SuaraSulsel.id - Profesor Antropologi sekaligus pengamat Islam asal Boston University Amerika, Robert Hefner mengatakan pernah mengajukan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama untuk meraih Nobel Perdamaian pada tahun 2019.
Meski gagal, Robert Hefner mengaku tidak pernah menyesal. Baginya, usaha memperkenalkan keistimewaan dua ormas Islam Indonesia, terutama Muhammadiyah di dunia internasional tak boleh berhenti.
“Di bawah bayangan saya, Muhammadiyah merupakan kunci karenanya Indonesia menjadi satu-satunya negara yang berhasil menjalankan amal sosial dan amal agamis yang boleh diamati sebagai model untuk seluruh dunia, tidak untuk organisasi muslim saja, tapi juga orang lain di negara-negara lain,” tutur Robert Hefner dalam Pengajian Ramadan 1442 H oleh PP Muhammadiyah, Jumat 16 April 2021.
Megutip dari Muhammadiyah.or.id, Prof Hefner menganggap bahwa di bidang pendidikan, Muhammadiyah menjadi pelopor dan potensial dijadikan prototype pendidikan ideal bagi negara-negara muslim. Dibandingkan dengan pendidikan tinggi lain di dunia Islam.
Baca Juga: Viral Video UMY Bagi-Bagi Menu Sahur Enak, Jam 1 Antrean Sudah Panjang
Hefner menyimpulkan pendapat tersebut setelah mengikuti berbagai forum internasional dengan praktisi pendidikan dari berbagai dunia Islam.
Dalam sebuah forum di Turki misalnya, Hefner mengisahkan seringkali menemui ahli sejarah maupun profesor yang kebingungan dan bertanya bagaimana Indonesia yang tidak memiliki sejarah perguruan tinggi bisa memegang peranan sedemikian cemerlang dibandingkan negara mayoritas muslim lainnya.
“Saya tegaskan bahwa negara yang paling berhasil mengembangkan format pendidikan Islam yang paling efektif, paling kini dan paling Islami dalam arti modern adalah Indonesia. Dan organisasi yang paling memberikan sumbangan kepada keberhasilan itu adalah Persyarikatan Muhammadiyah,” ungkapnya.
Selamatkan Islam dan Indonesia
Lahirnya organisasi Islam seperti Muhammadiyah menurut Robert Hefner berhasil membawa wajah baru bagi pendidikan Islam modern yang ideal. Tidak hanya di Indonesia, tapi juga di dunia muslim secara umum.
Baca Juga: Sama-sama Berarti Puasa, Ini Perbedaan Shiyam dan Shaum
Sebelum Muhammadiyah lahir, sistem pendidikan di dunia muslim umumnya menggunakan sistem mulazamah (komunitas kecil), madrasah (lembaga sekolah) ataupun jami’ah (pendidikan tinggi).
Di Indonesia, wajah pendidikan Islam dalam arti madrasah menurut Hefner baru bermula pada akhir abad ke-18 dengan sistem pengajaran klasik. Melalui pendirian berbagai pondok pesantren tradisional.
Pendidikan pun seputar Alquran, Hadis, kitab hukum (ushul fiqh) dan ilmu pokok (ushuluddin) di dalam Islam. Sedangkan sumber-sumber pengajaran (kurikulum) hampir dipastikan berasal dari Timur Tengah.
“Dan kali ini baru setengah abad setelah perkembangan madrasah (tradisional), Muhammadiyah memberikan sumbangan yang paling krusial dalam kultur agamis, yakni perguruan tinggi Islami yang baru, yaitu madrasah dalam arti Muhammadiyah,” jelas Hefner.
Muhammadiyah dianggap Hefner berhasil membawa wajah baru karena menyertakan kurikulum pelajaran yang tidak sebatas permasalahan agama dan hanya bersumber dari Timur Tengah. Tetapi Muhammadiyah turut menyertakan pendidikan sains dan sumber-sumber Barat yang saat itu lazimnya dianggap kafir atau menyimpang oleh kalangan tradisional.
Pakem pemahaman Muhammadiyah memadukan antara nash (dalil) dan waqi’ (konteks zaman) dianggap Hefner cukup berhasil menghadirkan wajah peradaban Islam yang maju dan positif.
Lahirnya berbagai amal usaha Muhammadiyah di berbagai bidang selain agama adalah contoh lain dari pandangan keagamaan Muhammadiyah memandang hukum dan realitas.
Atas kesesuaian pemahaman dan pengamalannya di berbagai bidang itu, Muhammadiyah dianggap Hefner berhasil menyelamatkan tradisi politik maupun tradisi sosial dari krisis yang beberapa kali terjadi di Indonesia.
