SuaraSulsel.id - Para perupa di Kota Makassar punya cara unik menggerakkan aktivitas seni rupa. Dinding seluas 8x7 meter di Artmosphere dilukis secara bergantian oleh para perupa yang tergabung dalam Makassar Art Initiative Movement (MAIM).
Artmosphere merupakan studio dan galeri, yang dibangun perupa Jenry Pasassan. Letaknya di Jalan Abdullah Daeng Sirua Lorong 8, Kelurahan Masale, Kecamatan Rappocini.
Di lokasi ini, selain galeri, juga ada Ciarong, yang menjual makanan rumahan, serta Riboko, kafe yang menyediakan kopi dan aneka minuman.
Lokasi ini, tadinya merupakan tempat pembuangan sampah. Lalu disulap oleh Jenry Pasassan menjadi tempat nongkrong yang asyik dan asri. Selain ada banyak tanaman yang menghadirkan suasana sejuk, juga ada kolam ikan nila yang cukup lebar. Menariknya, material bangunan yang digunakan sebagian besar merupakan bahan daur ulang.
"Lebih 90 persen saya gunakan barang bekas," terang perupa yang karyanya pernah dipamerkan dalam Makassar Biennale tersebut.
Baca Juga: Sejarah Jemparingan, Panahan dengan Duduk Bersila Asli Yogyakarta
Model pameran lukisan dengan cara menampilkan karya di bidang yang cukup luas itu, sudah dilakukan selama 6 kali.
Perupa yang terlibat aktif selain Jenry Pasassan dan Ahmad Fawzi, juga ada Ahmad Anzul, Faisal Syarif, Muhammad Suyudi, Budi Haryawan, Asman, dan Harun.
Pertama kali dimulai tanggal 26 Mei 2022, bertepatan ulang tahun Ahmad Fawzi, salah satu anggota MAIM, yang juga pernah ikut Makassar Biennale. Karya terakhir yang dibuat, sebelum ditutup oleh Faisal Syarif, dan rencana dilanjutkan hari Senin, 27 Juni 2022 ini, adalah oleh Asman.
"Ini cara kami menggas kreativitas," ungkap Jenry Pasassan.
Setelah lukisan terakhir ini, dia akan memblok lagi bentangan bidang yang luas itu dengan warna putih. Lalu akan lahir lagi satu karya baru. Tidak ada tema tertentu yang dipatok. Temanya bebas, tergantung bagaimana perupa merespons fenomena yang dia tangkap. Setelah itu, karya dipamerkan, paling tidak selama satu hari.
Baca Juga: Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Makassar Temukan Kosmetik Ilegal Mengandung Zat Berbahaya
"Lumayan melelahkan juga, tapi menarik," cerita Jenry Pasassan pada penggiat literasi Rusdin Tompo, di studionya yang memajang lukisan-lukisannya.
Katanya, salah satu indikator bahwa seni rupa bergerak itu adalah intensitas karya-karyanya. Teman-temannya juga menyadari, mereka tidak boleh hanya jadi follower, tapi harus punya inisiatif. Apalagi, untuk publikasi juga tidak sulit karena bisa dilakukan di akun medsos masing-masing.
Sekarang, lanjutnya, dengan modal 100 ribu bisa berkarya. Misalnya, hari ini giliran dia membeli kertas. Nanti ada lagi yang dukung.
Penggunaan catnya juga tidak terpaku pada cat yang mahal. Karena tidak ada jaminan bahwa cat mahal bakal menghasilkan karya yang bagus. Tapi bagaimana dia mengolah bahan-bahannya itu jadi satu karya yang dapat diapresiasi.
Jenry Pasassan dan teman-temannya tergerak menghidupkan seni rupa di Makassar dipicu oleh kegiatan Bulan Menggambar Nasional, Mei 2022 lalu. Ada semacam renungan yang dilakukan, mengapa mesti terpaku pada momen kegiatan sesaat. Bukankah perupa itu tiap hari menggambar atau melukis, menghasilkan karya. Momen seperti itu biasanya ramai di awal, tapi belakangan tidak kelihatan.
