerajaan. Tujuannya untuk membedakan strata sosial.

Songkok recca akhirnya dibuat dengan pinggiran berbahan baku emas atau disebut dengan Pamiring Pulaweng. Penggunanya bukan orang sembarang.

Sebab, benang emas yang melingkar pada songkok Pamiring punya makna. Semakin tinggi lingkaran emasnya, maka semakin tinggi derajat kebangsawanannya.

Terdapat aturan bagi pemakai songkok Pamiring. Yaitu, emas murni atau Ulaweng Bubbu hanya untuk raja, anak raja yang dianggap berdarah biru atau Maddara Takku, dan anak Mattola.

Sementara untuk golongan yang disebut Arung Mattola Menre, Anak Arung Manrapi, Anak Arung Sipue dan Anakkarung boleh memakai songkok pamiring dengan lebar emas tiga per lima dari tinggi songkoknya. Ada juga golongan yang disebut Rajeng Matase, yang boleh memakai songkok pamiring dengan lebar emas setengah bagian dari tinggi songkoknya.

Lalu, golongan yang disebut Tau Deceng, Tau Maradeka dan Tau Sama juga diperbolehkan memakai songkok recca berpinggiran emas. Namun, tidak untuk golongan yang disebut Ata. Mereka sama sekali tidak dibolehkan memakai songkok ini.

Dalam sejarahnya, Pamiring hanya dipakai oleh Sombayya ri Gowa dan Petta Mangkau di Bone, serta raja sederajat. Tinggi lingkarnya kira-kira hanya menyisakan 1 cm pinggiran tanpa untaian lapis emas.

Seiring perkembangan zaman, terjadi perubahan pola pikir masyarakat. Songkok Recca tidak hanya digunakan bangsawan untuk menandakan kasta, tapi juga boleh untuk orang biasa.

Setelah zaman kerajaan berakhir, Songkok Recca kini digunakan siapa saja. Warna dan coraknya pun dibuat variatif.

Harganya bervariasi. Dari ratusan ribu rupiah sampai Rp5 juta. Songkok Recca pernah digunakan oleh Presiden Joko Widodo pada sidang tahunan MPR tahun 2017 lalu.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga pernah membeli Songkok ini dengan harga Rp2 juta di ajang Inacraft. Songkok Recca pun selalu jadi kado untuk tamu negara yang berkunjung ke Sulsel.

Kabar baiknya adalah Songkok Recca merupakan hasil kerajinan terbaik yang diakui di Asia Pasifik. Songkok Recca ditetapkan sebagai penerima World Crafts Council (WCC) Award of Excellence For Handicraft of Asia Pacific Region 2022 lalu.

Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman mengatakan Songkok Recca paling banyak diminati pejabat, bahkan hingga luar negeri. Namun, pengrajin harus membuatnya menjadi karya yang punya kualitas tinggi.

"Sehingga walaupun handmade, punya harga jutaan. Songkok Recca ini paling dicari, makanya harus punya kualitas tinggi. Kearifan lokalnya harus kuat," ujar Sudirman saat meresmikan Gerai UMKM Andalan Sulsel di Kantor Gubernur Sulawesi Selatan, Senin, 28 Agustus 2023.

Ia mengaku produk kerajinan di Sulsel tak kalah menarik dengan daerah lain. Hanya saja pemasarannya perlu diperluas.

"Kita upayakan harus ekspor," tegas Sudirman.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More