Ketidakadilan
Korban lainnya bernama Vivi Natalia. Dia dilaporkan pihak keluarga dengan UU ITE akibat persoalan utang piutang. Awalnya Vivi memberikan utang kepada keluarganya sebesar Rp450 juta.
Sampai waktu ditentukan, utang itu tidak kunjung dibayar. Upaya penagihan pun dilakukan dari bertemu langsung hingga melalui grup WA. Puncaknya Vivi menangih dan melampiaskan kekesalannya melalui media sosial Facebook.
Akibat postingan itu, Vivi lalu dilaporkan ke polisi. Dia merasa kesal karena sebagai korban utang piutang, dilaporkan lagi kasus pencemaran nama baik. Pascalaporan itu, Vivi melakukan upaya damai. Akan tetapi, upaya itu dianggap sebagai bentuk pemerasan kepada dirinya.
Baca Juga: Nikita Mirzani Soroti Kasus Nindy Ayunda Terkait Dugaan Penyekapan Mantan Sopir
"Namun, persyaratan itu tidak dapat saya penuhi. Mereka meminta uang damai, per satu laporan sebesar dua miliar rupiah," ungkapnya.
Upaya itu pun tidak mendapatkan titik temu. Akhirnya Vivi ditetapkan bersalah dengan vonis percobaan 2 tahun penjara. Di hadapan anggota DPR RI, Vivi merasa sangat tidak adil dengan adanya UU ITE.
"Sampai sekarang utang itu pun tidak dibayar," ujarnya.
Merasa tidak adil dalam UU ITE juga disampaikan Baiq Nuril. Seorang guru honorer yang dijerat Pasal 27 ayat (1) akibat pencemaran nama baik. Walaupun saat ini Nuril sudah menghirup udara bebas setelah mendapatkan amnesti dari Presiden RI.
Baiq Nuril menceritakan laporan kasusnya mulai 2015. Pada tahun 2016 dia ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan selama 2 bulan 3 hari pada tahun 2017. Pada bulan Juli 2017, dia dinyatakan bebas oleh PN Mataram. Jaksa penuntut umum melakukan banding dan kasasi.
Baca Juga: Sudah Terima Surpres, DPR Tunggu Pembahasan RUU PDP Sebelum Revisi UU ITE
Mahkamah Agung menerima kasasi dari jaksa. Nuril pun melakukan upaya peninjauan kembali (PK) namun ditolak MA. Nuril diputus bersalah dengan ancaman hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta.
"Saya menjadi korban pelecehan seksual secara verbal dan dijerat UU ITE," katanya menegaskan.
Korban lainnya Sadli Saleh, jurnalis asal Buton Tengah, Sulawesi Tenggara. Dia merasa tidak adil setelah tulisannya sebagai karya jurnalistik yang diakui Dewan Pers dilaporkan kepada pihak kepolisian.
Menurut dia, karya jurnalistik tidak dapat dikriminalisasi. Jika ada pihak-pihak merasa tidak puas, dapat melalui mekanisme dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Oleh penegak hukum, aturan itu dilewati. Saya divonis 2 tahun penjara," ungkapnya.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Fatiah Maulidiyanti menjelaskan bahwa kasus dengan jeratan UU ITE terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Organisasi SafeNet mencatat 52 persen peningkatan rasa takut di tengah masyarakat untuk menyatakan pendapat akibat undang-undang itu.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kemarin Koar-koar, Mertua Pratama Arhan Mewek Usai Semen Padang Tak Main di Liga 2
- Simon Tahamata Dihujat Pendukung RMS: Ia Berpaling Demi Uang!
- Resmi! Bek Liga Inggris 1,85 Meter Tiba di Indonesia Akhir Pekan Ini
- Rekomendasi Aplikasi Penghasil Uang Resmi Versi Pemerintah Mei 2025, Dapat Cuan dari HP!
- Lesti Kejora Dipolisikan karena Cover Lagu Yoni Dores, Ariel NOAH Pasang Badan: Kenapa Dipidanakan?
Pilihan
-
5 Rekomendasi Sunscreen Terbaik 2025, Anti Aging Auto Bikin Glowing
-
7 Rekomendasi HP Kamera 108 MP di Bawah Rp5 Juta, Layar AMOLED Lensa Ultrawide
-
5 Rekomendasi HP Xiaomi Rp 1 Jutaan dengan Spesifikasi Gahar Terbaik Mei 2025
-
7 Rekomendasi Mobil Seken Murah, Hemat Bensin Tak Khawatir Rawat Mesin
-
4 Mobil Bekas Murah di Bawah Rp80 Juta: Irit Bahan Bakar, Kabin Longgar
Terkini
-
identitas Unhas Raih Penghargaan Bergengsi di Ajang ISMA-SPS Award 2025
-
Petani Bone Kaya Mendadak! Pisang Cavendish Tembus Pasar Korea, Permintaan Menggila!
-
Miris! SD Negeri di Pelosok Ini Terancam Tutup Karena Ditinggal Murid
-
Guru Ngaji Ditangkap Densus 88 di Gowa: Diduga Terlibat Terorisme dan Simpan Bom Rakitan?
-
BRI Terus Kawal Mimpi Anak Muda di Pentas Sepak Bola Lewat Sponsorship GFL Series 3