Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Rabu, 24 November 2021 | 05:05 WIB
Saksi Edy Rahmat bertemu secara virtual dengan terdakwa Nurdin Abdullah saat sidang, Rabu 3 November 2021 [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Eks Sekretaris Dinas PU dan Tata Ruang Edy Rahmat menangis. Saat membacakan pledoi atau nota pembelaan terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK. Ia mengaku mengingat anaknya yang sedang sakit.

"Anak pertama saya sedang sekolah di pesantren, di Maros. Saat ini sedang menjalani proses rawat jalan. Karena kelainan penyakit kelenjar tiroid," ujar Edy, di Pengadilan Negeri Makassar secara virtual, Selasa, 23 November 2021.

Edy Rahmat mengaku menjadi tulang punggung keluarga satu-satunya. Ia punya satu istri dan empat orang anak.

Selain anak sulung, anak bungsu Edy Rahmat juga ternyata berkebutuhan khusus. Ia mengidap down sindrom.

Baca Juga: Pengacara Sebut Sari Pudjiastuti yang Pantas Dihukum, Bukan Edy Rahmat

Kata Edy, anak bungsunya harus diterapi rutin. Selama ditahan, ia tidak bisa mengantarnya berobat.

"Saya juga masih punya ibu dan ibu mertua yang keduanya menjadi tanggung jawab saya karena tinggal serumah. Sejak ditahan, saya tidak lagi punya kebebasan untuk berada di samping istri saya," ujarnya.

"Padahal selama ini saya yang paling mengerti dan memahami kebutuhan terhadap mereka. Penahanan terhadap saya membuat saya tidak punya kesempatan untuk mengantar anak dan istri saya melakukan check up rutin, khususnya anak saya mengalami down sindrom yang harus terapi di klinik," lanjutnya lagi.

Edy Rahmat mengatakan sudah menjadi PNS di Bina Marga Kabupaten Bantaeng sejak tahun 2000. Kedua orang tuanya juga berprofesi sebagai pensiunan PNS.

Sejak kecil, ia sudah terbiasa hidup susah dan sederhana. Ia selalu diajarkan untuk bisa membantu kesulitan dan penderitaan orang lain. Menurutnya, hidup harus berguna untuk orang lain.

Baca Juga: Masjid Nurdin Abdullah Dibangun dari Uang Korupsi, Bagaimana Hukumnya Dipakai Salat?

Atas pertimbangan itu, ia meminta majelis hakim agar bisa menggunakan hati nuraninya memutuskan vonis untuknya. Apalagi, selama bekerja, Edy mengklaim turut berperan dalam pembangunan sejak masih di Bantaeng.

Edy Rahmat juga menyampaikan terima kasihnya kepada ketua majelis hakim dan anggota, jaksa penuntut umum, dan penasihat hukumnya. Ia merasa nyaman selama proses persidangan.

Edy mengaku sangat menyesali perbuatannya itu. Menurutnya, jika saja tidak ada Operasi Tangkap Tangan (OTT), maka bisa saja perbuatannya yang melawan hukum bisa terus berlanjut.

"Sehingga pada kesempatan ini saya memohon kepada yang mulia, saya mengajukan untuk meringankan tuntutan saya dari JPU," tandas Edy.

Sementara, Ketua Majelis Hakim Ibrahim Palino mengatakan sidang vonis akan dilakukan pada tanggal 29 November 2021. Majelis hakim akan mempertimbangkan semua tuntutan dan pembelaan terhadap kedua terdakwa.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More