Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Rabu, 27 Oktober 2021 | 20:00 WIB
Anggota Forum Solidaritas Mahasiswa Papua mengalami intimidasi. Saat berunjuk rasa di Jalan Andi Pangeran Pettarani Makassar, Selasa 26 Oktober 2021 [terkini.id]

SuaraSulsel.id - Anggota Forum Solidaritas Mahasiswa Papua mengalami intimidasi. Saat berunjuk rasa di Jalan Andi Pangeran Pettarani Makassar, Selasa 26 Oktober 2021.

LBH Makassar mengatakan, sikap Ormas yang diduga menghalang-halangi serta mengintimidasi mahasiswa Papua bertentangan dengan Undang-Undang. Sebab apa yang dilakukan oleh mahasiswa Papua telah diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Tentang kebebasan berpendapat di muka umum.

“Yang dilakukan oleh mahasiswa Papua adalah hak menyatakan pendapat yang dilindungi oleh Undang-undang. Bukan sesuatu yang dilarang dan melanggar Undang-undang,” kata Kepala Divisi Hak Sipil dan Politik LBH Makassar Andi Haerul Karim pada terkini.id -- jaringan Suara.com, Rabu 27 Oktober 2021.

Haerul menilai, tindakan yang dilakukan Ormas terhadap mahasiswa masuk unsur pidana.

Baca Juga: 179 Pemegang Sertifikat Vaksin Covid-19 Palsu di Makassar Akan Dipolisikan

“Jelas diatur dalam Pasal 18 ayat (2) UU Nomor 9 Tahun 1998 yang menyatakan bahwa barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang memenuhi ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun,” jelasnya.
“Apalagi tindakan penghalangan dan pembubaran menyampaikan pendapat dilakukan dengan kekerasan ini sudah jelas melanggar pasal 170 KUHP,” tambahnya.

Olehnya itu, Haerul mendorong pihak Kepolisian melakukan proses hukum terhadap Ormas yang melakukan tindakan kekerasan.

Apalagi kata dia, di lokasi tempat kejadian kekerasan beberapa aparat kepolisian terlihat dan menyaksikan langsung tindakan arogan yang dilakukan oleh ormas terhadap para mahasiswa.

“Kepolisian sudah seharusnya melakukan proses hukum terhadap Ormas atau orang yang melakukan tindakan pembubaran dan pemukulan, penganiayaan secara bersama. Itu ada dalam Pasal 170 KUHP. Dalam Undang Nomor 9 Tahun 1998 pada Pasal 7 ditegaskan bahwa aparatur pemerintah, dalam hal ini aparat keamanan dan bertanggung jawab untuk melindungi hak asasi manusia, termasuk kebebasan menyampaikan pendapat dihadapan umum, menghargai sebagai legalitas, dan melaksanakan pengamanan,” jelasnya.

Kronologis Aksi

Baca Juga: Praktik Mafia Tanah di Makassar, Hamid Awaluddin Desak BPN Sulsel Lapor Polisi

Dalam rilis yang dibagikan Front Mahasiswa Kerakyatan (FMK) di media sosial (medsos) Instagramnya menjelaskan kronologi aksi. Aksi ini disebut mulai sekitar Pukul 14:30 Wita.

Massa aksi dari jalan Andi Pangerang Pettarani menuju ke titik aksi depan kantor DPR Makassar. Setelah tiba, massa aksi membentangkan spanduk dan mulai menertibkan diri dengan cara membentuk lingkaran dengan dikelilingi tali komando.

Di titik aksi, Ormas dibawah pimpinan ZL disebut sudah ada. Dan seketika Ormas itu langsung melakukan serangan kepada salah satu massa aksi yang juga adalah Korlap.
Korlap disebut dicekik pada bagian lehernya juga dipukul pada bagian bibir atasnya hingga pecah.

Setelah itu, Ormas menarik spanduk dan mengelilingi massa aksi disertai tindakan menarik spanduk yang dibawa mahasiswa.

Anggota Ormas disebut mulai arogan dengan cara mendorong, menendang, melempar, dan meminta massa aksi untuk membubarkan diri. Namun massa aksi masih bertahan dan tetap melanjutkan aksinya.

Massa aksi yang sudah tidak tahan karena terus disudutkan mulai berusaha mengamankan diri dan melindungi diri dengan melempar balik Ormas. Sembari mundur kembali ke titik awal mereka kumpul. Dalam insiden ini, tujuh orang mahasiswa mengalami luka-luka.

Load More