SuaraSulsel.id - Universitas Hasanuddin menolak usulan pemberian gelar Profesor Kehormatan untuk Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo.
Surat penolakan bernomor 7307/UN4.2/KP.09.02/2022 itu ditandatangani oleh Ketua Senat Akademik Unhas, Prof Abdul Latief Toleng.
Surat tersebut dikeluarkan pada Senin, 7 Maret 2022 dan ditujukan kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi.
Ada empat hal yang mendasari kenapa pengusulan Rektor Unhas Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu itu ditolak.
"Berdasarkan surat Rektor Unhas tanggal 13 Januari 2022 Nomor 1510/UN4.1/KP.09.02/2022 perihal penyampaian emberian pertimbangan tentang pengusulan Profesor Kehormatan a.n. Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, S.H.,M.Si.,M.H. kepada Senat Akademik (SA) Unhas, maka Pimpinan SA telah melaksanakan rapat pada tanggal 17 Januari 2022," demikian kutipan surat tersebut.
Hasil rapat pimpinan senat akademik itu memberikan pertimbangan untuk menolak pengusulan profesor kehormatan kepada SYL. Karena dinilai belum memenuhi syarat.
Syarat yang dimaksud diatur dalam peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 38 Tahun 2021 tentang pengangkatan Profesor Kehormatan pada perguruan tinggi.
Pertama, karena Syahrul Yasin Limpo dinilai masih berstatus dosen tetap pada salah satu universitas swasta di Kota Makassar. Alasan lain karena kriteria program studi S3 Ilmu Hukum sebagai pengusul belum terakreditasi A.
Kemudian, dokumen dari pengusul juga belum ada. Penilaian dari tim ahli yang mendasari pertimbangan senat akademik juga disebut belum ada.
Baca Juga: Rentan Terhadap Perubahan Iklim, Mentan Sarankan Petani Aceh Utara Ikut Program Asuransi Pertanian
Pengusulan gelar profesor untuk Syahrul Yasin Limpo ini sudah dimulai sejak tahun 2018. Namun, hal tersebut sempat menuai kontroversi di internal Unhas.
Salah satunya sempat dikritisi oleh Dewan Profesor Unhas, Prof AM Imran.
Imran menegaskan pemberian gelar Unhas harus lebih selektif. Bukan cuma inovasi atau karya buku, melainkan karya ilmiah yang punya pengaruh besar untuk ilmu pengetahuan.
Jika hanya mengandalkan buku, menurutnya itu sudah biasa. Apalagi jika hanya mengandalkan inovasi pemerintahan.
"Seseorang bisa disebut profesor jika menghasilkan riset ilmu pengetahuan dan pengembangan teknologi. Oleh karena itu, seseorang yang bukan dosen dan ingin menjadi profesor sangat tidak etis. Sama halnya jika seseorang yang basicnya bukan dari non militer namun direkomendasikan menjadi jenderal," tegas Guru Besar Fakultas Teknik Unhas itu.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing
Berita Terkait
Terpopuler
- Timur Kapadze Tolak Timnas Indonesia karena Komposisi Pemain
- 5 Body Lotion dengan Kolagen untuk Usia 50-an, Kulit Kencang dan Halus
- 19 Kode Redeem FC Mobile 5 Desember 2025: Klaim Matthus 115 dan 1.000 Rank Up Gratis
- 7 Rekomendasi Sabun Cuci Muka dengan Niacinamide untuk Mencerahkan Kulit Kusam
- John Heitingga: Timnas Indonesia Punya Pemain Luar Biasa
Pilihan
-
Stok BBM Shell Mulai Tersedia, Cek Lokasi SPBU dan Harganya
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
Terkini
-
PMI Kirim 1 Ton Abon untuk Pengungsi Banjir Sumatera dan Aceh
-
Diterjang Banjir Rob, 62 KK di Parigi Moutong Mengungsi
-
Kementerian ATR Terus Lakukan Sertifikasi Pulau-pulau Kecil
-
BMKG: Aktivitas Sesar Aktif Sebabkan Gempa di Sulawesi Tenggara
-
Solidaritas Sulsel Mengalir, Wagub Imbau Warga Bantu Korban Bencana di Sumatera