Penjurian dilakukan dengan metode blind author, yaitu panitia lomba menghapus identitas penulisnya sehingga saat proses kurasi berjalan, para kurator tidak tahu karya siapa yang ia baca.
Penilaian dilakukan dengan mengacu pada kriteria yang ditetapkan oleh kurator dan editor, antara lain relevansi cerita dengan tema utama, kakidashi atau cara membuka cerita, karakterisasi, plot, konflik, gaya, tata bahasa, mekanisme cerita, dan sensitivitas bahasa untuk mendukung iklim sastra Indonesia yang lebih inklusif.
Respons tentang buku Berita Kehilangan
Syahar Banu (Divisi Pemantauan Impunitas) :
“Buku Berita Kehilangan adalah inisiatif dari KontraS yang dibuat untuk memperingati pekan Penghilangan Paksa setiap akhir minggu bulan Mei. Kami tidak menyangka bahwa animo dari para penulis untuk mensubmisi karya sangat besar hingga terkumpul 280 karya, padahal submisi hanya dibuka selama satu bulan dan publikasinya tidak dilakukan setiap hari.”
Chris Wibisana (Penulis) :
“Saya tertarik untuk submit karena buku kumpulan cerpen yang mengangkat tema penghilangan paksa dan pelanggaran HAM berat masih sangat sedikit. Selain itu, selama Indonesia merdeka belum ada satupun kasus penghilangan paksa yang mendapatkan penyelesaian yang memuaskan baik secara yuridis maupun sosial. Ketika jalur resmi dibungkam, maka sastra harus bicara.”
“Cerita saya terinspirasi dari buku karangan John Roosa “Buried Histories” mengenai penghilangan paksa di Bali, tetapi saya tambahkan interaksi emosional. Kasusnya memang nyata di Desa Kapal.”
Ari Priyambodo (Adik Bima Petrus Keluarga Korban penculikan 1997/1998, Malang) :
Baca Juga: Catatan KontraS: Polri Lakukan 651 Kasus Kekerasan Selama Setahun, Terbanyak Penembakan
“Aku mengapresiasi buku Berita Kehilangan ini. Kasus ini (penghilangan paksa) berat untuk kami dan keluarga korban lainnya karena hilangnya gak jelas.”
Galih Nugraha Su (Penulis) :
“Buatku gak ada kesulitan selama menulis karena aku cuma menceritakan ulang kisah nenekku yang seorang anggota Gerwani dan keluargaku gak terima kalau orang tuanya bergabung sama organisasi politik. Aku menceritakan tentang nenek melahirkan bapakku di hutan, sampai bagaimana orang tuaku menikah, dan kehilangan-kehilangan lainnya, sampai cerita penggantian identitas dengan nama baru.”
Raisa Kamila (Penulis) :
“Jadi aku butuh waktu untuk memilah cerita, seperti apasih cerita yang harus aku tulis dan bisa kutulis. Dan dari pengalaman dan pemahamanku, aku merasa periode konflik di Aceh itu, sangat merugikan perempuan dan anak anak”
“Yang saya ingin soroti dari cerita saya adalah tentang bagaimana, orang yang hilang secara bersamaan, tapi yang satu diingat sebagai sosok yang heroik, sosk yang sudah berkorban untuk upaya kemerdekaan. Sementara satunya juga hilang disaat yang sama, tapi dianggap yaudah gitu aja”
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Sekelas Honda Jazz untuk Mahasiswa yang Lebih Murah
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 26 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 13 November: Klaim Ribuan Gems dan FootyVerse 111-113
- 5 Pilihan Bedak Padat Wardah untuk Samarkan Garis Halus Usia 40-an, Harga Terjangkau
- 5 Rekomendasi Sepatu Lokal Senyaman New Balance untuk Jalan Kaki Jauh
Pilihan
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
Terkini
-
Teriakan 'Free Palestine' Menggema! Momen Menyentuh Maher Zain Konser di Makassar
-
Prof Yusril: Gubernur Sulsel Tidak Salah
-
Nusron Wahid Bongkar 6 Isu Panas Pertanahan di Sulsel: Dari Sertifikat Wakaf hingga Konflik HGU
-
Oknum Polwan dan TNI Diduga Peras Sopir Rp30 Juta Terancam Hukuman Berat
-
Sindikat Curanmor Pulau Sulawesi Ini Sudah Beraksi di 100 TKP