Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Selasa, 29 November 2022 | 16:35 WIB
Seorang buruh di Pelabuhan Makassar mengangkat barang dari atas kapal [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan resmi menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 naik 6,9 persen.

Jika dirupiahkan, kenaikannya mencapai Rp219 ribu per bulan.

Angka ini dinilai yang paling tinggi selama ada kenaikan UMP. Namun di balik kabar bahagia itu, banyak buruh yang mengeluh.

Faktanya, mereka tak pernah digaji sesuai UMP. Perusahaan tidak mengikuti aturan yang sudah ditetapkan pemerintah.

Baca Juga: Kenaikan UMP Jabar Tahun 2023 Diklaim Sudah Sesuai Dengan Ketentuan Pusat

Salah satunya dialami MS (42 tahun). Warga jalan Paccerakang ini bekerja di salah satu perusahaan rumput laut di kawasan KIMA.

Setiap bulan, ia hanya diupah Rp1,8 juta. Bahkan kadang tidak bisa menutupi biaya kebutuhan hidup yang terus naik.

"Jadi naik atau tidak UMP, gaji kami hanya begitu. Tidak berpengaruh," keluhnya, Selasa, 29 November 2022.

MS sudah bekerja di perusahaan itu sejak tahun 2015. Awalnya, gajinya hanya Rp1,2 juta untuk enam jam kerja.

"Kemudian naik Rp1,8 juta. Pernah dipotong 50 persen pas pandemi, sekarang kembali normal. Tapi tidak pernah sesuai UMP," jelasnya.

Baca Juga: Tak Terima UMP DKI 2023 Hanya Rp4,9 Juta, Buruh Bakal Gugat Heru Budi ke PTUN dan Demo di Balai Kota Pekan Depan

Mereka juga tidak pernah mendapat Tunjangan Hari Raya (THR) saat hari besar keagamaan. Keuangan perusahaan yang pas-pasan jadi alasannya.

Masalah ini sudah pernah dilaporkan ke Dinas Ketenagakerjaan, Kota Makassar. Tapi malah kena PHK setelah ketahuan.

Ia berharap Disnaker punya inisiatif melakukan inspeksi ke perusahaan untuk mengetahui masalah upah. Tidak hanya menunggu laporan dari pekerja.

Kata MS, banyak perusahaan seperti tempatnya bekerja. Tidak menerapkan UMP seperti kebijakan pemerintah.

"Jadi kita pasrah saja. Mau protes juga kita tidak siap jadi pengangguran. Kita butuh biaya hidup untuk anak istri," ucapnya.

Kisah yang sama dialami HA (38 tahun), pegawai non ASN di kantor Gubernur Sulsel. Ia mengaku sejak bekerja tidak pernah digaji UMP.

"Gaji saya sekitar Rp2 juta lebih. Kalau ditanya cukup atau tidak, jelas tidak. Habis di ongkos," katanya.

Ia mengaku heran. Sebab, Pemprov Sulsel yang menggodok soal UMP setiap tahunnya. Namun gaji staf malah di bawah upah minimum.

"Kita digaji sesuai SK. Gajinya tergantung pendidikan. Kalau SMA dan SMP lebih rendah lagi hanya Rp1 juta lebih," bebernya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More