"Ada kuota yang tersedia (sebagai penyelenggara pemilu), cuma dari segi teman-teman difabel, mereka kurang percaya diri. Tidak ada yang berani daftar," ujar Nur, Minggu, 12 Februari 2023.
Nur mengatakan ketidakpercayaan difabel karena faktor keterbatasan fisik. Kemudian, ada pola pikir di masyarakat yang mempengaruhi mereka.
Sebagai contoh di Kota Makassar. Hanya ada satu orang difabel yang mendaftar sebagai penyelenggara Pemilu 2024.
Padahal, dari data Dinas Sosial, ada sekitar 20 ribu penyandang disabilitas di Kota Makassar. Tuna daksa yang paling banyak.
"Di Makassar saya tahunya hanya ada satu orang (jadi badan Adhoc)," ungkapnya.
Nur mengatakan difabel sebenarnya sudah cukup melek terhadap politik. Mereka selalu antusias mengikuti sosialisasi yang digelar oleh Bawaslu dan KPU.
Bahkan salah satu pelapor KPU kota Makassar ke Bawaslu beberapa waktu lalu adalah organisasi difabel. Partisipasi mereka sebagai pemilih di setiap perhelatan politik juga meningkat.
"Hanya sebatas itu. Saya tidak tahu apakah itu sudah memenuhi (hak difabel) atau belum, tapi sudah ada praktik baik yang sudah dilaksanakan oleh Bawaslu dan KPU," kata Nur.
Kendati demikian, Nur menyorot soal kebijakan dari KPU dan Bawaslu yang tidak bisa dijangkau oleh semua ragam disabilitas.
Baca Juga: Pemilih Pemilu 2024 di Sumbar Didominasi Kaum Milenial
Misalnya, tidak semua difabel bisa mengecek hak pilihnya di DPT, surat suara yang kadang tidak ada "braile" dan juga tempat pemungutan suara (TPS) yang tidak ramah difabel.
Ia berharap KPU melakukan pendataan khusus terhadap mereka. Tidak hanya mencatat identitas, tapi juga soal kebutuhan khusus mereka. Agar penyelenggara bisa menyiapkan pelayanan dan fasilitas yang sesuai di TPS.
"Jadi memang masih sedikit yang memikirkan akses bagi teman-teman disabilitas. Sejauh ini kami melihat penyelenggara fokus ke (difabel) yang paling mudah diakomodasi saja, seperti tuna daksa. Belum ada perhatian ke disabilitas mental atau penyandang tuna rungu. Itu yang kami harap di Pemilu 2024 nanti bisa difasilitasi," jelas Nur.
Minimnya aksesibilitas untuk difabel di Pemilu diakui oleh komisioner KPU Sulsel, Misna Attas. Bukan hanya sebagai pemilih, tapi juga penyelenggara atau yang dipilih.
"Masih banyak pendirian TPS yang tidak punya akses bagi mereka. Akibatnya kesulitan dalam menggunakan hak suaranya," kata Misna.
Misna bahkan mengaku pernah diprotes karena TPS. Ia ingin di pemilu tahun ini kasus serupa tidak terjadi.
Berita Terkait
Terpopuler
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Sengkarut Jual Beli Sekolah Islam Al-Azhar, Pelapor Jadi Tersangka
-
PMI Borong Cangkul dan Sekop untuk Bersihkan Rumah Korban Banjir
-
Dosen UNM Tersangka Kekerasan Seksual Menghilang?
-
Awal Mula Kasus Dugaan Penipuan yang Menjerat Irman Yasin Limpo dan Andi Pahlevi
-
1.000 Relawan BUMN Dikerahkan Danantara dan BP BUMN ke Wilayah Bencana di Pulau Sumatra