Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Minggu, 22 Agustus 2021 | 12:24 WIB
La Galigo disebut sebagai karya sastra terpanjang di dunia. Lebih panjang daripada epik India, Mahabarata, dan Ramayana [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

Diracik dari khazanah tradisi dan disajikan dalam narasi-narasi tak terperi, novel ini bakal menghipnotis kamu. Betapa cinta dan angkara murka begitu tipis bedanya.

Natisha: Persembahan Terakhir adalah karya penulis asal Jeneponto, Khrisna Pabicara. Sebuah novel yang menceritakan mengenai sejarah, budaya, mitos, sekaligus kisah cinta yang rumit.

Pada novel Natisha, tidak hanya sekadar bercerita tentang cinta dan pengorbanan, namun lebih tepatnya kearifan lokal orang Makassar. Seperti kisah tentang Parakang atau manusia jadi-jadian.

Diceritakan, ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi tahun 1998, kekacauan terjadi di Sulawesi. Seorang putri bangsawan Makassar bernama Natisha kabur bersama Rangka sehari menjelang pernikahannya dengan Tutu, kekasihnya.

Baca Juga: Innalillahi, Dua Pendaki Tewas Usai Kibarkan Bendera Merah Putih di Puncak Gunung

Natisha adalah seorang bangsawan dengan gelar karaeng, sedangkan Tutu hanyalah seorang biasa. Kisah cinta mereka menemui banyak kendala dikarenakan status sosial yang berbeda.

Rangka sendiri adalah sahabat Tutu yang menganut ilmu parakang, sebuah ilmu hitam kuno yang dipercaya telah punah. Penganut Parakang bisa kaya raya, awet muda, serta kebal segala jenis senjata. Akibat guna-guna, Natisha terpikat untuk pergi dari calon suaminya.

Demi kesempurnaan ilmunya, Rangka harus mempersembahkan empat perempuan. Dua pernah melahirkan, duanya lagi masih perawan. Tabiat masing-masing persembahan harus selaras dengan empat sifat unsur alam sesuai ritual yang dijalaninya: air, tanah, api, dan angin.

Akan tetapi sebelum itu terjadi, melalui secarik pesan rahasia yang ditemukan di loteng rumah Rangka, Tutu lalu berusaha memecahkan kode-kode rahasia di dalam kitab kuno tentang ilmu parakang. Demi melawan Rangka dan merebut kembali Natisha.

4. Silariang

Baca Juga: Epidemiolog Unhas: Kasus Kematian Covid-19 di Sulsel Cenderung Usai Produktif

Novel karya Oka Aurora ini menyoal romansa dan konflik keluarga berlatar belakang silariang atau kawin lari. Hal tersebut masih kerap dijumpai pada masyarakat Bugis Makassar.

Dalam adat Bugis, perempuan yang memilih "Silariang" sama artinya sudah dianggap meninggal. Bagi pasangan ini ada risiko nyawa melayang. Pada tahun 2018, novel ini pernah difilmkan.

Novel ini bercerita tentang kisah cinta Yusuf dan Zulaikha. Yusuf adalah anak pengusaha sukses yang lebih memilih menjadi jurnalis, sementara Zulaikha berasal dari keluarga bangsawan keturunan Raja Bone.

Sepasang kekasih itu memilih untuk "Silariang" atau kawin lari ketika cinta mereka tak direstui keluarga. Keduanya akan diburu untuk dibunuh oleh keluarga yang tak merestuinya.

5. Calabai: Perempuan dalam Tubuh Lelaki

Novel karya Pepi Al-Bayqunie ini cukup unik. Membahas soal isu identitas gender, jiwa perempuan yang terperangkat dalam tubuh laki-laki.

Load More