SuaraSulsel.id - Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (HAM PBB) Michelle Bachelet mendesak China untuk meninjau kembali. Kebijakan kontra terorismenya, agar mematuhi standar HAM internasional.
Namun, Bachelet menegaskan bahwa perjalanannya selama enam hari di China, termasuk kunjungan ke wilayah barat Xinjiang. Bukan merupakan penyelidikan terhadap kebijakan HAM China tetapi kesempatan untuk terlibat dengan pemerintah.
"Saya telah mengajukan pertanyaan dan kekhawatiran tentang penerapan tindakan kontra terorisme dan deradikalisasi di bawah penerapan yang luas, terutama dampaknya terhadap hak-hak Uighur dan minoritas Muslim lainnya," kata dia dalam konferensi pers secara daring pada Sabtu 28 Mei 2022.
Bachelet memulai perjalanannya ke China, yang pertama kali dilakukan oleh Komisaris Tinggi HAM PBB dalam 17 tahun, pada Senin (23/5) di kota selatan Guangzhou sebelum menuju ke Xinjiang.
Tahun lalu, Kantor Komisaris Tinggi PBB menyatakan keyakinan bahwa orang-orang Uighur di Xinjiang telah ditahan secara tidak sah, dianiaya, dan dipaksa bekerja.
Di lain pihak, China membantah semua tuduhan kekerasan di Xinjiang.
Akses Bachelet selama berada di China dibatasi karena Beijing mengatur agar dia melakukan perjalanan dalam "lingkaran tertutup", yaitu dengan mengisolasi orang-orang dalam gelembung virtual untuk mencegah penyebaran COVID-19, serta tidak melibatkan pers asing.
Kelompok hak asasi manusia dan negara-negara Barat khawatir bahwa China akan menggunakan kunjungan Bachelet sebagai dukungan atas pelaksanaan HAM di negara tersebut.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Ned Price mengatakan pada Selasa (24/5) bahwa merupakan "suatu kesalahan untuk menyetujui kunjungan dalam keadaan seperti itu".
Baca Juga: Tanah Longsor di Fujian China Tewaskan 8 Orang
China awalnya membantah keberadaan kamp penahanan di Xinjiang tetapi pada 2018 mengatakan telah mendirikan "pusat pelatihan kejuruan" yang diperlukan untuk mengendalikan apa yang dikatakannya sebagai terorisme, separatisme, dan radikalisme agama di wilayah tersebut.
Bachelet mengatakan dia menyampaikan kepada pemerintah China tentang kurangnya pengawasan yudisial yang independen atas pengoperasian pusat-pusat itu dan tuduhan penggunaan kekerasan, perlakuan buruk, dan pembatasan ketat pada praktik keagamaan.
Pada 2019, Gubernur Xinjiang Shohrat Zakir mengatakan semua peserta pelatihan telah "lulus". (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Kunjungi Lokasi Bencana di Bener Meriah Aceh, Jusuf Kalla Janji Kirim Bantuan
-
Ini Daftar Daerah di Sulsel dengan Tingkat Kehamilan Anak Tertinggi
-
Kejaksaan Periksa Anak Buah Tito Karnavian: Dugaan Korupsi Bibit Nanas Rp60 Miliar
-
Ledakan Guncang Kafe di Makassar, Ini Dugaan Awal
-
Jeritan Ibu-Ibu Korban Banjir Minta Cangkul dan Sekop ke Jusuf Kalla