Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Minggu, 17 Oktober 2021 | 07:46 WIB
Ilustrasi Pemerkosaan. (Project M)

SuaraSulsel.id - Kasus dugaan pencabulan terhadap tiga orang anak di Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan berbuntut panjang. Penyebabnya, karena oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial SA selaku terduga pelaku pencabulan terhadap tiga orang anak di Kabupaten Luwu Timur melapor ke polisi atas dasar laporan pencemaran nama baik.

Laporan ini ditujukan kepada mantan istri dari SA sendiri dan sebuah webside yang menyebut telah terjadi tindak pidana pemerkosaan. Laporan ini dilakukan di Polda Sulsel pada Sabtu 16 Oktober 2021.

Agus Melas selaku Kuasa Hukum dari SA mengatakan, pengaduan ini dilakukan untuk kepentingan kliennya. Dalam membela hak-haknya yang selama ini viral di jejaring media sosial. Dengan menyebut SA adalah pelaku pencabulan. Padahal, kata dia, laporan tersebut telah selesai di tingkat penyelidikan Polres Luwu Timur.

"Karena keluarga besar klien kami terganggu, sehingga kami melaporkan untuk mencari keadilan di Polda Sulsel. Yang kami laporkan adalah mantan istri klien kami dan ada website. Tulisan narasi di situ yang terkait dengan dugaan tindak pidana pencabulan. Laporan ke klien kami tindak pidana pencabulan, tapi dalam narasi itu pemerkosaan seolah-olah sudah terjadi," kata Agus kepada wartawan Sabtu (16/10/2021).

Baca Juga: Terduga Pelaku Kekerasan Seksual Lutim MauPolisikan Ibu Korban, LPSK: Bentuk Pembungkaman

Saat ditanya apakah dalam laporan tersebut ada media yang dilaporkan, kata Agus, bukan media yang dilaporkan tetapi sebuah website yang di dalamnya terdapat tulisan yang mengurai seolah-olah tindak pidana pencabulan tersebut telah terjadi.

Menurut dia, dalam laporan pencemaran nama baik ini secara umum ada dua yang dilaporkan, yakni mantan istri dari SA sendiri dan narasi tulisan dalam sebuah website yang menyebut ada dugaan tindak pidana pemerkosaan.

"Bukan media tapi salah satu web yang di dalam ada tulisan, yang mengurai seolah-olah bahwa tindak pidana pencabulan itu sudah terjadi. Namun tidak dilakukan proses sesuai prosedur menurut tulisan itu," kata dia.

"Kami ini laporan pencemaran nama baik dulu. Nanti penyidik ingin mengembangkan untuk kami," tambah Agus.

Dalam laporan ini, kata dia, pihaknya juga menyerahkan barang bukti berupa print out dari akun Instagram, Facebook, dan website yang sudah dicetak.

Baca Juga: Usai Setop Laporan Ibu Korban, Polisi Buat Laporan Model A di Kasus Ayah Perkosa 3 Anaknya

"Sudah diterima. Pasal yang dilaporkan pencemaran nama baik Undang-Undang ITE," ungkap Agus.

Di sisi lain, Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Makassar Abdul Aziz Dumpa mengkritik keras laporan yang dilayangkan oleh SA. Atas dasar pencemaran nama baik tersebut.

"Itu laporan yang salah alamat karena yang dilaporkan adalah produk jurnalistik yang dilindungi Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 Tentang Pers," tegas Aziz.

Aziz menjelaskan tindakan keberatan terhadap produk jurnalistik. Harusnya menempuh langkah-langkah melalui permintaan hak jawab atau hak koreksi. Hingga penyelesaian melalui mekanisme di Dewan Pers.

Karena itu, kata Aziz, pihak kepolisian yang menerima laporan harusnya dapat mengarahkan pelapor untuk melakukan langkah-langkah itu. Hal ini tertuang dalam Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri Nomor 02/DP/MoU//II/2017 Tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.

Belum lagi, dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tahun 2021 antara Kominfo, Kejaksaan Agung dan Polri Tentang Pedoman Penerapan Pasal Tertentu dalam Undang-Undang ITE memberikan pedoman dalam menerapkan Pasal 27 ayat 3 tentang penghinaan dan atau pencemaran nama baik ketika terkait dengan pemberitaan di internet yang dilakukan institusi pers yang merupakan kerja-kerja jurnalistik.

"Maka dilakukan melalui mekanisme sesuai Undang-Undang Pers sebagai lex specialis bukan menggunakan pasal 27 ayat 3 dan perlu melibatkan Dewan Pers,"

Saat ini, kata dia, tinggal melihat apakah komitmen dalam Nota Kesepahaman dan Keputusan Bersama yang ditandatangani Kapolri itu diterapkan.

"Iya betul, konten yang dilaporkan atau yang dianggap penghinaan adalah bagian dari berita," katanya.

Kontributor : Muhammad Aidil

Load More