SuaraSulsel.id - Setelah 20 tahun serangan teroris di Amerika. Muslim Amerika masih menghadapi pertanyaan yang sama tentang agama mereka. Bahkan identitas Amerika mereka pun dipertanyakan.
Muslim Amerika yang tumbuh di bawah bayang-bayang tragedi 11 September, lebih dikenal dengan 9/11. Menghadapi situasi yang tidak menyenangkan.
Mereka dihadang sikap yang bermusuhan, diawasi, tidak dipercaya dan dicurigai. Tetapi mereka juga mendapatkan cara untuk melawannya.
Mengutip VOA, situasi itu memotivasi orang-orang seperti Shukri Olow untuk melakukan apa yang sedang ia lakukan: mencalonkan diri untuk menjadi Dewan King County. Lahir di Somalia, Olow dibawa orangtuanya melarikan diri dari perang saudara. Mereka tinggal di kamp-kamp pengungsi di Kenya selama bertahun-tahun sebelum datang ke Amerika ketika Olow berusia 10 tahun.
Baca Juga: Brand Lokal Go Global, Busana Muslim Karya Vivi Zubedi Siap Diekspor ke Mancanegara
Pengalamannya itu juga membantu membentuk identitas Olow. Ia kini mencalonkan diri untuk menjadi anggota dewan di Kent, negara bagian Washington.
"Sebagai seorang kandidat, terutama yang tampak jelas sebagai Muslim di depan kamera, saya harus berhati-hati tentang cara saya berperilaku karena saya tahu bahwa bagi sebagian orang, ini akan menjadi pertama kalinya mereka bertemu seorang Muslim atau terlibat dengan seorang Muslim," kata Olow.
"Saya ingin memastikan bahwa mereka tahu bahwa, stereotip atau citra apa pun yang ada pada mereka, bukanlah kenyataan bagi banyak dari kami.”
Di lingkungan Kensington, Brooklyn, kota New York, Shahana Hanif ingat pernah disebut teroris ketika sedang berjalan di luar. Ketika itu tahun 2001, hanya beberapa minggu setelah menara kembar World Trade Center runtuh, Shahana Hanif dan adik perempuannya sedang berjalan menuju masjid di dekat rumah mereka di Brooklyn. Didera kebingungan dan ketakutan, kedua anak perempuan itu langsung lari pulang.
Menjelang peringatan 20 tahun serangan teror 11 September akhir pekan lalu, Hanif merenungkan dampak pengalamannya terhadap keputusannya untuk mencalonkan diri menjadi dewan kota New York.
Baca Juga: Salmafina Sunan Ogah Jodohnya Pria Muslim: Nyoba Aja Gak Mau
"Kejadian itu berbekas. Dan itulah trauma yang saya rasakan. Jadi saya menyadari bahwa anak-anak muda yang tumbuh dengan ingatan yang jelas tentang 9/11 membutuhkan dukungan," kata Hanif.
Kembali ke bagian Barat Amerika Serikat, Olow berbagi sentimen yang sama.
"Saya pikir, pengalaman itu sebenarnya turut mendorong saya mencalonkan diri. Perasaan sebagai orang yang berbeda dan perasaan bahwa saya tidak diterima di sini. Saya menentang retorika itu dan menyatakan bahwa ini juga rumah saya,” katanya. "Ini adalah negara di mana saya tinggal paling lama, hampir dua puluh tiga tahun sekarang. Saya ingin menciptakan lingkungan di mana, terlepas dari apa yang dilakukan orang lain, kita tahu bahwa kita diterima di sini, bahwa kita aman di sini."
Mansoor Shams bergabung dalam militer Amerika sebagai marinir, dari 2000-2004. Ia mengingat-ingat betapa pelecehan yang diterimanya ketika itu memengaruhi hidupnya.
"Saya terkadang bertanya-tanya sekarang, mungkin saya akan bergabung lebih lama di Korps Marinir, mungkin saya (tidak) akan pensiun dari Korps Marinir seandainya saya tidak mengalami beberapa pengalaman itu karena apa yang mereka lakukan sangat berdampak pada saya sebagai manusia, sebagai pribadi. Bukankah saya juga manusia," kata Shams.
Dia percaya bias-bias yang dialaminya kala itu masih ada hingga sekarang. Itu sebabnya ketika memesan akomodasi di tempat wisata Air Terjun Niagara baru-baru ini, Shams mengatakan kepada resepsionis hotel bahwa akomodasi itu untuk anak-anak yang akan menghadiri "rumah ibadah." Ia tidak mengatakan bahwa mereka sebenarnya akan ke masjid di sana.
"Karena saya bingung, kalau dia tahu, mungkin perlakuannya kepada saya akan berbeda. Mungkin mereka akan mengatakan bahwa, 'Oh, kami tidak ingin mereka datang ke sini.' Dan ini 20 tahun setelah 9/11, saya masih harus mempunyai perasaan seperti ini. Jadi, kita belum membuat banyak kemajuan. Begitu kan? Menurut saya, kita tidak bisa menyebut itu kemajuan." (VOA)
Berita Terkait
-
Fedi Nuril Dituduh Antek CIA, Grok Pasang Badan: Tidak Ada Bukti!
-
PM Malaysia Anwar Ibrahim Tegaskan ASEAN Solid dan Bersatu
-
Uni Eropa Incar Pasar Indonesia di Tengah Tantangan Tarif Amerika Serikat
-
Puluhan Visa Mahasiswa Dicabut AS di Tengah Gelombang Aksi Bela Palestina
-
Bennix Ngakak, RI Tak Punya Duta Besar di AS karena Rosan Roeslani Pindah ke Danantara
Tag
Terpopuler
- Pemilik Chery J6 Keluhkan Kualitas Mobil Baru dari China
- Profil dan Aset Murdaya Poo, Pemilik Pondok Indah Mall dengan Kekayaan Triliunan
- Jairo Riedewald Belum Jelas, Pemain Keturunan Indonesia Ini Lebih Mudah Diproses Naturalisasi
- Jadwal Pemutihan Pajak Kendaraan 2025 Jawa Timur, Ada Diskon hingga Bebas Denda!
- Jualan Sepi usai Mualaf, Ruben Onsu Disarankan Minta Tolong ke Sarwendah
Pilihan
-
Bodycharge Mematikan Jadi Senjata Rahasia Timnas U-17 di Tangan Nova Arianto
-
Kami Bisa Kalah Lebih Banyak: Bellingham Ungkap Dominasi Arsenal atas Real Madrid
-
Zulkifli Hasan Temui Jokowi di Solo, Akui Ada Pembicaraan Soal Ekonomi Nasional
-
Trump Singgung Toyota Terlalu Nyaman Jualan Mobil di Amerika
-
APBN Kian Tekor, Prabowo Tarik Utang Baru Rp 250 Triliun
Terkini
-
Insentif Guru Besar Unhas Naik Jadi Rp5 Juta
-
Polisi Gadungan Beraksi di Gowa, Begini Caranya Tipu Korban Hingga Terciduk
-
Mira Hayati Jadi Tahanan Kota, Perampok Toko Emas Ditangkap Polisi
-
Appi Alihkan Anggaran Truk Pengangkut Sampah ke Perbaikan Sekolah dan Seragam Sekolah Gratis
-
Berkat Pendanaan KUR dari BRI, Toko Kelontong Suryani Kini Hasilkan Rp500 Ribu per Hari