SuaraSulsel.id - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Agus Widjojo mengatakan, ketika presiden suatu negara berasal dari kalangan sipil. Maka jangan terlalu mudah memberikan kesempatan militer masuk ke urusan domestik.
Ia mencontohkan, permintaan bantuan kepada militer atau TNI jangan langsung dilakukan meskipun terjadi bencana dengan skala besar.
“Coba pakai sistem administrasi sipil dulu,” kata dia, dalam buku Tentara Kok Mikir: Inspirasi Out Of The Box Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis 26 Agustus 2021.
Hal itu dia katakan sebagai bagian dari salah satu pemikirannya. Terkait reformasi militer dan profesionalisme TNI dan dituangkan ke dalam buku Tentara Kok Mikir: Inspirasi Out Of The Box Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo yang diluncurkan pada Rabu (25/8) di Kantor Lembaga Ketahanan Nasional, Jakarta.
Selain tidak mudah memberikan kesempatan TNI untuk masuk ke urusan domestik, pemikiran dia terkait reformasi militer yang beririsan dengan demokrasi lainnya adalah tidak melihat sistem politik dari peraturan, anggaran atau ekonomi, melainkan harus dilihat dari aspek budaya.
"Ada banyak negara yang demokrasinya tidak kuat bukan hanya gara-gara sistem ekonomi, tapi karena budayanya," ujar dia.
Ia juga menyatakan stabilitas demokrasi dapat berjalan dengan stabil apabila telah ada beberapa kali Pemilu.
Sementara itu, bersamaan dengan peluncuran buku Tentara Kok Mikir: Inspirasi Out Of The Box Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, aktivis Dimas Oki Nugroho mengatakan, tantangan demokrasi Indonesia saat ini adalah sipil profesional dan kepemimpinan yang mampu menjembatani. Menurut dia, dua sikap itu dapat dipelajari sipil dari militer.
"Tantangan demokrasi bukan profesionalisme TNI atau militer, tetapi profesionalisme sipil dalam berdemokrasi dan menjaga negara karena berbicara tentang sustainability atau keberlanjutan negara," ujar dia.
Baca Juga: Militer Israel Serbu Camp Pengungsi dan Bunuh Remaja Palestina di Tepi Barat
Kalangan sipil, lanjut dia, harus siap menjadi pemimpin karena demokratisasi mensyaratkan tanggung jawab yang sama dari seluruh warga negara dari tuntutan perubahan.
Ia juga mengatakan karakteristik kepemimpinan ada yang memiliki kekuatan dalam konsep, ada yang kuat dalam implementasi, dan ada yang memiliki keduanya.
Dalam kesempatan itu dia melihat kepemimpinan yang kuat dalam konsep dan implementasi ada dalam sosok Widjojo.
"Pak Agus memberikan jembatan antara modal sosial di masyarakat, bridging social capital instead of bonding social capital. Bridging social capital adalah modal sosial yang mampu menjembatani fragmen masyarakat yang dibutuhkan Indonesia," kata Nugroho.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Ditolak Banyak RS, Muh Ikram Langsung Ditangani RSUD Daya: Kisah Anak Yatim Viral di Makassar
-
Begini Cara FEB Unhas Dorong Pelaku UMKM Maros Lebih Adaptif dan Tahan Banting
-
5 Ide Liburan Keluarga Anti Bosan Dekat Makassar Sambut Akhir Tahun
-
WNA Asal Filipina Menyamar Sebagai Warga Negara Indonesia di Palu
-
Pelindo Regional 4 Siap Hadapi Lonjakan Arus Penumpang, Kapal, dan Barang