Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Kamis, 03 Februari 2022 | 20:37 WIB
LBH Makassar bersama Pemerintah Kota Makassar melaksanakan uji publik di Ruang Sipakalebbi, Balai Kota Makassar, Kamis (03/02/2022) [SuaraSulsel.id/Istimewa]

SuaraSulsel.id - Menindaklanjuti dorongan dari Wali Kota Makassar, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar tengah menggagas Peraturan Wali Kota (Perwali) terkait Penerapan Keadilan Restoratif di Kota Makassar.

Rancangan Perwali ini sedang dalam tahap penyusunan. Untuk mendapatkan masukan dari berbagai stakeholder dalam penyempurnaan Draft Rancangan Perwali ini, LBH Makassar bersama Pemerintah Kota Makassar melaksanakan uji publik di Ruang Sipakalebbi, Balai Kota Makassar, Kamis (03/02/2022).

Melalui kegiatan ini Wali Kota Makassar memberikan sambutan sekaligus membuka acara, yang diwakili oleh Andi Muhammad Yasir selaku Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Kota Makassar.

Dalam sambutannya, menyatakan bahwa kegiatan uji publik ini untuk memberikan ruang yang sebesar-besarnya kepada stateholder dan masyarakat. Agar lebih memahami substansi dari sebuah rancangan produk hukum daerah. Sehingga tidak menjadi multi tafsir dalam penerapannya.

Baca Juga: LBH Makassar Belum Terima Surat Penyelidikan Kembali Dugaan Pencabulan Anak di Luwu Timur

“Ini mencerminkan asas keterbukaan, bahwa dalam pembentukan produk hukum daerah mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan penetapannya serta pengundangannya harus bersifat transparan," tegas Yasir.

Kegiatan ini juga bertujuan untuk menyamakan persepsi. Terkait sinergitas dan peran Pemkot Makassar dalam penerapan keadilan restoratif.

Selain itu juga menjadi ruang bagi semua pihak memberikan masukan, kritik, dan saran yang konstruktif. Baik dari masyarakat dan institusi stakeholders terkait. Diharapkan masukan dari uji publik ini, dapat menjadi penyempurnaan gagasan dan substansi materi rancangan Perwali.

Menurut Andi Muhammad Yasir saat membacakan sambutan Wali Kota Makassar, bahwa hukum yang adil di dalam keadilan restoratif tentunya tidak berat sebelah, tidak memihak, tidak sewenang-wenang. Dalam penerapannya mempertimbangkan kesetaraan hak kompensasi dan keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan.

“Pedoman ini digunakan dalam penyelesaian melalui keadilan restoratif (restorative justice) dalam tindak pidana ringan, perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum, perkara anak dan perkara narkotika," lanjut Yasir.

Baca Juga: LBH Makassar Minta Gelar Perkara Khusus Kasus Dugaan Pencabulan Anak di Luwu Timur

Pada tahun 2019 telah terbentuk Forum Restoratif Justice (RJ) Kota Makassar, yang selama ini telah menjadi forum koordinasi bersama dalam penerapan keadilan restoratif.

Anggota Rorum RJ diantaranya Aparat Penegak Hukum (Hakim, Jaksa, Polisi, dan Advokat) dan Institusi/ Stakeholder terkait yakni: Kanwil Hukum dan HAM, PK Bapas, Rutan dan Lapas, DPPA Kota Makassar, P2TP2A Kota Makassar dan P2TP2A Provinsi Sulsel, Dinas Sosial Kota Makassar, PBH PERADI, NGO dan Organisasi Bantuan Hukum (Advokat dan Paralegal), Shelter Warga serta Tokoh Masyarakat di Kota Makassar.

Forum ini telah berjalan menjadi wadah koordinasi multi stakeholder untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan penerapan RJ, sekaligus mendiskusikan hambatan, tantangan dan solusi penerapan RJ dalam penanganan tindak pidana tertentu di Kota Makassar.

Dalam prakteknya beberapa kasus telah berhasil dimediasi oleh paralegal komunitas dan shelter warga yang berbasis di kelurahan dengan melibatkan tokoh masyarakat setempat (ketua RT/ RW, dan aparat keamanan setempat serta berkoordinasi dengan Forum Restorative Justice Kota Makassar.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Muhammad Haedir dalam sambutannya menyampaikan apresiasinya pada Pemkot Makassar yang telah memberikan perhatian terhadap warga yang mengalami masalah hukum, dengan mendorong lahirnya sebuah Perwali tentang Keadilan Restoratif.

“Restoratif justice (keadilan restoratif) ini bisa menjadi solusi dalam menyelesaikan persoalan di masyarakat, tidak harus selalu melalui proses hukum. Perhatian Walikota ini menjadi satu solusi dalam merespon masalah masalah yang terjadi ditengah masyarakat untuk diselesaikan bersama, tidak harus dengan pemenjaraan”, sambut Muhammad Haedir.

Menurutnya, selama ini masih terjadi persoalan dalam praktek penyelesaian perkara melalui proses pemidanaan, sebab seringkali hukuman pemenjaraan tidak berhasil mengembalikan pelaku kejahatan untuk diterima dimasyarakat, yang berakibat muncul masalah baru atau narapidana yang telah bebas berpotensi melakukan kejahatan kembali (recidivis).

“Melalui Perwali ini, Pemerintah Kota Makassar diharapkan dapat memfasilitasi penyelesaian masalah warganya melalui lembaga layanan yang dimiliki," tegas Muhammad Haedir.

Mengingat peristiwa pidana yang terjadi tentunya berpotensi melibatkan warga Kota Makassar, baik selalu korban ataupun pelaku terlebih masyarakat lain yang memiliki kepentingan terhadap jaminan keamanan dan ketertiban.

Sehingga sangat dibutuhkan dukungan peran aktif Pemerintah Kota Makassar dalam mengoptimalkan penerapan keadilan restoratif antara lain dengan menyediakan layanan rehabilitasi kesehatan dan rehabilitasi sosial serta layanan reintegrasi sosial bagi masyarakat yang berhadapan dengan hukum.

Keadilan restoratif merupakan suatu cara pemecahan masalah hukum dalam berbagai bentuk dengan melibatkan korban, pelaku, jaringan sosial, lembaga peradilan dan masyarakat. Penerapan keadilan restoratif didasarkan pada prinsip fundamental bahwa tindak pidana tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merugikan korban dan masyarakat.

Keadilan restoratif mengacu pada proses penyelesaian hukum dengan berfokus pada pemulihan atas penderitaan dan/atau kerugian yang dialami korban, meminta pertanggungjawaban pelaku kejahatan atas tindakannya dan, seringkali juga melibatkan masyarakat dalam penyelesaian masalah hukum tersebut.

Sementara itu, menurut Haswandy Andy Mas selaku Tim Penyusun yang juga merupakan penggagas Forum RJ Kota Makassar, menegaskan jika penerapan Keadilan Restoratif sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai persoalan yang lahir, seperti kelebihan jumlah penghuni (overcrowding) di Lembaga Kemasyarakatan dan Rumah Tahanan. Serta menciptakan keadilan yang memulihakan bagi korban dan juga pelaku tindak pidana yang terjadi di masyarakat.

“Selama ini sistem peradilan pidana yang diterapkan masih punitif dengan mengedepankan paradigma keadilan restributif, yang menekankan saksi hukuman pembalasan bagi pelaku melalui pemenjaraan”, ungkap Haswandy yang juga pernah memimpin LBH Makassar ini.

Load More