SuaraSulsel.id - Hari Laut sedunia jatuh pada tanggal 8 Juni 2021. Merupakan momentum semua pihak untuk kembali memperhatikan ekosistem laut dan masyarakat yang menggantungkan hidupnya di laut.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan (Sulsel) meminta peringatan Hari Laut Sedunia menjadi perhatian semua pihak. Khususnya terkait kondisi masyarakat pulau dan ekosistem laut di perairan Spermonde.
Slamet Riadi, Kepala Departemen Advokasi dan Kajian WALHI Sulsel menjelaskan bahwa saat ini nelayan dan perempuan di pulau-pulau kecil harus menghadapi tiga tantangan sekaligus untuk bertahan hidup. Yakni pandemi Covid-19, krisis iklim, dan ancaman indutri pertambangan pasir laut.
"Ketiga situasi tersebut memperparah kondisi sosial lingkungan masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil, sehingga bisa dikatakan masuk dalam kategori sangat rentan," ucapnya.
Slamet menggambarkan bagaimana dampak tambang pasir laut yang berada di wilayah tangkap nelayan Pulau Kodingareng telah menyebabkan perubahan kedalaman air laut dan rusaknya terumbu karang di perairan Copong Lompo. Sehingga menyebabkan kemiskinan dan krisis pangan bagi 1.137 Kepala Keluarga di Pulau Kodingareng, Makassar.
"Coba bayangkan di saat nelayan dan perempuan di pulau-pulau kecil harus berjuang menghadapi krisis iklim dan pandemi Covid-19, tapi di waktu yang bersamaan wilayah tangkap mereka dirusak. Bahkan ketika kami menghitung kerugian yang dialami oleh masyarakat jumlahnya cukup fantastis yakni sebesar Rp 80,4 Miliar sejak 257 hari aktivitas penambangan pasir laut beroperasi," tegasnya.
Selain itu, tidak jauh berbeda dengan kondisi masyarakat di Pulau Kodingareng, WALHI Sulsel juga sedang melakukan riset di beberapa Pulau di Perairan Spermonde seperti Pulau Balang Lompo, Bontosua, Kulambing, dan Bangko-Bangkoang.
"Hasil temuan sementara kami ialah baik nelayan dan perempuan yang tersebar di pulau-pulau kecil ini kondisinya sangat memperihatinkan. Ini disebabkan karena masyarakat di pulau-pulau kecil tengah mengalami krisis air dan pangan, pengelolaan sampah yang buruk, dan infrastruktur pendidikan dan kesehatan yang juga terbilang kurang memadai," ungkapnya.
Olehnya itu berangkat dari persoalan-persoalan yang dihadapi oleh nelayan dan perempuan yang tersebar di pulau-pulau kecil Perairan Spermonde, WALHI Sulsel mendesak Plt Gubernur Sulawesi Selatan untuk segera merevisi RZWP3K SulSel yang telah melegalisasi wilayah tangkap nelayan menjadi lokasi pertambangan dan berujung pada terjadinya konflik ruang.
Baca Juga: Nelayan Hilang Saat Mencari Ikan di Muara Cimandiri Sukabumi
"Selain itu, kami juga meminta kepada Plt Gubernur Sulawesi Selatan, Wali Kota Makassar, Bupati Takalar, dan Bupati Pangkep untuk memperhatikan kondisi nelayan, perempuan, dan anak-anak yang tinggal di 121 pulau yang ada di perairan Spermonde," kuncinya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Jejak Fakta Fakultas Ekonomi Unhas: Alumni Pertama Orang Toraja
-
Rektor Unhas Dituduh Terafiliasi Partai Politik? Prof JJ Siapkan Langkah Hukum
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
BMKG Minta 12 Daerah di Sulawesi Selatan Waspada
-
Ditolak Banyak RS, Muh Ikram Langsung Ditangani RSUD Daya: Kisah Anak Yatim Viral di Makassar