“Ulama al nushus dan ulama al waqi’ masih terus diharapkan dan telah tercapai sejak lama oleh sumbangan Islam Indonesia dan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Akibat sumbangan itu tidak hanya umat Islam yang selamat atau diselamatkan, tapi juga seluruh rakyat Indonesia,” terang Hefner.
Jaga Jarak dengan Politik Praktis
Pasca pesta politik tahun 2019, gejala fanatik politik partisan di Indonesia bukannya melemah. Politik partisan justru menguat seiring dengan menguatnya politik identitas.
Menyadari bahwa Muhammadiyah akhir-akhir ini sedang ditarik-tarik oleh kelompok fanatik politik partisan, Robert Hefner memuji komitmen Muhammadiyah tetap pada khittahnya. Yakni berada pada politik kebangsaan.
Berkaca dengan nasib kelompok Kristen Evangelis di Amerika yang justru semakin mundur. Setelah terlibat dalam politik partisan, Hefner tidak ingin nasib yang sama terjadi pada Muhammadiyah.
“Yang ada kekhawatiran dari saya, tapi bukan terletak pada Muhammadiyah. Tapi pada politik dan kultur Indonesia. Amerika juga mengalami tantangan yang sama bahwa organisasi agama yang secemerlang Muhammadiyah atau organisasi agama apapun harus betul-betul hati-hati kalau isu-isu politik dalam arti keras, politik massa,” ujarnya.
Bukan dalam arti sekuler atau membatasi gerak Muhammadiyah, profesor Antropologi itu memandang bahwa tarikan politik partisan pada akhirnya hanya merusak keberadaan suatu agama itu sendiri.
Hefner berharap Muhammadiyah terus aktif melakukan kiprah kebangsaan sembari tetap waspada dari tarikan-tarikan yang ada.
“Ada suatu keamanan bahwa yang dijalankan adalah politik moril, politik yang fair dan politik yang seimbang, dan sekali lagi tidak tergoda seperti Kristen Evangelis di Amerika,” pujinya.
“Menurut saya politik yang dijalankan oleh Pimpinan Muhammadiyah merupakan model dari keterlibatan orang agamis dalam bidang umum, dalam bidang politik, sosial dan lainnya, inilah sebuah contoh untuk organisasi lain di Indonesia dan negara-negara lain terutama umat agama yang lain,” pungkasnya.
Berita Terkait
-
Bank Panin Dubai Syariah Gandeng PP Muhammadiyah, 'Mobil Kemanusiaan' Jadi Langkah Awal
-
30 Ucapan Milad Muhammadiyah 2024, Bisa Jadi Referensi Caption Media Sosial
-
Link Download Logo Milad Muhammadiyah 2024 PNG, Ini Tema yang Diusung
-
Bukan KH Ahmad Dahlan, Ini Sosok Kiai Pemberi Nama Muhammadiyah
-
Silsilah Keluarga KH Ahmad Dahlan Pendiri Muhammadiyah, Bersambung ke Rasulullah SAW
Terpopuler
- Mees Hilgers Didesak Tinggalkan Timnas Indonesia, Pundit Belanda: Ini Soal...
- Elkan Baggott: Pesan Saya Bersabarlah Kalau Timnas Indonesia Mau....
- Miliano Jonathans Akui Tak Prioritaskan Timnas Indonesia: Saya Sudah Bilang...
- Denny Sumargo Akui Kasihani Paula Verhoeven: Saya Bersedia Mengundang..
- Elkan Baggott Kembali Tak Bisa Penuhi Panggilan Shin Tae-yong ke TC Timnas Indonesia
Pilihan
-
PublicSensum: Isran-Hadi Unggul Telak atas Rudy-Seno dengan Elektabilitas 58,6 Persen
-
Munawwar Sebut Anggaran Rp 162 Miliar untuk Bimtek Pemborosan: Banyak Prioritas Terabaikan
-
Drama Praperadilan Tom Lembong: Kuasa Hukum Bongkar Dugaan Rekayasa Kesaksian Ahli
-
Dua Juara Liga Champions Plus 5 Klub Eropa Berlomba Rekrut Mees Hilgers
-
5 Rekomendasi HP Infinix Sejutaan dengan Baterai 5.000 mAh dan Memori 128 GB Terbaik November 2024
Terkini
-
KPR BRI Property Expo 2024 Goes to Ciputra Surabaya, Banyak Hadiah dan Hiburan Menarik
-
Apakah Garmin Venu 3 Memiliki Layar Sentuh? Temukan Jawaban Beserta Fitur-Fitur yang Dimilikinya
-
Sosok Kasatreskrim AKP Ryanto Ulil Anshar Yang Ditembak Mati Rekannya Sendiri
-
Dikenal Religius, Oknum Dosen Unhas Lecehkan Mahasiswi Saat Bimbingan Skripsi
-
Memanas! Dua Mantan Wali Kota Parepare Saling "Buka Aib" di Rapat Komisi II DPR RI