SuaraSulsel.id - Pesta rambu solo di Toraja selalu dinantikan para wisatawan. Ritual adat ini adalah sebuah upacara pemakaman bagi suku Toraja yang sangat ramai.
Di Toraja, dalam hal kematian, upacara adat tidak boleh ditinggalkan. Melaksanakan upacara merupakan tanggung jawab seluruh anggota keluarga yang harus dipenuhi. Agar jiwa seseorang yang meninggal akan damai. Sehingga selamat meninggalkan dunia menuju dunia yang tentram di Puya.
Puncak upacara ini biasanya membutuhkan waktu 3-7 hari. Bahkan sampai dua minggu untuk kalangan bangsawan.
Jika berminat melihat langsung prosesinya, SuaraSulsel.id merekomendasikan pesta adat rambu solo terbesar yang bakal digelar bulan ini. Hal tersebut karena rambu solo ini digelar di lokasi wisata Ke'te' Kesu'.
1. Ma'palele (22 Oktober 2021)
Prosesi ini adalah memindahkan jenazah. Biasanya jenazah diturunkan ke lumbung dan ditinggalkan semalam agar seluruh keluarga yang telah datang berkumpul dan tinggal bersama.
2. Ma'pasulluk (23 Oktober 2021)
Pada prosesi ini, semua kerbau yang di inventarisasi akan diberi nama. Namun pihak keluarga terlebih dahulu akan menggelar ibadah yang dipimpin oleh pendeta atau pastor.
Setelah ibadah, semua kerbau tersebut akan diarak mengelilingi tongkonan sebanyak tiga kali. Setelah itu diakhiri dengan membagikan daging babi yang sudah dimasak dan dikemas bersama pokon (arem-arem) kepada To Manglaa (gembala kerbau).
Baca Juga: Daftar 8 Suku Sulawesi Selatan, Bukan Hanya Bugis dan Makassar
3. Mesimbuang/ Mangriuk Batu (25 Oktober 2021)
Mangriuk batu artinya menarik batu. Namun, batu yang ditarik bukan batu sembarang, melainkan batu megalitikum bernama Simbuang yang sudah dipahat menyerupai prasasti.
Masyarakat Toraja percaya batu simbuang sebagai unsur penting dalam pelaksanaan ritual rambu solo'. Hal tersebut menandakan bahwa yang meninggal adalah seorang bangsawan.
Batu simbuang itu ditarik oleh ratusan masyarakat. Penarik batu juga wajib dilakukan oleh laki-laki.
Batu terlebih dahulu dibalut dengan ijuk dari pohon nira dan batang pohon bitti. Kemudian ditarik menggunakan tali tambang yang dikomandoi oleh seorang tokoh adat.
Saat menarik, masyarakat akan mengumpat sambil berbicara kotor. Menurut mitologi setempat, dengan menyerapah seperti itu, batu akan terasa ringan dan dengan mudah bergeser.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Pratama Arhan dan Azizah Salsha Dikabarkan Rujuk, Ini Penjelasaan Pengadilan Agama Tigaraksa
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
- Buktinya Kuat, Pratama Arhan dan Azizah Salsha Rujuk?
Pilihan
-
Nadiem Makarim Jadi Menteri Ke-7 Era Jokowi yang Jadi Tersangka Korupsi, Siapa Aja Pendahulunya?
-
Jadwal dan Link Streaming Timnas Indonesia vs Taiwan Malam Ini di GBT
-
Pelatih Persija Kasihan dengan Gerald Vanenburg, Soroti Situasi Timnas Indonesia U-23
-
Harga Emas Antam Lebih Murah Hari Ini Jadi Rp 2.042.000 per Gram
-
Video Lawas Nadiem Makarim Viral Lagi, Ngaku Lahir di Keluarga Anti Korupsi!
Terkini
-
Fatmawati Rusdi Pimpin Aksi Jumat Berkah Pasca Kebakaran Gedung DPRD Sulsel
-
Anggota DPRD Wakatobi Jadi Tersangka Pembunuhan Anak Tahun 2014
-
Persita vs PSM Dihantui Krisis Pemain, Akurasi Serangan Jadi Kunci Kemenangan?
-
PSM Makassar Pulihkan Kondisi Pemain
-
Dari Parepare ke Sengkang, Jejak Korupsi Analis Bank Pemerintah Terendus