Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Selasa, 29 Agustus 2023 | 13:05 WIB
Kapal Pinisi sedang berlayar di perairan Singapura [Dokumentasi Pinisi.id]

SuaraSulsel.id - Masyarakat Bugis tak hanya terkenal sebagai pelaut ulung. Mereka juga pembuat kapal yang andal.

Pinisi namanya. Kapal ini kini jadi salah satu kebanggaan Indonesia, tak hanya bagi orang Bugis saja.

Orang Bugis bisa mengarungi lautan samudera dengan kapal bertiang dua layar utama yang menjulang tinggi itu. Padahal pembuatannya masih dilakukan secara tradisional di galangan, yang disebut Bantilang.

Pinisi dibuat dari kayu pilihan seperti Punaga, Jati, Bitti dan Kandole. Masyarakat di Ara, Tanjung Bira dan Tanah Lemo, Kabupaten Bulukumba merupakan orang yang sangat mahir membuat kapal tersebut.

Baca Juga: Begini Filosofi Kue Barongko, Kuliner Khas Bugis Makassar yang Jadi Warisan Budaya Tak Benda

Kapal pinisi dipercaya sudah ada sejak tahun 1500-an di Indonesia. Kapal ini digunakan oleh pelaut asal Konjo, Bugis, dan Mandar untuk mengangkut barang dagangan.

Namun, jauh dari itu, Pinisi punya sejarah panjang. Konon, kapal ini berawal dari kisah cinta terlarang saudara kembar.

Dalam Buku berjudul Kapal Pinisi yang ditulis Herry Lisbijanto diceritakan awal mula terciptanya Pinisi berasal dari kerajaan Luwu.

Pada abad 15 Masehi, kerajaan Luwu merupakan kerajaan yang mempunyai wilayah kekuasaan di sekitar Sulawesi dan beberapa pulau yang ada di sekitarnya.

Karena merupakan wilayah lautan, banyak masyarakat di sana yang berprofesi sebagai pelaut. Salah satunya Putra mahkota Kerajaan Luwu bernama Sawerigading.

Baca Juga: Mantra Cenning Rara Suku Bugis Makassar, Diyakini Bisa Memikat Hati Lawan Jenis

Sawerigading adalah seorang pelaut ulung yang sering mengembara ke luar wilayah kerajaan Luwu dalam waktu yang sangat lama. Tujuannya untuk menimba ilmu dan juga berdagang.

Karena sebagian hari-harinya dihabiskan di lautan, Sawerigading tak mengenal dekat saudara-saudaranya.

Suatu hari, sepulang dari pengembaraan, Putra Mahkota Sawerigading berjumpa dengan saudara kembarnya bernama Putri Wanteri Abeng. Sawerigading lantas tertarik dan jatuh cinta.

Sawerigading tidak menyadari bahwa hal itu tidak diperkenankan dalam hukum adab di kerajaan Luwu. Namun, Putra Mahkota tetap saja tidak bisa menghilangkan rasa cintanya kepada saudara kembarnya.

Putri Wanteri Abeng berusaha meyakinkan Sawerigading bahwa menikahi saudara sendiri adalah hal yang mustahil. Ayahnya atau Raja Batara Lattu tidak mungkin sepakat jika mengetahui hubungan mereka.

Kekhawatiran mereka terbukti. Raja Batara Lattu mengetahui hubungan di antara kedua anaknya dan sangat marah. Raja meminta Sawerigading untuk mengurungkan niatnya menikahi adiknya sendiri.

Putri Wanteri Abeng kemudian mengusulkan kepada Sawerigading agar pergi ke Tiongkok. Di negara itu ada seorang wanita yang mempunyai wajah seperti dirinya.

Dengan berat hati, sang putra mahkota bersedia mengikuti saran saudara kembarnya. Namun, Sawerigading berpikir bagaimana bisa sampai di negara Tiongkok yang jaraknya sangat jauh dari Kerajaan Luwu.

Kapal yang dia pakai selama ini hanyalah sebuah perahu yang kecil. Tidak mungkin dapat digunakan untuk mengarungi lautan luas hingga ke negeri seberang.

Mnurut naskah Lontarak I Babad La Lagaligo pada abad k 14, Sawerigading lalu membuat kapal kayu dengan layar di depan. Ia lalu berlayar menuju negeri Tiongkok dan hendak meminang Putri Tiongkok bernama We Cudai.

Sawerigading berhasil k negeri Tiongkok dan memperistri Putri We Cudai. Stlh bbr lama tinggal d sana, Sawerigading kembali ke kampung halamannya dngn menggunakan Pinisinya k Luwu.

Namun, saat memasuki perairan Luwu, kapalnya diterjang gelombang besar dan Pinisi jadi terbelah tiga. Kapal itu terdampar ke desa Ara, Tanah Lemo dan Bira.

Masyarakat tiga desa trbut kmudn merakit pecahan kapal trbut menjadi perahu ng kmudn dinamakan Pinisi. Orang Ara yang membuat badan kapal, d Tana Lemo kapal trbut kemudian dirakit dan perancang kapalnya adalah orang Bira.

Konon, nama Pinisi n diambil dr nama seseorang ng bernama Pinisi tu sendiri. Beberapa bagian dari kapal ini melambangkan beberapa hal. Seperti 2 layar depan melambangkan 2 kalimat syahadat, dan 7 buah layar lainnya melambangkan jumlah ayat dari surat Al-Fatihah.

Selain itu, dalam proses pembuatannya kapal pinisi juga memiliki beberapa makna simbolis. Seperti saat meletakkan lunas, bagian depan balok lunas adalah simbol lelaki. Sedang balok lunas bagian belakang adalah simbol wanita.

Saat pemotongan balok lunas, ujung lunas yang lepas harus langsung dibuang ke laut dan tak boleh menyentuh tanah. Ini adalah simbol suami yang siap melaut demi mencari nafkah.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More