Menurutnya, cara yang dilakukan MAIM punya dampak positif. Mereka bisa saling memotivasi dan menghasilkan karya baru. Sebab dia prihatin, seni rupa di Makassar redup sekali.
Apalagi kalau perupa mau berjuang sendiri. Fenomena teman yang mau lakukan perjuangan di luar, pada akhirnya hanya dia yang punya nama. Tidak punya dampak pada gerakan seni rupa di kota ini.
"Kami tahun ini akan ikut F8 yang diadakan Pemkot Makassar. Kami ikut di fine art. Mungkin seni instalasi yang ditampilkan," beber lelaki dengan rambut gondrong itu.
Sebagai upayanya memajukan seni rupa, dia punya obsesi mengada program residensi yang berkolaborasi dengan seniman daerah lain. Dia juga ingin ada regenerasi dari anak anak dengan pikiran orisinal.
Tanpa harus mengikuti frame yang dibuat orang tua. Biar anak mengembangkan imajinasinya sendiri. Di samping itu, dia berharap ruang Artmosphere ini bisa dimanfaatkan teman-teman seniman yang lain.
Berita Terkait
-
Ulasan Buku Seni Mewujudkan Mimpi Jadi Kenyataan Karya James Allen
-
Promo Kuliner Khusus Nasabah BRI di Makassar: Dari Kopi Hingga Steak, Diskon Hingga 20%!
-
Dibela Orang Asli Bugis, Denny Sumargo dan Farhat Abbas Ditantang Naik Ring
-
Tiga Pengusaha Skincare di Makassar Jadi Tersangka, Tapi Identitas Dirahasiakan Polisi
-
Seni Tato di Kalangan Mahasiswa Yogyakarta: Antara Ekspresi Diri dan Stigma
Terpopuler
- Kini Rekening Ivan Sugianto Diblokir PPATK, Sahroni: Selain Kelakuan Buruk, Dia juga Cari Uang Diduga Ilegal
- Gibran Tinjau Makan Gratis di SMAN 70, Dokter Tifa Sebut Salah Sasaran : Itu Anak Orang Elit
- Tersandung Skandal Wanita Simpanan Vanessa Nabila, Ahmad Luthfi Kenang Wasiat Mendiang Istri
- Dibongkar Ahmad Sahroni, Ini Deretan 'Dosa' Ivan Sugianto sampai Rekening Diblokir PPATK
- Deddy Corbuzier Ngakak Dengar Kronologi Farhat Abbas Didatangi Densu: Om Deddy Lagi Butuh Hiburan
Pilihan
-
Data Ekonomi China Dorong Rupiah Berotot di Perdagangan Senin Pagi
-
Harga Emas Antam Mulai Naik Lagi, Hari Ini Tembus Rp1.476.000/Gram
-
Marselino Ferdinan Dituduh Biang Kerok Eliano Reijnders Dicoret STY: Kalah Sama Camat...
-
Perbandingan Giovanni Van Bronckhorst vs Shin Tae-yong, Adu Pantas Jadi Pelatih Timnas Indonesia
-
Patut Dicontoh! Ini Respon Eliano Reijnders Usai Kembali Terdepak dari Timnas Indonesia
Terkini
-
Timses Calon Bupati Luwu Timur Terjaring Razia Narkoba di Makassar
-
Siswa Tuna Rungu di Makassar Diduga Jadi Korban Pelecehan Guru
-
KPK Kejar Aliran Uang Korupsi Kereta Api Sulsel
-
Kisah Pilu Pengungsi Lewotobi: "Lari Hanya Pakai Baju di Badan"
-
Kabar Baik! Wapres Gibran Janji Bahas Kelanjutan Pembangunan Stadion Sudiang