SuaraSulsel.id -
Kinerja keuangan yang impresif berhasil dicatatkan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk pada tahun 2022. Hal tersebut digambarkan dari pertumbuhan laba yang mencapai 67,15% secara tahunan (yoy) menjadi sebesar Rp51,4 triliun.
Seiring dengan pertumbuhan laba, BRI pun tetap memperkuat pencadangan sebagai langkah antisipasi dan mitigasi risiko menghadapi tantangan ekonomi ke depan.
Keberhasilan BRI mencatatkan kinerja gemilang tersebut tidak terlepas dari manajemen risiko yang prudent. Hal ini tercermin dari dari rasio NPL BRI secara konsolidasian yang manageable dilevel 2,67%.
Di samping itu, BRI menyiapkan pencadangan yang cukup dengan NPL Coverage tercatat sebesar 305,73%, dimana angka ini meningkat dibandingkan dengan NPL Coverage di akhir tahun 2021 yang sebesar 281,16%.
Pencadangan yang memadai tersebut merupakan langkah antisipatif dan upaya mitigasi risiko menghadapi ketidakpastian perekonomian global, kenaikan inflasi dan suku bunga, serta potensi perlambatan ekonomi.
Kualitas kredit yang baik dan pencadangan yang memadai tersebut juga diiringi dengan pertumbuhan kredit yang positif dengan total kredit dan pembiayaan BRI Group tercatat mencapai Rp1.139,08 triliun pada akhir Desember 2022, dimana secara khusus portofolio kredit Mikro BRI tumbuh double digit sebesar 13,9% yoy.
Kemampuan BRI dalam menyalurkan kredit dan pembiayaan juga didukung dengan likuiditas yang memadai dan permodalan yang kuat. Hal ini terlihat dari rasio LDR secara konsolidasian yang terjaga di level 87,09% dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 25,54%.
Direktur Manajemen Risiko BRI, Agus Sudiarto mengungkapkan, kemampuan perseroan dalam membukukan kinerja yang cemerlang harus diimbangi dengan pengelolaan risiko bisnis yang prudent. Oleh karena itu, menurutnya, top management perseroan selalu mengambil langkah strategis dengan menyiapkan pencadangan yang memadai.
Pada akhir 2022, BRI menyiapkan NPL Coverage sebesar 305,73%, naik sekitar 24,57% dari posisi akhir 2021 sebesar 281,16%.
Baca Juga: Top! BRI Satu-satunya Perusahaan RI yang Masuk Sustainability Yearbook Member dari S&P Global
”Rasio pencadangan itu sangat memadai. Kami memiliki alasan kuat untuk menaikkan pencadangan tersebut. Ini sebagai langkah antisipatif dan upaya mitigasi risiko menghadapi tantangan ekonomi tahun ini seperti ketidakpastian perekonomian global, kenaikan inflasi, suku bunga yang naik, serta potensi perlambatan ekonomi,” ujarnya.
Terlihat dari data perseroan sejak 2019, BRI selalu meningkatkan dana pencadangan. Pada tahun tersebut BRI menyiapkan pencadangan sebesar 166,59%, tahun berikutnya pada saat pandemi pencadangan BRI naik pesat menjadi 247,98%.
”Dengan upaya mitigasi risiko, menjadi komitmen nyata perseroan untuk menjaga bisnis yang sehat dan berkelanjutan. Ini merupakan salah satu value dari kami untuk stakeholders sehingga trust dari seluruh stakeholders dapat selalu kami jaga dengan bukti konkret yang tercermin dari kinerja secara menyeluruh,” lanjutnya.
Terpisah, pengamat perbankan Lando Simatupang mengemukakan pendapat senada. Lando mengatakan, kebijakan pencadangan adalah upaya bank memitigasi atas segala potensi eksternal.
“Dengan pembentukan cadangan yang cenderung tinggi, ini bentuk mitigasi bank atas potensi resesi global yang akan mempengaruhi domestik,” katanya.
Lando yang pernah menjabat sebagai Kepala Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) ini menilai, pada 2023 bank berpotensi kembali mempertebal pencadangan. Akan tetapi bila Indonesia dapat mengatasi gejala resesi global dengan baik, maka tentu hal itu tidak perlu dilakukan.
“Misal ekspor komoditas masih bertumbuh, maka industri perbankan bisa jadi masih bisa tumbuh dan membukukan (pertumbuhan) laba,” ujarnya.
Indonesia sendiri diproyeksikan mampu menghadapi tantangan ekonomi global. Hal ini terlihat dari optimisme berbagai pihak. Riset media ekonomi terkemuka dunia, Bloomberg, menyatakan kemungkinan resesi Indonesia sangat tipis tahun ini yang hanya sekitar 3%.
Bank Indonesia juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional berada di kisaran 4,5%-5,3% pada 2023. Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan kredit perbankan tahun ini tumbuh sekitar 10%-12%, yang didukung oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sekitar 7%-9%.
Berita Terkait
-
Penjualan SBR012 oleh BRI Diharapkan Dapat Tingkatkan Pengembangan Pasar SBN Domestik
-
Tahun Ini BRI Jadi Mitra Distribusi Penjualan Saving Bond Ritel Seri SBR012
-
Era Digital, Penjualan SBR012 melalui BRImo Sebesar 42,82% dari Total Transaksi
-
BRI Sediakan Fitur e-SBN di BRImo untuk Jawab Kebutuhan Nasabah Bertransaksi di Era Digital
-
Lampaui Target, Penjualan SBR012 oleh BRI Sentuh Rp2,1 Triliun
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Rp100 Ribu per Tabung! Untung Besar Pengoplos Gas Subsidi di Gowa
-
Cek Fakta: Viral Beras SPHP Meledak Saat Dimasak, Benarkah Plastik?
-
'Saat Pandemi Kami Hampir Mati, Sekarang Dimatikan Birokrasi': 8 Tuntutan Nakes Sulsel
-
Siapa Layak Pimpin Unhas? UGM Uji Kemampuan 6 Bakal Calon Rektor
-
Aplikasi Ini Bikin Warga Sulsel Lebih Mudah Akses Produk Hukum?