Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Selasa, 17 Agustus 2021 | 07:00 WIB
Makam putri pahlawan nasional Sultan Hasanuddin di Mempawah Kalimantan dikabarkan mau dibongkar / [KabarMakassar.com]

SuaraSulsel.id - Nama I Fatimah Daeng Takontu tidak populer jika dibandingkan pejuang kemerdekaan lainnya. Namun perempuan kelahiran Sanrobengi, Kabupaten Gowa 1659 ini ditakuti VOC Belanda.

I Fatimah Daeng Takontu adalah putri Sultan Hasanuddin, Raja Gowa ke XVI. Kendati putri bangsawan, Fatimah turut serta berperang membantu ayahnya melawan Belanda.

Catatan soal I Fatimah ditulis apik dalam buku berjudul "Profil Sejarah, Budaya, dan Pariwisata Gowa." Buku tersebut ditulis budayawan Gowa Djufri Tenribali dan Syahrul Yasin Limpo yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pertanian RI.

Baca Juga: Berlaku Mulai Hari Ini, Harga Tes PCR di Makassar Rp 500 Ribu Hasil Keluar 16 Jam

Tokoh Adat Sanrobengi Amin Yakob mengatakan I Fatimah dideskripsikan sebagai Garuda Betina dari Timur oleh VOC. Aksi heroiknya sebagai perempuan sangat berjasa mendongkel pengaruh VOC di kesultanan Indonesia kala itu.

I Fatimah disebut sangat dekat dengan ayahnya, Sultan Hasanuddin. Sejak kecil, sang ayah sudah mengajarinya ilmu bela diri.

Menginjak remaja, Fatimah sempat mempelajari ilmu bertempur di laut. Ia sempat diamanahkan untuk memimpin armada Gowa.

Ia juga pawai mempelajari ilmu iklim. Tak heran, ia lebih banyak menghabiskan waktu di lautan. I Fatimah disebut berlayar dari Sulawesi, Jawa, hingga laut Banda.

"Pengetahuannya mengenai ilmu kelautan dan iklim membuatnya lebih banyak berada di laut," kata Amin Yakob.

Baca Juga: Lebih 70 Ribu Keluarga Penerima Manfaat Kota Makassar Akan Terima Bansos PPKM

Ia berlayar untuk menjaga batas wilayah kesultanannya. Sekaligus berdiplomasi dengan kesultanan Islam lainnya di Indonesia.

Kesultanan Banten misalnya. Di Pulau inilah awal mula bagi I Fatimah ikut berperang.

Kala itu ayahnya, Sultan Hasanuddin menyepakati perjanjian Bungaya (Bongaaisch Contract). Perjanjian damai antara Kesultanan dan Belanda itu ternyata menguntungkan bagi Belanda.

Karaeng Galesong, Karaeng Karunrung, dan Karaeng Bontomarannu. Kerabat Sultan Hasanuddin kemudian menolak keras perjanjian tersebut. Mereka lalu melakukan ekspedisi ke Pulau Jawa untuk mengatur strategi perang.

Mendengar hal tersebut, I Fatimah meminta izin agar bisa menyusul kakaknya, Karaeng Galesong ke Pulau Jawa. Oleh Sultan Hasanuddin, permintaan I Fatimah ditolak.

Fatimah hanya menyaksikan ada sekitar 800 prajurit asal Gowa di bawah pimpinan Karaeng Bontomarannu berangkat ke Banten. Lalu disusul oleh Karaeng Galesong dengan 20.000 prajurit.

Load More